Sedangkan pendidikan agama pada pasal 37 dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimkasudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sertaberakhlak mulia (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas).
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan (PERMENAG RI No. 000912 Tahun 2013: 264).
RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PAI DI MADRASAH TSANAWIYAH
Perencanaan Pembelajaran
Seperti diungkapkan M. Sobry Sutikno (2005: 44-45) bahwa kegiatan penting pada tahapan perencanaan pembelajaran adalah:
- Mengecek atau membuat silabus
- Menentukan tujuan instruksional umum
- Menentuka tujuan instruksional khusus
- Menentuka cara penilaian atau evalusi yang akan dipakai untuk mengetahui kemampuan belajar peserta didik
- Menentukan waktu pelaksanaan
- Menentukan buku wajib dan pilihan
- Membuat ringkasan informasi atau hand aut.
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan (PERMENAG RI No. 000912 Tahun 2013: 265).
Alokasi waktu jam tatap muka pembelajaran Pendidikan Islam, Tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah 40 menit. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup (PERMENAG RI No. 000912 Tahun 2013: 268).
Perencanaan pembelajaran, termasuk pada jenjang pendidikan MTs juga harus memperhatikan aspek psikologis siswa sehingga dalam penyampaiannnya dapat menggunakan metode pembelajarannya yang tepat, sesuai dengan kemampuan siswa untuk menerima serta mencerna materi yang diberikan. Pada tingkatan MTs yakni rata-rata usia 12-15 tahun, ini masuk dalam golongan Pra-Remaja atau masa remaja pertama. Dalam fase ini ditandai dengan hal-hal sebagai berikut; (1) Kepatuhan anak untuk mengikuti ketentuan ajaran agama akan berkurang,karena perasaannya yang belum stabil, (2) Ajaran agama tidak diterima begitu saja, tanpa dipahaminya terlebih dulu, (3) Anak akan sering bertanya atau minta penjelasan yang masuk akal (Anam, 2011: 44-45) .
Oleh karena itu; (1) Guru PAI jangan cepat terlalu mencela kelakuan anak yang tampak agak agresif, usahakan memahaminya secara individual, (2) Guru PAI jangan cepat menghukum atau menilai anak dengan dosa atau pahala, surga atau neraka.
Namun selain aspek psikologis, dalam melaksanakan pembelajaran juga perlu diperhatikan aspek jasmani (biologis) peserta didik. Karena seorang yang secara biologis menderita cacat akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal (Ramayulis, 2005: 7).
Dengan demikian, menurut penulis, seorang guru perlu mengetahui aspek jasmani dan psikologis peserta didik, sehingga dapat merencanakan proses pembelajaran yang sesuai serta dapat dicerna oleh peserta didik. Artinya kedua aspek tersebut dapat menjadi pijakan guru untuk memilih metode, alat, dan evaluasi pembelajaran.
Pelaksanaan Pembelajaran
Upaya pendidik untuk memilih metode yang tepat dalam mendidik peserta didiknya harus pula disesuaikan dengan tuntutan dan karekteristik peserta didiknya. Dengan demikian dapat dikatakann bahwa dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Ramayulis, 2005: 8).
Untuk tingkat MTs yang secara umum berusia antara 12-15 tahun ini mamasuki masa adjusment; mulai masuk proses pematangan, mulai menyadari adanya lawan jenis, muncul sikap humanistik, perlu bimbingan dan internaslisasi (penananam) nilai-nilai Islami dan moralitas luhur (Anam: 2011: 46). cara penyampaiannya diperluas yaitu dengan mengemukakan alasan-alasan/dalil-dalil baik naqli maupun aqli, sehingga anak didik yang telah meningkat remaja itu dapat menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pikirannya. Dan selanjutnya dapat memahami alasan-alasan tersebut dan menjadikan sebuah keyakinan. Hal ini didasari dari aspek psikologis peserta didik pada jenjang MTs yang umumnya usia 12-15 tahun.
Proses pembelajaran pendidikan Islam yang dilakukan guru dikelas, meliputi kegiatan tahap pra-instruksional, tahap instruksional, dan tahap evaluasi. Sebagaimana menurut Sudjana (2010: 148) pelaksanaan proses pembelajaran meliputi pentahapan sebagai berikut:
Tahap Pra-Instruksional, Yakni tahap yang ditempuh pada saat memulai pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) Guru menanyakan kehadiran siswa, (2) Guru bertanya kepada siswa sampai mana materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya, (3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai pelajaran pada pertemuan sebelumnya, (4) Mengajukan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya.
