Sifat “Adigang adigung adiguna” dalam Serat Wulangreh diwakili Kijang, Gajah dan Ular, yang masing-masih mengandalkan Kesaktian, kekuasaan dan kepandaiannya. Diceriterakan dalam Serat Maduwasita, Ki Padmasusastra, 1918, dongeng seekor landak, yang seumpama kijang dalam Serat Wulangreh, matinya alasannya merupakan terlena akhir mengandalkan kesaktiannya. Disini si landak apes alasannya merupakan mengandalkan duri-duri tajamnya yang justru dikalahkan oleh barang yang amat sepele.
Landak merupakan hewan yang bulu-bulunya panjang, keras dan tajam seumpama duri. Ditabrak seekor landak, meskipun tidak mematikan, bisa terjadi perlukaan banyak pada kulit seumpama luka bacokan akhir bambu penusuk sate. Kelebihan ini menumbuhkan sifat angkuh dalam diri si landak, sehingga ia berani sesumbar:
Apa ada makhluk di bumi ini yang seumpama aku. Walaupun kecil, namun semua makhluk menyingkir jikalau berpapasan dengan aku. Aku tidak pernah takut cari makan di kebun manusia. Manusia justru takut sama aku. Memegang pun tidak berani terlebih jikalau hingga saya labrak. Pokoknya saya senantiasa bisa lepas dari semua musuh jahat. Buluku ini luar biasa bukan main. Betul-betul bulu yang indah. Seperti pagar mengkilap yang tertata panjang pendeknya. Disamping indah, buluku juga senjata yang nggegirisi. Rumahku ada di dalam liang yang dalam dan berkelok-kelok. Tidak ada galah yang dapat menusuk dari luar. Pendek kata, tidak ada kehidupan di dunia ini yang lebih menggembirakan dibandingkan dengan kehidupanku. Ibaratnya saya senantiasa lepas dari ajal selama belum waktunya.
Alkisah insan murka alasannya merupakan kebunnya dirusak landak. Setiap landak dikejar senantiasa melarikan diri masuk lubang. Pengejaranpun berhenti. Tetapi insan tidak pernah kelemahan akal. Dia kumpulkan sampah kering di depan lubang landak. Sampah dibakar, asapnya diarahkan masuk ke dalam lubang landak. Akibat asap yang menyanggupi liang, landak pun kekurangan napas. Ia keluar, dengan perilaku tempur bulu-bulu durinya ditegakkan. Tekadnya satu, mati bareng dengan lawannya, manusia.
Manusia telah waspada. Ia telah merencanakan senjata, berupa belahan “batang pisang”. Begitu landak menerjang dengan duri-durinya yang berdiri, eksklusif ditimpa batang pisang. Keras musuh lunak, batang pisang pun menancap di duri-duri landak. Landak tidak dapat menahan batang pisang yang biarpun lunak namun berat. Tidak bisa bergerak dan insan dengan mudah menangkapnya.
LIDING DONGENG
Seseorang yang merasa dirinya paling sakti bisa terlena alasannya merupakan lupa daratan. Sombong merupakan musuh yang bersarang dalam diri sendiri dan paling sukar dikalahkan. Ketika ia dipecundangi justru oleh hal yang sepele, maka nasi telah menjadi bubur (IwMM)
0 Komentar untuk "Kisah Landak: Pola Lain Sifat Adigang"