Seje Kuncit Seje Anggit Vs Ngadu Siyunge Bathara Kala

Adalah paribasan Jawa “Seje kuncit seje anggit”. Pengertian “kuncit” merupakan kuncir atau kucir, merupakan rambut panjang di kepala; sedangkan “anggit” merupakan gagasan, asumsi atau pendapat. Dengan demikian secara biasa “SEJE KUNCIT SEJE ANGGIT” sanggup diartikan “LAIN ORANG LAIN PENDAPAT”. Sesuatu yang wajar-wajar saja bahwa memang tidak siapa pun punya rekomendasi sama: mulai dari sesuatu yang amat sepele hingga yang paling serius.

Suatu di saat saya berjumpa dengan dr. Bambang Sardjono, MPH yang pada waktu goresan pena ini di-posting menjabat Staf Ahli Menkes. Komentar ia atas rekomendasi saya ihwal sesuatu, saya jawab dengan: “Wajar kemawon adhimas, seje kuncit seje anggit”.

Rupanya ia terpikat dengan paribasan-paribasan Jawa: “Punapa werdinipun seje kuncit seje anggit, kangmas?” Demikian pertanyaannya, senantiasa dengan Krama Inggil, walau ia telah amat usang menetap di Ibukota.

Saya jawab yang pada dasarnya seumpama klarifikasi pada alinea pertama goresan pena ini di atas.


CONTOH DARI SEBUAH FOTO

Kebetulan sekali, di saat berhenti di traffic-light di Sragen dalam perjalanan dari Surabaya ke Yogyakarta, saya memperoleh obyek foto yang menurut saya, menarik. Langsung saya jepret dari jendela mobil. Fotonya sanggup dipirsani pada gambar di bawah:

wajar saja bahwa memang tidak siapa pun punya rekomendasi sama SEJE KUNCIT SEJE ANGGIT vs NGADU SIYUNGE BATHARA KALA


Saya tulis untuk foto tersebut sesuatu yang tidak serius, saya upload di FB, dengan impian memperoleh komentar yang tidak serius juga. Tahun ini (2014) kita telah terlampau banyak rekomendasi serius yang berbeda, walau dengan sesama kawan sekalipun. Saya tulis selaku berikut:

ANTARA PRIA DAN WANITA: Kekuasaan, lebih pada wanita: Buktinya dia yang mengemudi. Kekerasan kepala, lebih pada laki-laki: Buktinya ia tidak pakai helm.

Ada enam rekomendasi terhadap foto dan goresan pena yang saya upload, (saya copy paste seumpama aslinya) di bawah (Semua yang berkomentar merupakan laki-laki):

1. Iku helmnya hanya satu, jadi diagem yang putri. Lha yang kakung ngalah (masa gentenan). Yen ana apa-apa sing penting yang putri selamet. Yang kakung rela berkorban. Iki eyang-eyangan dudu hyang-hyangan .

2. Menawi wonten panggenan kula, paribasan niku kok dados (nuwun sewu) “Sejen silit sejen anggit” nggih? ... dilanjutkan ... Mbokmenawi sanesipun panganggit migunakaken kucir nanging ugi dipun raosaken ugi ngangge utawi dumugi ing si......

3. Lha nek sing nyetir pak Kaji ya nganggo donga-donga disik.Nek ibune ya eksklusif mak wesss ...

4. Wanita bukan sekedar konco wingking

5. Topong putihnya itu lebih mempunyai pengaruh ketimbang helm lho. Kalau nggak yakin .... coba dibanting. Helmnya pecah, topongnya enggak

6. Alasan masuk nalar namun tidak relevan

Dari enam rekomendasi atau komentar di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa rekomendasi ada yang tidak konsentrasi pada topik, ada yang melebar, ada yang agak provokatif, untung tidak ada yang antagonis, dan seluruhnya bernada “guyonan”.

Bagaimanapun enam komentar di atas sanggup menterjemahkan jiwa “seje kuncit seje anggit”. Bahwa "beda pendapat"  adalah sesuatu yang masuk akal dan tidak perlu diperpanjang masalahnya. Ekstrimnya, tidak perlu rampung dengan “NGADU SIYUNGE BATHARA KALA”


NGADU SIYUNGE BATHARA KALA

Tentang “Ngadu siyunge Bathara Kala” kawan saya dr. Bambang Sardjono juga menanyakan: Nuwun sewu kangmas, siyung-siyungipun piyambak kok dipun aben. Punapa punika kalebet konflik pribadi?

“Dhimas, katuran maos seratan kula Bathara Kala yang Ditakuti salajengipun”, jawab saya.

Disitu disebutkan bahwa sebelum diaku anak oleh Bathara Guru, kedua siyung (taring) Bathara Kala dipotong. Taring sebelah kiri dicipta menjadi keris yang diberi nama Kaladithe, berikutnya diberikan terhadap Adipati Karna. Demikian pula taring sebelah kanan dicipta menjadi keris dengan nama Kalanadah, diberikan terhadap Harjuna. Pada saatnya nanti di perang besar Bharatayuda, Karna perang tanding melawan Harjuna.

Ngadu siyunge Bathara Kala merupakan duel dengan Keris antara dua ksatria, guna menjaga kebenaran masing-masing. Analog dengan para Hero di negara barat beberapa periode yang lalu: Duel dengan pestol atau pedang.


LIDING DONGENG

“Rak boten wonten ginanipun to, dhimas; wiwitanipun namung seje kuncit seje anggit, dipun pungkasi ngadu siyunge Bathara Kala?”

“Menawi punika mathuk sanget kangmas, ngugemi ungel-ungel RUKUN AGAWE SANTOSA, CRAH MARAHI BUBRAH. Kanthi pangesti, kawula alit gesangipun saged ayom, ayem lan tentrem”.

Sampai disini kita berpisah, dr. Bambang melalui tengah malam nanti berangkat melaksanakan kiprah ke Papua. Bon Voyage. (IwMM)

Related : Seje Kuncit Seje Anggit Vs Ngadu Siyunge Bathara Kala

0 Komentar untuk "Seje Kuncit Seje Anggit Vs Ngadu Siyunge Bathara Kala"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)