Manusia dalam kehidupan sehari-hari senantiasa mengalami dan merasakan kepemimpinan (leadership) dalam aneka macam bentuk, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kepemimpinan juga dialami atau dirasakan dari para pemimpin berbagai organisasi yang mana kita menjadi anggotanya. Bahkan tidak jarang dalam praktek terlihat bahwa manusia kadang-kadang berada dalam posisi dualistis yaitu kadang-kadang sebagai pihak yang dipimpin dan pada saat atau kondisi lain ia justru bertindak sebagai pemimpin.
Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan sistematis dalam mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya variabel (baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun material) yang perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Proses pembinaan dan pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi pendidikan
Oleh karena itu, pengetahuan supervisor tentang pendekatan-pendekatan dalam Supervisi pembelajaran serta pengembangannya mutlak dibutuhkan. Karena dengan pendekatan yang tepat maka tujuan supervisi akan dapat tercapai secara maksimal.
Pandangan directive supervise pembelajaran berangkat dari landasan psikologi Behavioristik tentang belajaran dan mengajar. Dalam pandangan belajar Behavioristik, belajar dilakukan dengan control instrumental lingkungan. Dengan demikian, menurut pandangan ini, seseorang akan belajar dan berhasil belajarnya, manakala senantiasa dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu. Control lingkungan dalam bentuk pengkondisian, pembiasaan, peniruan, pemaksaan, sangat cocok bagi siswa-siswa yang masih rendah tanggung jawabnya (Imron, 2011:74).
Pandangan behavioristik supervisi pembelajaran, sebenarnya juga dikembangkan dari pandangan behavioristik tentang belajar. Jika tanggung jawab guru dalam mengembangkan dirinya sendiri sangat rendah, dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor. Dengan kata lain, tanggung jawab supervisor haruslah tinggi. Dengan demikian, guru akan dapat dikondisikan sedemikian, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya dengan baik (Imron,2011:75).
Supervisi pembelajaran yang berorientasi directive menampilkan perilaku-perilaku pokok yaitu; klarifikasi, presentasi, demonstrasi, penegasan, standarisasi, dan penguatan. Hasil akhir dari supervise demikian adalah berupa tugas guru. Pengkondisian guru melalu lingkungan yang dibangun oleh supervisor diharapkan memunculkan perilaku guru sebagaimana yang dikehendaki.
Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan sistematis dalam mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya variabel (baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun material) yang perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Proses pembinaan dan pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi pendidikan
Oleh karena itu, pengetahuan supervisor tentang pendekatan-pendekatan dalam Supervisi pembelajaran serta pengembangannya mutlak dibutuhkan. Karena dengan pendekatan yang tepat maka tujuan supervisi akan dapat tercapai secara maksimal.
Pendekatan Directive (Langsung) dalam Supervisi Pembelajaran
Pandangan directive supervise pembelajaran berangkat dari landasan psikologi Behavioristik tentang belajaran dan mengajar. Dalam pandangan belajar Behavioristik, belajar dilakukan dengan control instrumental lingkungan. Dengan demikian, menurut pandangan ini, seseorang akan belajar dan berhasil belajarnya, manakala senantiasa dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu. Control lingkungan dalam bentuk pengkondisian, pembiasaan, peniruan, pemaksaan, sangat cocok bagi siswa-siswa yang masih rendah tanggung jawabnya (Imron, 2011:74).
Pandangan behavioristik supervisi pembelajaran, sebenarnya juga dikembangkan dari pandangan behavioristik tentang belajar. Jika tanggung jawab guru dalam mengembangkan dirinya sendiri sangat rendah, dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor. Dengan kata lain, tanggung jawab supervisor haruslah tinggi. Dengan demikian, guru akan dapat dikondisikan sedemikian, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya dengan baik (Imron,2011:75).
Supervisi pembelajaran yang berorientasi directive menampilkan perilaku-perilaku pokok yaitu; klarifikasi, presentasi, demonstrasi, penegasan, standarisasi, dan penguatan. Hasil akhir dari supervise demikian adalah berupa tugas guru. Pengkondisian guru melalu lingkungan yang dibangun oleh supervisor diharapkan memunculkan perilaku guru sebagaimana yang dikehendaki.
