Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang tahun 2012 terdapat 198 kasus konflik agraria.
Dari jumlah itu terdapat 90 kasus terjadi di sektor perkebunan, 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur, 21 kasus di sektor pertambangan dan 20 kasus di sektor kehutanan.
Sisanya ialah 5 kasus di sektor pertanian tambak/pesisir dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir.
Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin, Provinsi Jawa Timur ialah wilayah yang paling banyak mengalami konflik agraria.
“Di Jawa Timur tercatat ada 24 kasus sepanjang tahun 2012. Terjadi antara warga dengan pihak swasta maupun dengan militer,” ujar Iwan kepada JPNN, Minggu, (29/9).
Ia mencontohkan di Blitar, Jatim terdapat sekitar 6000 hektar yang menjadi sengketa. Di dalamnya ada 30 titik lahan yang menjadi konflik. Dari konflik tersebut 6 titik diantaranya terjadi antara masyarakat dengan institusi militer.
Kemudian 12 titik yang lain antara masyarakat dengan pihak perkebunan negeri dan swasta. Ada sekira 10 ribu lebih petani yang terlibat sengketa.
Selain Jawa Timur, provinsi lain yang tercatat dalam data KPA ialah Sumatera Utara sebanyak 21 kasus. Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan masing-masing sebanyak 13 kasus. Di Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus.
Menyusul di Sumatera Barat 8 kasus. Sedangkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur masing-masing tujuh kasus. Di Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing terjadi konflik agraria sebanyak 6 kasus. Disusul Aceh 5 kasus, Sulawesi Tengah, Banten dan Lampung sebanyak 4 kasus. Di Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara tercatat hanya 3 kasus konflik agraria.
“Sisanya di provinsi lain ada yang hanya satu atau dua konflik agraria,” sambung Iwan.
Iwan menuturkan, jumlah konflik agraria akan terus bertambah kalau pemerintah masih melaksanakan pembiaran dalam penyelesaiannya. Menurutnya selama ini pemerintah cenderung tidak berpihak kepada masyarakat yang tengah berkonflik, melaksanakan tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta menentukan cara-cara represif melalui pegawanegeri kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria.
“Institusi pemerintah sangat sulit melaksanakan revisi terhadap sejumlah kekeliruan dalam setiap sumbangan izin, konsesi dan hak atas tanah yang telah diberikan kepada perusahaan, meskipun telah mengakibatkan sejumlah konflik agraria? Ini yang menciptakan konflik terus terjadi,” kata dia.
KPA dalam hal ini meminta pemerintah mengambarkan kesepakatan akan melaksanakan reforma agraria. Iwan berharap, hak atas tanah masyarakat Indonesia terpenuhi dan pemerintah tidak terus berada di pihak investor gila yang lebih banyak merugikan dibandingkan menguntungkan masyarakat, terutama petani.
sumber:
jawa pos.
Dari jumlah itu terdapat 90 kasus terjadi di sektor perkebunan, 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur, 21 kasus di sektor pertambangan dan 20 kasus di sektor kehutanan.
Sisanya ialah 5 kasus di sektor pertanian tambak/pesisir dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir.
Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin, Provinsi Jawa Timur ialah wilayah yang paling banyak mengalami konflik agraria.
“Di Jawa Timur tercatat ada 24 kasus sepanjang tahun 2012. Terjadi antara warga dengan pihak swasta maupun dengan militer,” ujar Iwan kepada JPNN, Minggu, (29/9).
Ia mencontohkan di Blitar, Jatim terdapat sekitar 6000 hektar yang menjadi sengketa. Di dalamnya ada 30 titik lahan yang menjadi konflik. Dari konflik tersebut 6 titik diantaranya terjadi antara masyarakat dengan institusi militer.
Kemudian 12 titik yang lain antara masyarakat dengan pihak perkebunan negeri dan swasta. Ada sekira 10 ribu lebih petani yang terlibat sengketa.
Selain Jawa Timur, provinsi lain yang tercatat dalam data KPA ialah Sumatera Utara sebanyak 21 kasus. Sementara DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan masing-masing sebanyak 13 kasus. Di Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus.
Menyusul di Sumatera Barat 8 kasus. Sedangkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur masing-masing tujuh kasus. Di Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing terjadi konflik agraria sebanyak 6 kasus. Disusul Aceh 5 kasus, Sulawesi Tengah, Banten dan Lampung sebanyak 4 kasus. Di Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara tercatat hanya 3 kasus konflik agraria.
“Sisanya di provinsi lain ada yang hanya satu atau dua konflik agraria,” sambung Iwan.
Iwan menuturkan, jumlah konflik agraria akan terus bertambah kalau pemerintah masih melaksanakan pembiaran dalam penyelesaiannya. Menurutnya selama ini pemerintah cenderung tidak berpihak kepada masyarakat yang tengah berkonflik, melaksanakan tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta menentukan cara-cara represif melalui pegawanegeri kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria.
“Institusi pemerintah sangat sulit melaksanakan revisi terhadap sejumlah kekeliruan dalam setiap sumbangan izin, konsesi dan hak atas tanah yang telah diberikan kepada perusahaan, meskipun telah mengakibatkan sejumlah konflik agraria? Ini yang menciptakan konflik terus terjadi,” kata dia.
KPA dalam hal ini meminta pemerintah mengambarkan kesepakatan akan melaksanakan reforma agraria. Iwan berharap, hak atas tanah masyarakat Indonesia terpenuhi dan pemerintah tidak terus berada di pihak investor gila yang lebih banyak merugikan dibandingkan menguntungkan masyarakat, terutama petani.
sumber:
jawa pos.
0 Komentar untuk "Jawa Timur Paling Banyak Konflik Agraria"