Gerhana Bulan: "Rembulannya Growah" |
Sebuah peribahasa dengan purwakanthi: "Goroh Growah".
“Goroh” yakni bohong atau dusta, sedangkan “growah” agak susah diterjemahkan dengan kata-kata. Maksudnya yakni sesuatu yang tadinya utuh kemudian gempal. Contoh sederhananya orang Jawa menyampaikan bulan yang sedang mengalami gerhana yakni “mbulane growah”.
Adapun arti peribahasa “Goroh – Growah” yakni “Orang yang berbohong pada saatnya niscaya akan mengalami kerugian besar”. Makara tidak perlu lah kita berbohong. Kerugian jawaban berbohong dapat macam-macam.
Beberapa teladan misalnya:
Beberapa teladan misalnya:
1. Ketahuan jikalau “goroh” niscaya akan menanggung malu, kecuali memang penduduknya “rai gedheg” alias tak mempunyai malu.
2. Harus senantiasa simpan energi, siap taktik untuk menutupi “goroh”nya. Satu kali orang berbohong maka ia mesti senantiasa mengingat kebohongan apa yang ia lakukan. Suatu dikala ia mesti berbohong lagi untuk menutupi kebohongan pertamanya. Demikian seterusnya hingga hasilnya tertangkap tangan alasannya yakni ia sudah kekurangan akal, bisa juga lupa alasannya yakni sudah terlampau banyak bohongnya.
3. Kalau menyangkut harta-benda kemudian dilaporkan terhadap pihak yang berwajib, ia akan lebih celaka lagi. Mengembalikan hasil tipuannya dan dapat plus eksekusi badan
4. Dijauhi kawan bahkan keluarga pun menyingkir. Kalau sudah tak mempunyai kawan maka celakalah manusia, alasannya yakni insan hidup mesti punya kawan.
HANYA CERITERA:
Kumpul-kumpul dengan kawan usang umumnya ceritera nostalgia jaman mahasiswa. Salah satu topiknya yakni mendustai dosen. Ada yang berhasil, ada yang kena batunya. Ini dongeng kawan saya, bertiga sebut saja namanya si Badu, Bari dan Banu.
Suatu di saat kami bertiga telat masuk kuliah, pas dosennya tenar selaku orang yang amat disiplin waktu. Syukur kami boleh masuk, namun disuruh menghadap di ruangnya setelah kuliah usai.
“Kami menolong kusir andong yang rodanya patah”, Badu yang mewakili menyediakan alasan.
“Kasihan, pak kusirnya sudah renta dan kebingungan”, Bari menyambung dengan paras muram
“Penumpangnya tiga orang ibu-ibu, yang dua histeris”, Banu menimpali.
Pak dosen manggut-manggut. “Kalian sungguh-sungguh hero muda. Saya bangga”. Beliau membuka laci mejanya, menngambil notes dan menyobek tiga lembar kertas. “Andong itu rodanya empat ya?” Beliau bertanya
“Betul pak, empat”. Badu, Bari dan Banu menjawab serentak tanpa curiga bahwa pak dosen mau mengerjai mereka.
Pak dosen tersenyum sambil membagikan kertas. “Kamu menghadap sana, kau sana, dan kau kesana”, perintahnya. “Tuliskan roda sebelah mana yang patah”.
Mereka bertiga pucat pasi. Tadi di luar mereka sudah bersekongkol menyerupai si gedheg lan si anthuk, tetapi yang permasalahan roda sebelah mana ini di luar perkiraan mereka. Bari memberanikan diri maju, terbata-bata ia menyampaikan: “Kami berbohong pak, tadi keasyikan ngobrol di warung”.
Kali ini nada bicara pak dosen menjadi lembut. “Sudah kalian tulis roda mana yang patah?”
Bari yang menjawab: “Tidak pak. Kalau kami tulis, mempunyai arti kami berbohong lagi”.
Dengan nada kebapakan pak dosen menyilakan mereka bertiga duduk di dingklik tamu, kemudian melanjutkan: “Kalau tadi kalian tulis roda mana yang patah, kemudian tertangkap tangan jikalau masing-masing menulis berbeda, kemudian kalian minta maaf, maka analisa saya akan berbeda. Kalian sudah melakukan kebohongan berantai. Hari ini saya amat senang ketemu dengan tiga ksatria muda”.
Beliau membisu sejenak, kemudian lanjutnya: “Nek ora nganggo goroh ngono piye to? Sapa Goroh bakal growah lho” (IwMM)
0 Komentar untuk "Goroh Growah"