Secara prinsip, fobia sanggup dihilangkan. Gangguan ini bukan kutukan seumur hidup. Seberapa cepat fobia sanggup dihilangkan? Tergantung seberapa berpengaruh kemauan klien.
Berikut ini langkah-langkah yang sanggup dipakai :
1. Kenali dulu tanda-tanda fobia dengan benar. Bedakan ketakutan normal dengan fobia. Takut ular, misalnya, ialah ketakutan biasa. Menjadi ketakutan irasional bila mendengar kata ular saja orang itu sudah berkeringat dingin.
Ketakutan khas fobia pun berlebihan sehingga memunculkan sikap yang kurang tepat. Misalnya tiap kali mengecek kolong daerah tidur alasannya ialah takut ada ular di sana, mengecek bawah daerah duduk, sofa, dan tempat-tempat lain yang dicurigai ada ularnya.
2. Bila memang fobia, minta orang itu mengingat kembali semenjak kapan munculnya. Semakin spesifik ceritanya ihwal penyebab fobianya, akan makin gampang melaksanakan terapinya. Kalau ia tidak ingat? Ya, tidak masalah.
3. Tanyakan pada klien sejauh mana ia ingin dibantu. Tiap klien punya hak untuk memilih hasil final terapi. Misalnya fobia nasi putih. Dia ingin bisa dibantu hingga bisa memegang nasi putih, bukan hingga pada bisa makan nasi putih.
Nah, harapan klien itulah tujuan terapi kita. Psikolog dihentikan memaksakan kehendak pada klien. Jangan paksakan klien hingga bisa makan nasi putih jikalau memang kemampuannya hanya hingga ingin memegang saja.
4. Lakukan terapi sesuai kemampuan klien. Ada teknik floading dan ada juga cara bertahap. Floading berarti menghadirkan stimulus yang ditakuti secara terus menerus, eksklusif dan intensitas tinggi. Misalnya takut air. Orang itu eksklusif diceburkan ke air biar takutnya hilang.
Teknik itu tidak bisa dipakai sembarangan. Efeknya ancaman bagi klien. Teknik kedua, jauh lebih aman. Hadirkan stimulus yang ditakutkan secara perlahan-lahan. Sambil menenangkan klien. Lakukan terus hingga klien siap untuk tahap berikutnya.
5. Kalau tidak berhasil? Konsultasikan pada psikolog terdekat.
Apapun jenis phobianya, jangan pernah dicemooh. Sepele bagi kita, big problem buat mereka. Kita tidak pernah tahu apa yang mereka alami ketika berinteraksi dengan objek ketakutan itu.
Lebih baik berusaha menolong (meskipun gagal...) daripada menghakimi atau mencela. Oya, jangan juga dijadikan ledekan. Memang sekilas reaksi mereka tampak 'lucu', tapi sungguh, mereka tidak bisa mengatasinya.
Semoga artikel singkat ini bermanfaat.
Penulis: Naftalia Kusumawardhani, Psi.
sumber:
kompas.com
Berikut ini langkah-langkah yang sanggup dipakai :
1. Kenali dulu tanda-tanda fobia dengan benar. Bedakan ketakutan normal dengan fobia. Takut ular, misalnya, ialah ketakutan biasa. Menjadi ketakutan irasional bila mendengar kata ular saja orang itu sudah berkeringat dingin.
Ketakutan khas fobia pun berlebihan sehingga memunculkan sikap yang kurang tepat. Misalnya tiap kali mengecek kolong daerah tidur alasannya ialah takut ada ular di sana, mengecek bawah daerah duduk, sofa, dan tempat-tempat lain yang dicurigai ada ularnya.
2. Bila memang fobia, minta orang itu mengingat kembali semenjak kapan munculnya. Semakin spesifik ceritanya ihwal penyebab fobianya, akan makin gampang melaksanakan terapinya. Kalau ia tidak ingat? Ya, tidak masalah.
3. Tanyakan pada klien sejauh mana ia ingin dibantu. Tiap klien punya hak untuk memilih hasil final terapi. Misalnya fobia nasi putih. Dia ingin bisa dibantu hingga bisa memegang nasi putih, bukan hingga pada bisa makan nasi putih.
Nah, harapan klien itulah tujuan terapi kita. Psikolog dihentikan memaksakan kehendak pada klien. Jangan paksakan klien hingga bisa makan nasi putih jikalau memang kemampuannya hanya hingga ingin memegang saja.
4. Lakukan terapi sesuai kemampuan klien. Ada teknik floading dan ada juga cara bertahap. Floading berarti menghadirkan stimulus yang ditakuti secara terus menerus, eksklusif dan intensitas tinggi. Misalnya takut air. Orang itu eksklusif diceburkan ke air biar takutnya hilang.
Teknik itu tidak bisa dipakai sembarangan. Efeknya ancaman bagi klien. Teknik kedua, jauh lebih aman. Hadirkan stimulus yang ditakutkan secara perlahan-lahan. Sambil menenangkan klien. Lakukan terus hingga klien siap untuk tahap berikutnya.
5. Kalau tidak berhasil? Konsultasikan pada psikolog terdekat.
Apapun jenis phobianya, jangan pernah dicemooh. Sepele bagi kita, big problem buat mereka. Kita tidak pernah tahu apa yang mereka alami ketika berinteraksi dengan objek ketakutan itu.
Lebih baik berusaha menolong (meskipun gagal...) daripada menghakimi atau mencela. Oya, jangan juga dijadikan ledekan. Memang sekilas reaksi mereka tampak 'lucu', tapi sungguh, mereka tidak bisa mengatasinya.
Semoga artikel singkat ini bermanfaat.
Penulis: Naftalia Kusumawardhani, Psi.
sumber:
kompas.com
0 Komentar untuk "5 Cara Atasi Fobia"