Ada 6 hal yang harus dilakukan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran (Imron,2011:76), yaitu: (1) Supervisor mengklarifikasi permasalahan, (2) Supervisor mempresentasikan gagasan mengenai apa dan bagaimana informasi akan dikumpulkan, (3) Supervisor mengarahkan apa yang harus dilakukan oleh guru, (4) Supervisor mendemonstrasikan kemungkinan perilaku guru; dan guru, jika perlu diminta untuk menirukan, (5) Supervisor menetapkan patokan atau standar tingkah laku mengajar yang dikehendaki. (6) Supervisor menggunakan insentif social dan material.
Jika pandangan directive demikian diterapkan dalam pendekatan klinik, akan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Pada tahap pre conference, supervisor mengklarifikasi dan mempresentasikabn gagasan, (2) Pada tahap observasi, supervisor memastikan apa yang harus dikerjakan oleh guru, (3) Pada saat post conference, supervisor mendemonstrasikan, menetapkan standard an memberikan insentif.
Pandangan nondirective supervisi pembelajaran ini dibangun dengan menggunakan psikologi humanistic mengenai mengajar dan belajar. menurut pandangan psikologi humanistic, belajar haruslah dilakukan dengan penemuan sendiri oleh siswa. Oleh karena itu, dalam belajar demikian, tingkat tanggung jawab guru rendah, sementara tanggung jawab siswa tinggi.
Jika pandangan directive demikian diterapkan dalam pendekatan klinik, akan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Pada tahap pre conference, supervisor mengklarifikasi dan mempresentasikabn gagasan, (2) Pada tahap observasi, supervisor memastikan apa yang harus dikerjakan oleh guru, (3) Pada saat post conference, supervisor mendemonstrasikan, menetapkan standard an memberikan insentif.
Pandangan Nondirective (tidak langsung) dalam Supervisi Pembalajaran
Pandangan nondirective supervisi pembelajaran ini dibangun dengan menggunakan psikologi humanistic mengenai mengajar dan belajar. menurut pandangan psikologi humanistic, belajar haruslah dilakukan dengan penemuan sendiri oleh siswa. Oleh karena itu, dalam belajar demikian, tingkat tanggung jawab guru rendah, sementara tanggung jawab siswa tinggi.
Dalam pandangan nondirective ini, tanggung jawab guru dalam mengembangkan dan mensupervisi dirinya sendiri adalah tinggi. Sebaliknya tanggung jawab supervisor dalam mensupervisi guru adalah rendah (Ali Imron, 2011:78).
Perilaku pokok supervisor dalam pandangan non directive supervisi tersebut meliputi: mendengarkan, mengklarifikasi, mendorong, mempresentasikan dan bernegosiasi. Target akhir yang diinginkan dengan perilaku suoervisi yang non directive demikian adalah: Perencanaan guru sendiri (teacher self plan).
Jika supervisi pembelajaran dalam pandangan nondirective ini ditempatkan dalam kerangka pendekatan klinik, maka dapat dikemukakan sebagi berikut; (1) Saat pre conference, supervisor mendengarkan masalah-masalah yang diajukan oleh guru. Jika diperlukan, dilakukanlah diagnosis oleh supervisor, (2) Saat observasi, supervisor mengamati hal-hal yang patut diamati guru, misalnya saja mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar-mengajarnya.
Perilaku pokok supervisor dalam pandangan non directive supervisi tersebut meliputi: mendengarkan, mengklarifikasi, mendorong, mempresentasikan dan bernegosiasi. Target akhir yang diinginkan dengan perilaku suoervisi yang non directive demikian adalah: Perencanaan guru sendiri (teacher self plan).
Jika supervisi pembelajaran dalam pandangan nondirective ini ditempatkan dalam kerangka pendekatan klinik, maka dapat dikemukakan sebagi berikut; (1) Saat pre conference, supervisor mendengarkan masalah-masalah yang diajukan oleh guru. Jika diperlukan, dilakukanlah diagnosis oleh supervisor, (2) Saat observasi, supervisor mengamati hal-hal yang patut diamati guru, misalnya saja mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar-mengajarnya.
Berdasarkan atas interpretasi atas hasil pengamatannya, supervisor mengarahkan kepada guru agar tahu masalahnya sendiri, mengetahui kelebihan dirinya dan sekaligus kekurangannya, (3) Saat post conference, supervisor mengidentifikasi kembali kelebihan dan kekurangan tampilan guru. Selanjutnya, supervisor dapat mempertanyankan kepada guru langkah apa saja yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kekurangannya sendiri.
