Seniman pantomim Yogyakarta, Jemek Supardi, menilai upacara ijab kabul Kodok Ibnu Sukodok (63) dengan sesosok makhluk halus Peri Roro Setyowati merupakan sebuah pesta budaya.
Sebab, ijab kabul yang tidak lazim ini kemudian dikemas dengan seni kejadian.
"Bagi saya, ijab kabul ini yo pesta budaya saja," ujar Jemek Supardi dikala ditemui di lokasi ijab kabul Bagus Kodok Ibnu Sukodok di Ngawi, Rabu (8/10/2014) malam.
Jemek menjelaskan, ijab kabul Kodok—panggilan Kodok Ibnu Sukodok—menjadi pesta budaya alasannya ialah bersama-sama mustahil atau tidak lazim. Namun, alasannya ialah ketidakmungkinan itu menjadi positif ketika dikemas dalam wujud budaya ijab kabul akhlak Jawa. "Namanya ada orang percaya ya enggak apa-apa. Itu kan patut kita hargai," tegasnya.
Apalagi, meski tidak bisa dilihat dengan mata, tetapi program ijab kabul Eko Kodok dengan Roro Setyowati yang dikemas oleh Bramantyo dengan bentuk seni insiden bisa menyerap ribuan penonton. "Unsur budayanya oke, bisa menyerap banyak penonton. Tapi ini kan absurd, konsep imajinasi, jadi ya tidak bisa ditonton dengan kasat mata," ucap dia.
Menurut dia, ijab kabul insan dengan peri (makhluk halus) sanggup diterima masyarakat atau tidak bukan menjadi persoalan. Sebab, yang terpenting ialah berbuat untuk mempersembahkan sebuah karya seni. "Diterima atau tidak, bagi aku tidak jadi soal, yang penting sudah menghasilkan karya," tandas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu kemarin, Kodok meresmikan hubungannya dengan makhluk astral berjulukan Peri Roro Setyowati. Pernikahan antara Kodok dan Peri Roro Setyowati dari bantalan Ketonggo ini digelar di rumah renta milik Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
Di antara ribuan warga yang hadir, terlihat para seniman kondang Solo dan Yogyakarta. Bahkan pejabat pemerintahan Ngawi pun turut menghadiri program unik ini.
sumber: kompas.com
Sebab, ijab kabul yang tidak lazim ini kemudian dikemas dengan seni kejadian.
"Bagi saya, ijab kabul ini yo pesta budaya saja," ujar Jemek Supardi dikala ditemui di lokasi ijab kabul Bagus Kodok Ibnu Sukodok di Ngawi, Rabu (8/10/2014) malam.
Jemek menjelaskan, ijab kabul Kodok—panggilan Kodok Ibnu Sukodok—menjadi pesta budaya alasannya ialah bersama-sama mustahil atau tidak lazim. Namun, alasannya ialah ketidakmungkinan itu menjadi positif ketika dikemas dalam wujud budaya ijab kabul akhlak Jawa. "Namanya ada orang percaya ya enggak apa-apa. Itu kan patut kita hargai," tegasnya.
Apalagi, meski tidak bisa dilihat dengan mata, tetapi program ijab kabul Eko Kodok dengan Roro Setyowati yang dikemas oleh Bramantyo dengan bentuk seni insiden bisa menyerap ribuan penonton. "Unsur budayanya oke, bisa menyerap banyak penonton. Tapi ini kan absurd, konsep imajinasi, jadi ya tidak bisa ditonton dengan kasat mata," ucap dia.
Menurut dia, ijab kabul insan dengan peri (makhluk halus) sanggup diterima masyarakat atau tidak bukan menjadi persoalan. Sebab, yang terpenting ialah berbuat untuk mempersembahkan sebuah karya seni. "Diterima atau tidak, bagi aku tidak jadi soal, yang penting sudah menghasilkan karya," tandas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu kemarin, Kodok meresmikan hubungannya dengan makhluk astral berjulukan Peri Roro Setyowati. Pernikahan antara Kodok dan Peri Roro Setyowati dari bantalan Ketonggo ini digelar di rumah renta milik Bramantyo Prijosusilo di Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi.
Di antara ribuan warga yang hadir, terlihat para seniman kondang Solo dan Yogyakarta. Bahkan pejabat pemerintahan Ngawi pun turut menghadiri program unik ini.
sumber: kompas.com
0 Komentar untuk "Mbah Kodok Menikah Dengan Peri Di Ngawi"