Tahap Instruksional, Yakni tahap pemberian bahan pelajaran pada saat pembelajaran, beberapa kegiatan tersebut sebagai berikut: (1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa, (2) Guru menjelaskan pokok materi pelajaran, (3) Guru membahas pokok materi pelajaran, (4) Guru menggunakan alat peraga atau media yang memperjelas pembahasan materi, (5) Guru mempersilakan peserta didik bertanya dan menyimpulkan materi pelajaran.
Tahap Evaluasi, Yaitu tahap untuk mengetahui keberhasilan tahap Instruksional, yaitu sebagai berikut: (1) Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, (2) Guru mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran, (3) Guru meberikan tugas untuk dikerjakan di rumah, (4) Guru memberitahukan materi pelajaran yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PAI DI MADRASAH TSANAWIYAH
Istilah kesulitan/problema berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kesulitan/problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan masalah; permasalahan; situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan (Rajasa, 2002: 499).
Berikut ini, kami akan memaparkan beberapa problem-problem yang dihadapi oleh guru Pendidikan agama Islam di Madrasah Tsanawiyah serta solusi untuk mengatasinya, diantaranya ialah:
Kesulitan Guru Pendidikan Islam Dalam Menyusun Silabus
Dalam menyusun silabus mata pelajaran PAI banyak mengalami masalah. Dan yang melatarbelakangi masalah tersebut secara garis besarnya adalah sebagai berikut; (1) Waktu dalam sosialisasi bimbingan teknis penyusunan silabus mata pelajaran PAI dari unit lembaga terkait yang ada di Kementrian Agama bidang Pendidikan Madrasah sangatlah minim (Sosialisasi biasanya hanya dilaksanakan satu kali, yakni jika ada kurikulum baru, seperti yang terbaru yaitu kurikulum 2013), (2) Keragaman karakteristik dan latar belakang pada diri peserta didik.
Di dalam kelas guru akan menemukan perbedaan individual yang dimiliki oleh siswa. Karena individu merupakan kepribadian yang di dalamnyaterdapat potensi yang harus dikembangkan. Dalam pengembangan potensi-potensinya (terutama di lingkungan pendidikan) setiap individu mempunyai metode dan tujuan yang berbeda-beda, adanya perbedaan individual itu disebabkan adanya pengaruh lingkungan, perbedaan jenis kelamin, perbedaan inteligensi, minat, bakat dan sebagainya.
Dari problematika tersebut diatas, maka solusi yang dapat ditempuh oleh Guru PAI, menurut penulis, diantaranya ialah: (1) Guru diharapkan lebih aktif dalam mengikuti MGMP serta berdiskusi dengan guru sejawat, agar tercipta budaya diskusi diantara guru dan juga dapat bertukar fikiran tentang masalah-masalah yang sedang dialami dalam proses pembelajaran, (2) Guru diharapkan mampu menggunakan perkembangan TIK, sehingga dapat selalu memperbaharui informasi tentang perkembangan pendidikan dan perangkat pembelajaran melalui media Internet.
Kesulitan Dalam Menentukan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Ketercapaian Suatu Kompetensi Dasar
Dalam pengalokasian waktu paling tidak guru harus mempertimbangkan tingkat kesulitan materi, ruang lingkup atau cakupan materi, dan tingkat pentingnya materi yang dipelajari. Semakin sulit dalam mempelajari atau mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan materi, semakin banyak yang digunakan dan semakin penting maka perlu diberi alokasi waktu yang lebih banyak. Akan tetapi pelaksanaannya dalam proses pembelajaran, belum tentu alokasi waktu yang ditentukan oleh guru itu cukup dalam menyampaikan materi tertentu untuk setiap kelas. Misalnya di kelas A, dalam dua kali pertemuan saja peserta didik sudah bisa menangkap materi yang disampaikan oleh guru, ternyata di kelas B waktu dua kali pertemuan itu belum cukup karena setelah proses pembelajaran ternyata peserta didik belum bisa menangkap materi yang disampaikan.