Pandangan Collaborative supervisi pembelajaran mendasarkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam psikologi Kognitif. Belajar siswa dalam pandangan psikologi Kognitif adalah merupakan konvergensi antara pandangan Behavioristik dan pandangan Humanistik. Dengan demikian, dalam pandangan psikologi kognitif, belajar sesungguhnya merupakan konvergensi antara control instrumental lingkungan dan usaha penemuan oleh diri sendiri.
Jika dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang dan seimbang, maka pandangan collaborative dalam supervisi pembelajaran juga ada kedaultan yang seimbang antara dan guru. Tanggung jawab mereka masing-masing, yaitu sebagai guru dan sebagai supervisor, sama-sama sedang (Imron,2011:81-82).
Pandangan Collaborative dalam Supervisi Pembelajaran
Pandangan Collaborative supervisi pembelajaran mendasarkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam psikologi Kognitif. Belajar siswa dalam pandangan psikologi Kognitif adalah merupakan konvergensi antara pandangan Behavioristik dan pandangan Humanistik. Dengan demikian, dalam pandangan psikologi kognitif, belajar sesungguhnya merupakan konvergensi antara control instrumental lingkungan dan usaha penemuan oleh diri sendiri.
Jika dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang dan seimbang, maka pandangan collaborative dalam supervisi pembelajaran juga ada kedaultan yang seimbang antara dan guru. Tanggung jawab mereka masing-masing, yaitu sebagai guru dan sebagai supervisor, sama-sama sedang (Imron,2011:81-82).
Perilaku Supervisor dalam pandangan collaborative ini adalah; (1) Supervisor mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang dijadikan sebagai sasaran supervisi, (2) Supervisor mempertanyakan kepada guru mengenai sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, (3) Supervisor mendengarkan guru, (4) Supervisor mengajukan alternative pemecahan masalah kepada guru, (5) Supervisor dan guru bbernegosiasi atau berunding.
Penerapan Pendekatan Supervisi Pembelajaran
Pendekatan nondirektif, kolaboratif, dan direktif dilaksanakan berdasar kondisi dan perkembangan kemampuan guru yang disupervisi. Glickman menekankan dua aspek yaitu derajat komitmen dan abstraksi guru. Berdasarkan dua aspek ini guru dikategorikan dalam empat kelompok (kuadran). Adapun hubungan paradigma kategori guru dengan pendekatan yang digunakan supervisor seperti pada gambar berikut:
Keterangan:
- Garis horizontal = Derajat komitmen,
- Garis vertikal = Derajat abstraksi.
Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah (Kuadran I guru yang drop out) pendekatan supervisi yang tepat adalah Direktif. Supervisor banyak mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan patokan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif sosial dan material.
Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (Kuadran II guru kerjanya tak berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi namun komitmennya rendah (Kuadran III guru yang pengamat analitik) pendekatan supervisi yang cocok adalah kolaboratif. Supervisor berkolaborasi dengan guru.
Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah, bernegosiasi dengan guru.
Guru yang memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (Kuadran IV guru profesional) pendekatan supervisi yang tepat adalah nondirektif. Kegiatan supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru, membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.
Guru yang memiliki Abstraksi
Berpikir abstrak dan imajinatif adalah kemampuan untuk memindahkan konsep dan visualisasi, mengidentifikasi, kemampuan untuk menangkap, mengkategorisasikan dan mengumpulkan. Untuk memilih-milih kondisi yang ada digunakan matriks sebagai berikut:
Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir yang rendah tidak mampu melihat dengan jelas problema yang dihadapi di kelas waktu mengajar dan bila menghadapi kerja selalu bingung. Mereka tidak tahu apa yang dikerjakan dan selalu memerlukan petunjuk dari atasan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Mereka selalu menampakkan diri seolah-olah mata pelajaran yang diberikan itu paling hebat dan sukar dikerjakan dan banyak sekali memberikan pekerjaan rumah tetapi tidak pernah dibahas dan diperiksa.
