Untuk melanjutkan semangat Kartini guna membuat kemandirian perempuan Indonesia, maka seyogianya perempuan memerhatikan pengelolaan keuangan.
Perlu dilakukan skala prioritas dalam mengatur pengeluaran sehari-hari sehingga sebisa mungkin mementingkan fungsi daripada sekadar gengsi.
Wanita perlu menanam kebiasaan menabung dan berinvestasi, menyiapkan dana darurat dan hidup seimbang dengan mementingkan kebutuhan langsung dan keluarga.
Mengapa perempuan Indonesia belum berdikari secara finansial? Berikut 5 alasan utama:
1. Terlalu muda untuk menabung
Pada ketika masih berusia muda, umumnya perempuan tidak menaruh prioritas untuk menabung demi masa depan. Wanita lebih mementingkan pengeluaran untuk memperbaiki penampilan dan memperoleh hal-hal yang tidak dimilikinya ketika masa kanak-kanak.
Kecenderungan ini pada karenanya menjurus pada kebiasaan belanja kompulsif. Dengan berjalannya waktu, jumlah pengeluaran semakin meningkat dan semakin sulit untuk membuat kebiasaan menabung.
Hal yang terbaik untuk mengajarkan nilai uang pada generasi muda ialah dengan memperlihatkan kesempatan pada mereka untuk mulai bekerja selepas usia remaja, dan membiasakan mengelola keuangan pribadi.
2. Terbuai asmara
Pada umumnya, ketika memasuki jenjang pernikahan, perempuan mempersilakan laki-laki untuk bertanggung jawab soal keuangan. Banyak perempuan yang diajarkan, bahkan bercita-cita untuk bergantung semata pada pasangannya. Kaum laki-laki sering dianggap lebih mempunyai kemampuan untuk memperoleh penghasilan dan bertahan dalam kondisi sulit (survive), sementara perempuan tidak.
Dalam beberapa kebiasaan ataupun tradisi yang dianut di Indonesia, perempuan dituntut untuk berdasarkan saja pada suami dengan imbalan perlindungan dari segi keuangan. Ketergantungan ini membuat perempuan tidak siap jikalau pasangan mereka kehilangan pekerjaan, mengalami kecelakaan, atau meninggal dunia sehingga menimbulkan seorang istri harus mengasuh dan membesarkan anak seorang diri.
Untuk itu, semoga bisa bertahan hidup di zaman sekarang, perempuan semakin dituntut untuk berdikari dan saling mendukung dalam kehidupan berkeluarga.
3. Tergoda belanja dan terlilit utang
Iklan dan promosi untuk kecantikan, fashion, dan kebutuhan rumah tangga semakin meningkatkan selera belanja wanita. Hal ini membuat para perempuan merasa bahwa mereka mempunyai kendali terhadap pengeluaran, tetapi sayangnya belanja kompulsif ini semakin menggali utang lebih dalam.
4. Terintimidasi sukses
Walaupun tingkat penghasil
an perempuan cenderung lebih rendah daripada pria, kaum perempuan terus memperjuangkannya di dunia kerja. Namun, kesuksesan di dunia kerja sanggup membawa keretakan pada korelasi rumah tangga.
Wanita yang mempunyai penghasilan lebih tinggi dari pasangan, tangkas menangani pengeluaran, dan mengendalikan uang rumah tangga sering dianggap bernafsu dan tidak feminin, baik di mata laki-laki maupun sesama wanita. Untuk menjaga korelasi rumah tangga, sejumlah perempuan merelakan hak finansialnya demi keutuhan keluarga.
5. Terdorong untuk membantu orang lain
Wanita selalu mengutamakan suami, anak, orangtua, anggota keluarga, bahkan orang-orang yang tidak mampu. Membantu orang lain memperlihatkan rasa bermanfaat dan rasa bahagia lantaran sudah berbuat baik pada orang lain.
Terkadang perempuan melupakan dirinya sendiri sehingga pengeluaran untuk orang lain terus berjalan, dan hal ini sangat berbahaya jikalau ia dan keluarga terlilit utang.
sumber kompas.com
Perlu dilakukan skala prioritas dalam mengatur pengeluaran sehari-hari sehingga sebisa mungkin mementingkan fungsi daripada sekadar gengsi.