Dengan adanya contoh tersebut, bisa diketahui problematika yang dialami oleh guru adalah adanya perbedaan individual pada diri siswa yang berupa: karakteristik, intelegensi siswa, dan pengaruh lingkungan. Sehingga guru tidak bisa mematok pengalokasian waktu yang sesuai baik pada diri siswa maupun pada materi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, solusi untuk masalah tersebut menurut Ramayulis ialah dengan program akselerasi (percepatan bagi anak cerdas atau sangat cerdas), belajar dalam kelompok (berdasarkan tingkat kecerdasan maupun prestasi), atau tingkat sebagaimana yang dilaksanakan dalam sistem kredit (Ramayulis, 2005: 92). Sehingga diharapkan, dengan model pembelajaran tersebut, kelompok peserta didik yang masih kurang mampu memahami pelajaran, dapat diberikan perhatian lebih oleh guru/pendidik.
Kesulitan Dalam Menentukan Sumber Belajar
Dalam menentukan sumber belajar, seorang guru harus mempertimbangkan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, dan kegiatan pembelajaran. Akan tetapi yang sering muncul permasalahan yang di alami oleh guru PAI adalah dalam proses pembelajaran, guru masih jarang menggunakan sumber belajar melalui objek langsung, ini dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan biaya. Misalnya untuk materi haji, seharusnya peserta didik diajak langsung ke Islamic center untuk melakukan praktek manasik haji. Maka, Solusi yang dapat ditempuh, menurut penulis, ialah dengan cara memanfaatkan media audio visual, yakni dengan cara siswa di putarkan video tentang manasik haji. Dengan hal tersebut, Guru dapat menghemat waktu serta biaya yang dibutuhkan untuk melakukan praktek diluar kelas atau bahkan harus diluar sekolah.
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PAI DI MADRASAH TSANAWIYAH
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, hal-hal yang dapat dilakukan pendidik pendidikan Islam diantaranya ialah sebagai berikut:
Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi ini akan memberikan arti yang berarti bagi pendidik khususnya sebagai umpan balik sehingga dapat mengelola pembelajaran dengan lebih baik, makin hari makin baik dan efektif kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Evaluasi yang dimaksud di sini adalah evaluasi terhadap hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa apakah ada perubahan sikap, perilaku serta penampilan yang dilakukan para siswa sebagai objek kegiatan pembelajaran, dari kegiatan evaluasi ini guru juga hendaknya membuat rumusan ; (1) Apakah ada faktor-faktor pendukung atau penghambat selama kegiatan berlangsung, (2) Apakah ada pula faktor penghambat sebagai tantangan untuk dijadikan bahan kajian perbaikan berikutnya, (3) Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai penyesuaian dalam kelas (Ramayulis, 2002: 224).
Melaksanakan Program Pengayaan dan Perbaikan
Progam perbaikan dan pengayaan ini dilaksanakan setelah mengetahui kelemahan dan kekurangn peserta didik baik dari dalam maupun dari luar. Karena itu menelusuri kelemahan peserta didik harus dilakukan secar cermat, tidak tertutup kemungkinan bagi para peserta didik yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat penanganan dan perhatian secara khusus pula dari guru.
Program perbaikan ini dapat dilaksanakan melalui pengajaran perbaikan, yang diantaranya Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 145) bertujuan untuk; (1) Dapat memperbaiki atau mengubah cara belajar kearah yang lebih baik, (2) Dapat memilih fasilitas dan materi belajar yang tepat, (3) Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang lebih baik.
Sedangkan pengayaan itu dapat melalui atau terletak dalam segi metode yang dipergunakan dalam pembelajaran perbaikan, sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya lebih kaya (Ahmadi & Supriyono, 2004: 115).
DAFTAR PUSTAKA
UU RI No. 20 Tahun 2003. Tentang SISDIKNAS & Peraturan Pemerintah RI. Bandung: Citra Umbara
Peraturan Menteri Agama RI no. 000912 Tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab
Abu Ahmadi, Supriyono. 2004. Psikologi belajar. Cet. II. Jakarta: PT.Rineka Karya
Choirul Anam.2011. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jombang: UNHASY
Sutan Rajasa. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Karya Utama
Sudjana. 2010. Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sobry Sutikno. 2005. Pembelajaran efektif. Mataram; NTP PRESS
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Cet.IV. Jakarta:Kalam Mulia
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.XII. Jakarta: Kalam Mulia
0 Komentar untuk "Problematika Pembelajaran PAI di Madrasah Tsanawiyah"