Tidak bisa disangkal bahwa guru ialah sosok yang sangat penting dalam setiap proses kegiatan mencar ilmu mengajar (KBM), sebuah istilah yang sudah lazim disetiap sekolah. Tugas utamanya ialah mengantarkan anak didik menjadi individu yang cerdas, berdikari dan bertanggung jawab. Proses tersebut ditempuh atas landasan dan perkiraan bahwa anak didik mempunyai potensi yang sebagiannya akan berekembang bersama guru dalam setiap KBM, kontak individu dan dan keteladanan yang berlangsung disekolah.
Dalam hal ini, guru dipahami sebagai salah satu kunci penting dan memilih dalam proses pencerdasan dan pembentukan kepribadian siswa. Persoalan kecerdasan, alasannya guru berada disekolah dan sekolah selam ini dianggap sebagai salah satu institusi penting yang membangkitkan intelektual anak didik. Dalam kaitan dengan kepribadian, alasannya dilingkungan sekolah ada pengajaran, pembimbingan dan keteladanan. Meminjam istilah Robert J Menges menyebut guru sebagai helper, penolong.
Jabatan guru sebagai pekerjaan, tidak bisa dilepaskan dari sebagai alat mencari nafkah. Sebagaimana dikatakan Nasution, sekalipun pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa dan guru dibutuhkan sebagai insan idealis, namun guru sendiri tidak sanggup tidak, harus mengunakan pekerjaannya untuk mencari nafkah bagi keluarganya, (S. Nasution, 1983).
Lanjut Nasution, namun di dalam pekerjaan sebagai guru, ada tuntutan dan sekaligus tanggung jawab, alasannya didalamnya menyangkut nasib belum dewasa bangsa. Masyarakat tidak sanggup mendapatkan pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan pekerjaan tukang kayu atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut masa depan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Oleh alasannya itu, guru yang profesional ialah guru yang bisa melakukan kiprah alasannya jabatannya sesuai pengharapan dan tanggung jawabnya, dengan sekaligus sebagai sebagai daerah menggantungkan hidupnya. Guru menempati posisi yang istimewa dan terhormat dalam ranah masyarakat dan masyarakatpun menaruh harapan-harapan yang tinggi, dan seyogyanya harapan-harapan itu tentu tidak sanggup diabaikan oleh guru.
Selain guru mengajar, menjadi panutan dan impian masyarakat (digugu lan ditiru), sebaiknya guru ditunjang pula dengan skill dalam hal tulis-menulis. Selain mendapatkan manfaat intelektual dan wawasan umum lainnya, dengan menulis guru sanggup meningkatkan kesejahteraan ekonominya. Seorang guru yang cerdas harus bisa memanfaatkan peluang kerja yang lain, salah satunya menulis.
Aktivitas menulis sanggup dilakukan oleh semua orang dan dimanapun, termasuk guru. Menulis tidaklah sulit ibarat dibayangkan oleh banyak orang selama ini, menulis ialah acara yang mudah, indah dan mengasyikkan.
Manusia bisa menimbulkan banyak hal yang ada disekelilingnya sebagai materi pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya. Namun seringkali insan tanpa sadar membuat suasana self – limiting beliefs (keyakinan yang membatasi diri) didalam otaknya. Yakni keyakinan atau kepercayaan yang membuat sesorang merasa terbatas atau tidak bisa meletakkan sesuatu. Kesulitan orang untuk menulis, alasannya mereka belum mengenal diri mereka sendiri. Mereka pada umumnya membayangkan ingin menjadi Agatha Cristie, Helvy Tiana Rossa, David Malouf, JK. Rowling Parmoedya Ananta Toer, Nh Dhini dan banyak penulis ternama lainnya, tetapi tidak mau melihat pahit getir proses kreatif mereka dan mencoba kiat-kiat penulisan mereka yang sempurna dan sesuai untuk kita terapkan, (Sukino, 2010).
Seorang guru harus berani maju satu langkah dan mendobrak ”kemapanan”. Kemapanan yang hanya bisa berceramah mengajar dikelas, mengikuti workshop-workshop, pelatihan-pelatihan, dan mengurusi pinjaman sertifikasi, dan lain-lain. Untuk memulai menulis, guru memerlukan contoh pembiasaan, latihan tanpa batas, kreatif, inovatif dan tekun (istiqomah). Salah satunya sanggup dilakukan dengan ”memaksa” diri untuk secara teratur menulis dalam batasan waktu tertentu. Misalnya, meneguhkan janji dan tekad dalam dirinya untuk setiap dua ahad sekali menghasilkan karya goresan pena yang terstruktur.
Bagi guru, menulis jangan dijadikan phobia atau momok, kesulitan menulis, pernah penulis alami sendiri dulu saat masih mahasiswa, memang menulis merupakan aktifitas yang menjemukan dan butuh konsentrasi yang khusus. Tetapi, karenanya dengan kian sering menulis, kemampuan menulis kita akan semakin baik. Sebab, dalam rentang waktu itulah seseorang akan bisa menilai apakah tulisannya sudah cukup baik atau belum. Sikap evaluatif itu pada karenanya melahirkan refleksi yang diikuti daya korektif terhadap tulisannya.
Guru sanggup menulis dengan bermacam-macam tema dan metode, dan salah satu metode menulis ialah metode alamiah. Dengan metode ini, seseorang bebas menyebarkan imajinasi lepas tanpa batas ataupun sekat-sekat teori yang ada. Alasannya, menulis ialah adalah komunikasi antara otak, hati dan tangan. Ia harus bebas hambatan. Pesan yang hendak disampaikan otak harus hingga ketangan. Ia juga harus bebas nilai-nilai kepentingan sistem yang terkadang justru membatasi gerak sekaligus kebebasan didalam menghasilkan sebuah karya. Semoga. Selamat menulis. Wallahu a’lam.
Penulis:
Akhmad Syarief Kurniawan, Staf Pendidik di Lembaga Pendidikn Ma’arif NU Kotagajah Lampung Tengah
Sumber: Wibsite Madrasah kemenag
0 Komentar untuk "Guru Juga Harus Menulis"