Wanita perlu menanam kebiasaan menabung dan berinvestasi, menyiapkan dana darurat dan hidup seimbang dengan mementingkan kebutuhan langsung dan keluarga.
Mengapa perempuan Indonesia belum berdikari secara finansial? Berikut 5 alasan utama:
1. Terlalu muda untuk menabung
Pada ketika masih berusia muda, umumnya perempuan tidak menaruh prioritas untuk menabung demi masa depan. Wanita lebih mementingkan pengeluaran untuk memperbaiki penampilan dan memperoleh hal-hal yang tidak dimilikinya ketika masa kanak-kanak.
Kecenderungan ini pada karenanya menjurus pada kebiasaan belanja kompulsif. Dengan berjalannya waktu, jumlah pengeluaran semakin meningkat dan semakin sulit untuk membuat kebiasaan menabung.
Hal yang terbaik untuk mengajarkan nilai uang pada generasi muda ialah dengan memperlihatkan kesempatan pada mereka untuk mulai bekerja selepas usia remaja, dan membiasakan mengelola keuangan pribadi.
2. Terbuai asmara
Pada umumnya, ketika memasuki jenjang pernikahan, perempuan mempersilakan laki-laki untuk bertanggung jawab soal keuangan. Banyak perempuan yang diajarkan, bahkan bercita-cita untuk bergantung semata pada pasangannya. Kaum laki-laki sering dianggap lebih mempunyai kemampuan untuk memperoleh penghasilan dan bertahan dalam kondisi sulit (survive), sementara perempuan tidak.
Dalam beberapa kebiasaan ataupun tradisi yang dianut di Indonesia, perempuan dituntut untuk berdasarkan saja pada suami dengan imbalan perlindungan dari segi keuangan. Ketergantungan ini membuat perempuan tidak siap jikalau pasangan mereka kehilangan pekerjaan, mengalami kecelakaan, atau meninggal dunia sehingga menimbulkan seorang istri harus mengasuh dan membesarkan anak seorang diri.
Untuk itu, semoga bisa bertahan hidup di zaman sekarang, perempuan semakin dituntut untuk berdikari dan saling mendukung dalam kehidupan berkeluarga.
3. Tergoda belanja dan terlilit utang
Iklan dan promosi untuk kecantikan, fashion, dan kebutuhan rumah tangga semakin meningkatkan selera belanja wanita. Hal ini membuat para perempuan merasa bahwa mereka mempunyai kendali terhadap pengeluaran, tetapi sayangnya belanja kompulsif ini semakin menggali utang lebih dalam.
4. Terintimidasi sukses
Walaupun tingkat penghasil
an perempuan cenderung lebih rendah daripada pria, kaum perempuan terus memperjuangkannya di dunia kerja. Namun, kesuksesan di dunia kerja sanggup membawa keretakan pada korelasi rumah tangga.
Wanita yang mempunyai penghasilan lebih tinggi dari pasangan, tangkas menangani pengeluaran, dan mengendalikan uang rumah tangga sering dianggap bernafsu dan tidak feminin, baik di mata laki-laki maupun sesama wanita. Untuk menjaga korelasi rumah tangga, sejumlah perempuan merelakan hak finansialnya demi keutuhan keluarga.
5. Terdorong untuk membantu orang lain
Wanita selalu mengutamakan suami, anak, orangtua, anggota keluarga, bahkan orang-orang yang tidak mampu. Membantu orang lain memperlihatkan rasa bermanfaat dan rasa bahagia lantaran sudah berbuat baik pada orang lain.
Terkadang perempuan melupakan dirinya sendiri sehingga pengeluaran untuk orang lain terus berjalan, dan hal ini sangat berbahaya jikalau ia dan keluarga terlilit utang.
sumber kompas.com
0 Komentar untuk "5 Alasan Utama Perempuan Indonesia Belum Dapat Berdikari Secara Finansial"