Sedangkan guru yang tingkat abstraknya tinggi selalu mampu melihat masalah itu dari berbagai perspektif (apakah dari dirinya sendiri, dari siswa, dari orang tua, dan Kepala Sekolah dan sebagainya) dan mampu mengabstraksi berbagai alternatif pemecahan masalah.
Sedangkan guru yang tingkat abstraknya tinggi selalu mampu melihat masalah itu dari berbagai perspektif (apakah dari dirinya sendiri, dari siswa, dari orang tua, dan Kepala Sekolah dan sebagainya) dan mampu mengabstraksi berbagai alternatif pemecahan masalah.
Mereka juga memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dan jarang sekali sekarang ini guru ikut memikirkan dan menerangkan mengapa murid mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika atau sulit membaca; ia paling banyak hanya mengeluh.
Guru bukan saja harus memiliki kemampuan berpikir abstrak tetapi juga memiliki tingkat komitmen. Komitmen adalah kecenderungan untuk merasa terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Komitmen lebih luas daripada kepedulian (concern). Comitment is longer than concern, because it includes time and effort.
Seorang guru yang peduli terhadap tugas berati ia memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Tingkat kepedulian harus diikuti pula dengan etik profesional, bahwa ia memiliki komitmen terhadap jabatan guru. Secara etis ia terikat kepada sumpah jabatan, ialah bahwa tugas pokoknya memanusiakan manusia bukan mencari keuntungan pribadi.
Konsekuensi dari komitmen ini ia harus menyediakan waktu dan energi dalam melakukan tugasnya. Komitmen ini tidak diperoleh sejak lahir, tetapi harus dipelajari dan dikenal. Bagaimana membentuk rasa cinta pada tugas sebagai guru. Program pendidikan harus mampu mengubah sikap calon guru untuk kemudian dapat mencintai jabatan guru.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yakni; (1) Pendekatan Supervisi pembelajaran itu dibagi menjadi 3; Directive, Nondirective, Collaborative. Sedangkan Kolegial merupakan bentuk pelaksanaan supervisi, (2) Supervisi Kolegial merupakan, bentuk dari supervisi kelompok, (3) Untuk menerapkan pendeketan supervisi pembelajaran, maka seorang supervisor perlu terlebih dahulu mengetahui tingkat komitmen dan abstraksi guru. Agar dapat ditentukan pendekatan mana yang cocok untuk digunakan. (4) Untuk mengetahui tingkat komiten dan abstraksi guru, dapat digunakan table prototype guru.
Sumber:
Imron, Ali. 2011. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Guru yang Memiliki tingkat Komitmen
Guru bukan saja harus memiliki kemampuan berpikir abstrak tetapi juga memiliki tingkat komitmen. Komitmen adalah kecenderungan untuk merasa terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Komitmen lebih luas daripada kepedulian (concern). Comitment is longer than concern, because it includes time and effort.
Seorang guru yang peduli terhadap tugas berati ia memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Tingkat kepedulian harus diikuti pula dengan etik profesional, bahwa ia memiliki komitmen terhadap jabatan guru. Secara etis ia terikat kepada sumpah jabatan, ialah bahwa tugas pokoknya memanusiakan manusia bukan mencari keuntungan pribadi.
Konsekuensi dari komitmen ini ia harus menyediakan waktu dan energi dalam melakukan tugasnya. Komitmen ini tidak diperoleh sejak lahir, tetapi harus dipelajari dan dikenal. Bagaimana membentuk rasa cinta pada tugas sebagai guru. Program pendidikan harus mampu mengubah sikap calon guru untuk kemudian dapat mencintai jabatan guru.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yakni; (1) Pendekatan Supervisi pembelajaran itu dibagi menjadi 3; Directive, Nondirective, Collaborative. Sedangkan Kolegial merupakan bentuk pelaksanaan supervisi, (2) Supervisi Kolegial merupakan, bentuk dari supervisi kelompok, (3) Untuk menerapkan pendeketan supervisi pembelajaran, maka seorang supervisor perlu terlebih dahulu mengetahui tingkat komitmen dan abstraksi guru. Agar dapat ditentukan pendekatan mana yang cocok untuk digunakan. (4) Untuk mengetahui tingkat komiten dan abstraksi guru, dapat digunakan table prototype guru.
Sumber:
Imron, Ali. 2011. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
0 Komentar untuk "Pandangan Supervisi Pembelajaran; Directive, Non Directive, dan Collaborative"