Negara Yang Eka Adi Dasa Purwa Panjang Punjung Loh Jinawi Gemah Ripah Tata Tentrem Kerta Raharja


Melanjutkan posting kemarin berjudul Serat Sabda Tama: Pulih duk jaman rumuhun maka Ki Dhalang dalam suluknya melukiskan keadaan sebuah negara merupakan menyerupai judul di atas: NEGARI INGKANG EKA ADI DASA PURWA PANJANG PUNJUNG LOH JINAWI GEMAH RIPAH TATA TENTREM KERTA RAHARJA.

Bagi orang yang tidak begitu paham bahasa Jawa, mungkin tidak ngerti maksudnya, meskipun Ki Dhalang senantiasa menerangkan pada tiap simpulan kata. Sebaliknya Bagi yang lazim nonton wayang atau menyimak siaran wayang kulit di radio, akan kemudian begitu saja di telinganya, mendengar tanpa memperhatikan maknanya. Mungkin dianggap selaku aktivitas rutin belaka. Yang mereka tunggu merupakan obrolan para tokoh yang telah berjajar di depan layar.


KAEKA ADI DASA PURWA

Ki Dhalang akan membuka dengan kata-kata: Ingkang minurweng carita, anenggih negari pundi ta ingkang minangka bebukaning kandha ....... Ingkang :Kaeka adi dasa purwa” Selanjutnya diterangkan oleh Ki Dhalang: “Eka marang sawiji. Adi linuwih. Dasa sepuluh. Purwa kawitan” (Eka: satu; Adi: bagus, citranya bagus; Purwa: Awal). Terjemahan bebasnya merupakan “negara yang terpandang, citranya bagus, negara lain segan, masuk dalam 10 besar negara di dunia. Sudah barang pasti sepuluh besar yang bagus-bagus, misal derajat kesehatannya, perkembangan ekonominya, kesejahteraan rakyatnya, keamanannya dll. Hal ini diterangkan dalam kalimat berikutnya: “Dasar negari panjang punjung pasir wukir gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja”

PANJANG PUNJUNG

Ki Dhalang akan menjelaskan: “Panjang dawa pocapane, punjung luhur kawibawane”. Kata “Dawa pocapane” mempunyai arti panjang ceriteranya. Mempunyai sejarah panjang yang harum sehingga menjadi obrolan dimana-mana. Tidak cuma di dalam negeri tentunya, tetapi juga di negara lain. Adapun “Luhur kawibawane” mempunyai arti negara tersebut berwibawa, semua segan. Rakyatnya  bersatu dan negara-negara lain mengakui. Maka jadilah negara yang “panjang punjung” Berdaulat, disegani dan namanya harum semerbak kemana-mana.

PASIR WUKIR

Selanjutnya Ki Dhalang akan mengatakan: “Pasir samodra, wukir gunung” Pasir bergotong-royong mempunyai arti tanah, tetapi dalam bahasa pedhalangan “pasir” merupakan samodera. Berarti negara ini demikian besar. Ada lautan dan ada gunung-gunung. Itu semua merupakan aset, kekayaan yang kalau dikelola dengan baik akan memakmurkan rakyat. Oleh alasannya itu Ki Dhalang akan meneruskan mengenai situasinya: “Dene tata rakiting praja ngungkuraken pegunungan, ngeringaken benawi, ngananaken pasabinan, amengku bandaran ageng” Artinya kurang lebih: Letak kotaraja membelakangi gunung, lautan di sebelah kiri, pesawahan di sebelah kanan dan memiliki pelabuhan besar. Sebuah gambaran kesejahteraan dan kedamaian

LOH JINAWI

Ki Dhalang tidak berhenti hingga di sini. Kemakmuran digambarkan dengan kata-kata: “Loh subur kang sarwa tinandur, jinawi murah kang sami tinumbas”. Artinya: Loh merupakan subur semua yang ditanam dan Jinawi merupakan murah semua yang dibeli”. Kalau semua yang ditanam berkembang baik dan semua yang dibeli harganya terjangkau, niscaya rakyat bahagia dan hidupnya tenteram. Orang tidak akan takut-takut untuk mengunjungi negeri yang menyerupai ini. Oleh alasannya itu kalimat selanjutnya adalah:

GEMAH RIPAH

“Gemah lumaku jualan layar rinten dalu tan ana pedhote labet tan ana sangsayaning marga” Artinya kurang lebih: “Gemah mempunyai arti perjalanan jualan lewat bahari (layar) tidak ada putusnya dan tidak ada gangguan di jalan (aman). Makara gemah menggambarnya ramainya perniagaan. Bahkan siang malam tak ada hentinya, mempunyai arti aman. Sehingga acara perekonomian yang maju. Oleh alasannya itu kata “gemah” dilanjutkan dengan:

“Ripah jalma manca ingkang samya bebadra ketinggal jejel hapipit membakar cukit tepung taritis”. Adapun pengertiannya: Ripah merupakan orang-orang manca yang mencari kehidupan kelihatan sarat sesak berjejal berdempetan, makan hingga beradu sumpit menjadi satu. Makara “ripah” mengacu pada hiruk pikuk banyaknya orang. Bisa kita bayangkan: “Gemah Ripah”. Orang pada datang, negara jadi ramai sekali. Tentunya tidak cuma lantaran “Pasir wukir” nya “loh” harga-harganya “jinawi”. Ada sesuatu yang lain lagi sehingga mengakibatkan orang pada berdatangan.

TATA TENTREM

Inilah penyebab kemunculan dan keramaian: “Tata” menyampaikan sesuatu yang tertata dan ditaati. Disini ditekankan pada ketaatan atas aturan dan norma-norma kemasyarakatan. Ada ikatan yang dikontrol pemerintah dan ditaati semua orang. Kalau ada pelanggaran, pastinya kecil sekali dan tertuntaskan secara aturan yang berkeadilan. Bila terkait dengan norma penduduk pastinya dikerjakan lewat musyawarah. Oleh alasannya itu kejiwaan penduduk menjadi “Tentrem”, atau tenteram, tenang, kondusif dan damai, bisa merasa” “ayem alasannya ada yang “mengayomi” Inilah yang mengakibatkan orang tidak ragu untuk datang. Adapun hal-hal yang mengindikasikan bahwa masyarakatnya “tata tentrem” dilanjutkan Ki Dhalang selaku berikut:

KERTA RAHARJA

“Kerta kawula ing padusunan mungkul anggennya ulah tetanen mardi undhaking wulu pametu” yang artinya kurang lebih: Rakyat di desa bersungguh-sungguh dalam bertani untuk mengembangkan penghasilan. Kerta terkait dengan aktifitas kerja masyarakat. Disini yang dijadikan pola merupakan petani.

Adapun mengenai “Raharja” Ki Dhalang menerangkan lebih panjang-lebar: “Ingon-ingon rajakaya kebo sapi menda tanpa cinancangan, pitik iwen tan ana kinandhangan, yen rahina sami anggelar ing pangonan, gumanti ratri wangsul ana kandhangnya dhewe-dhewe. Parandene datan ana ingkang cicir sajuga, raharja tebih ing parangmuka”. Artinya kurang lebih: hewan ternak piaraan menyerupai kerbau, sapi, kambing tidak diikat. Ayam dan unggas yang lain tidak dikandangkan. Kalau pagi semua cari makan, berganti malam pulang ke kandangnya sendiri-sendiri. Walau demikian tidak ada yang kececer satupun. Raharja, jauh dari peperangan. Raharja mempunyai arti tidak ada kejahatan. Karena rakyat taat aturan dan kehidupan telah adil makmur.

PENUTUP

Dari uraian di atas terlihat bahwa Ki Dhalang  merangkai urut-urutan kata dalam kalimat tidak ngawur. Mengapa negara dapat “Kaeka adi dasa purwa” lantaran “panjang punjung” dan seterusnya. Sebuah visi yang mesti ditindaklanjuti dengan banting tulangnya misi bersama. Barangkali inilah gambaran yang telah mendekati “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” sebuah negara yang sarat kebajikan dan Tuhan melindungi, sehingga kehidupan masyarakatnya aman, tenteram, damai, sejahtera dan adil (IwMM)


Related : Negara Yang Eka Adi Dasa Purwa Panjang Punjung Loh Jinawi Gemah Ripah Tata Tentrem Kerta Raharja

0 Komentar untuk "Negara Yang Eka Adi Dasa Purwa Panjang Punjung Loh Jinawi Gemah Ripah Tata Tentrem Kerta Raharja"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)