Kali ini Darman yang membuka topik: “Kemarin kita bicara “Ngono ya ngono ning aja ngono. Kira-kira apa sama dengan sebutan Bener nanging ora pener?” (Bener: betul; benar; Pener: Tepat; sesuai pada tempatnya. Kaprikornus terjemahannya kurang lebih: Benar namun tidak pada tempatnya).
“Man, jangan bikin saya yang kemarin telah jelas, jadi galau lagi”, Toni yang memberi komentar duluan.
“Rasanya yang terakhir ini lebih tua, Man. Artinya ada sesuatu yang bener namun tidak pener gres kita komentari dengan ngono ya ngono ning aja ngono”. Mas Bagyo yang waktu obrolan tentang ngono ya ngono banyak ngowohnya (melongo) kali ini mempunyai pendapat.
“Apa pola mbah Harjo murka sama polisi muda itu sanggup dijadikan referensi?” Tanya Darman.
“Seratus, Man”, ujar mbah Harjo. “Tapi jangan saya saja yang dijadikan contoh. Kalian mesti punya pola lain”, sambungnya.
Mas Bagyo tersenyum, katanya: “Dalam sikap Jawa, mencela perbuatan seseorang merupakan sesuatu yang tidak baik. Tapi bagaimana saya tidak mencela, wong yang beliau lakukan itu betul-betul salah. Kaprikornus bener kan jika saya maki-maki dia. Masa saya tutup mata, pendengaran dan mulut. Tapi itu tidak pener. Mencela merupakan larangan budaya kita. Menunjukkan kesalahannya masih boleh. Kaprikornus langkah-langkah saya tadi bener namun tidak pener.”
“Wah hujan angka seratus hari ini”, sahut mbah Harjo. “Celaan menyebabkan sakit hati dan akan menumbuhkan permusuhan. Membetulkan kesalahan pun mesti santun biar tidak salah terima. Kalau kalian jadi pimpinan, memberi eksekusi bawahan merupakan salah satu kiprah kalian. Hukuman disiplin ada aturannya. Menegur lisan telah merupakan hukuman. Tapi jangan overacting, disuruh push up, dijemur di terik matahari, dan lain-lain”.
"Jadi, Perilakunya merupakan Bener nanging ora pener dan pituturnya Ngono ya ngono ning aja ngono. betul ya mbah?" Toni menjajal menghasilkan ringkasan.
"Hebat kamu, Ton", puji mbah Harjo
“Ada lagi, mbah”, sambung mas Bagyo. “Saya pernah kiprah di pedalaman Afrika. Saat itu telah melalui jam makan namun kami belum makan. Lalu seorang kawan Afrika saya bilang jika beliau mau cari masakan untuk kita berdua. Bener kan langkah-langkah beliau untuk mencari makanan? Dia pergi, tak hingga satu jam menenteng pisang ambon dua besar-besar. Dia suruh saya habiskan kini juga. Selesai makan kulitnya beliau ambil dan diamankan jauh-jauh. Ternyata pisang itu curian. Kaprikornus jejaknya hilang alasannya pisang telah masuk perut dan kulit pisang telah dibuang jauh-jauh. Ini masuk bener nanging ora pener juga kan?”
“Kalau itu ya ora bener tur ora pener” jawab Darman lugas, disusul gemuruh ketawa lainnya (IwM)
“Wah hujan angka seratus hari ini”, sahut mbah Harjo. “Celaan menyebabkan sakit hati dan akan menumbuhkan permusuhan. Membetulkan kesalahan pun mesti santun biar tidak salah terima. Kalau kalian jadi pimpinan, memberi eksekusi bawahan merupakan salah satu kiprah kalian. Hukuman disiplin ada aturannya. Menegur lisan telah merupakan hukuman. Tapi jangan overacting, disuruh push up, dijemur di terik matahari, dan lain-lain”.
"Jadi, Perilakunya merupakan Bener nanging ora pener dan pituturnya Ngono ya ngono ning aja ngono. betul ya mbah?" Toni menjajal menghasilkan ringkasan.
"Hebat kamu, Ton", puji mbah Harjo
“Ada lagi, mbah”, sambung mas Bagyo. “Saya pernah kiprah di pedalaman Afrika. Saat itu telah melalui jam makan namun kami belum makan. Lalu seorang kawan Afrika saya bilang jika beliau mau cari masakan untuk kita berdua. Bener kan langkah-langkah beliau untuk mencari makanan? Dia pergi, tak hingga satu jam menenteng pisang ambon dua besar-besar. Dia suruh saya habiskan kini juga. Selesai makan kulitnya beliau ambil dan diamankan jauh-jauh. Ternyata pisang itu curian. Kaprikornus jejaknya hilang alasannya pisang telah masuk perut dan kulit pisang telah dibuang jauh-jauh. Ini masuk bener nanging ora pener juga kan?”
“Kalau itu ya ora bener tur ora pener” jawab Darman lugas, disusul gemuruh ketawa lainnya (IwM)
0 Komentar untuk "Bener Nanging Ora Pener"