Episode pertama dari 6 tulisan: Kelengkapan Ksatria Jawa Paripurna: Wisma, Wanodya, Turangga, Kukila, Curiga
Kira-kira seumpama inilah pesan yang tersirat orang renta terhadap anak laki-lakinya yang telah cukup umur pada jaman dulu: Sebagai seorang ksatria, belumlah “jangkep” (lengkap) kalau kau belum mempunyai lima hal, yakni “Wisma (rumah), Wanodya (wanita), Turangga (Kuda), Kukila (burung) dan Curiga (keris). Maka si cowok pun membayangkan dirinya mempunyai rumah dengan pendapa joglo yang berwibawa, di dalam rumah itu ada istri anggun jelita, di emperan bergantungan kandang burung perkutut dan dia akan mengembara untuk berbuat kebajikan dengan mengendarai kuda hitam yang gagah perkasa plus sebilah keris terselip di pinggang. Gambaran imajiner sosok “hero” kira-kira memang seumpama itu.
Kira-kira seumpama inilah pesan yang tersirat orang renta terhadap anak laki-lakinya yang telah cukup umur pada jaman dulu: Sebagai seorang ksatria, belumlah “jangkep” (lengkap) kalau kau belum mempunyai lima hal, yakni “Wisma (rumah), Wanodya (wanita), Turangga (Kuda), Kukila (burung) dan Curiga (keris). Maka si cowok pun membayangkan dirinya mempunyai rumah dengan pendapa joglo yang berwibawa, di dalam rumah itu ada istri anggun jelita, di emperan bergantungan kandang burung perkutut dan dia akan mengembara untuk berbuat kebajikan dengan mengendarai kuda hitam yang gagah perkasa plus sebilah keris terselip di pinggang. Gambaran imajiner sosok “hero” kira-kira memang seumpama itu.
Apakah orang renta ngomong “wantahan’ begitu saja? Orang renta a la Jawa pastinya tidak akan bicara langsung. Ia senantiasa memberi perlambang. Si anak kalau telah cukup mengendap, dia paham apa “ngendika” orang tuanya. Umpama belum mengerti, dia akan tanya. Andaikan tidak “dhong” dan merasa telah “mumpuni” maka dia akan keluar rumah dengan gaya “hero” imajinernya. Bisa kesasar di jalan alasannya yakni imbas lingkungan sekitar, dapat pula hingga ke jalan yang benar walau sebagian mesti menempuh kelok liku dan tanjakan.
“Hero” dalam imajinasi kita (karena kita tidak pernah bersua “hero” yang bahwasanya dan cuma mengetahui dari kisah-kisah “fiksi” meskipun mungkin berlatar-belakang sejarah) yakni sosok yang “Kleyang (melayang-layang) kabur (terbawa terbang) kanginan (oleh angin)". Bak daun terbang ditiup angin. Kemana ia melangkah bergantung angin membawanya. Di perjalanan itulah dia berbuat kebajikan atau tersesat. Lihat saja pahlawan-pahlawan dalam ceritera silat, filem western, Petualangan Old Shatterhand, pengembara padang pasir tergolong pahlawan Jawa seumpama Mahesa Jenar dalam serial Nagasasra Sabuk Inten karya SH Mintardja.
Gambaran “Hero” kebanyakan yakni sosok pria berkuda, menenteng senjata, melaksanakan langkah-langkah heroik dan ... berjumpa wanita. Habis itu dia pergi lagi, “nerusake laku” meneruskan perjalanan. Ia melangkah, melangkah dan melangkah, menuju arah matahari terbit atau karam mencari petualangan heroik baru. Sepertinya dia tidak punya rumah kawasan tinggal, tidak mempunyai burung atau penghibur dikala santai dan tak terang darimana dia mendapatkan duit untuk makan sehari-hari, ganti baju dan bermalam di losmen murah.
Membaca kisah-kisah kepahlawanan “hero” kita, rasanya tak ada yang “jangkep” mempunyai ke lima unsur tersebut terutama rumah. Tokoh Winetou punya rumah. Selesai satu episode petualangan bareng Old Shatterhand, dia pulang ke “wigwam”nya, mungkin juga sekaligus berjumpa wanitanya.dan janjian untuk ketemu lagi di sebuah tempat. Demikian pula Zorro punya rumah dan , wanita. Tak disebut keduanya punya burung (hiburan) untuk “klangenan” di saat istirahat.
Lain lagi dengan “don Quixote”, terang dia memulai petualangan dari rumahnya di “la Mancha”. Punya kuda renta berjulukan “Rocinante”. Punya senjata tombak panjang lengkap dengan perisainya. Ia tidak pernah menikmati hiburan apapun. Tentang wanita, dia ciptakan sendiri dalam imajinasinya, seorang perempuan anggun “Dulcinea del Toboso”. terhadap perempuan imajinernya inilah dia melaksanakan misi ksatrianya.
0 Komentar untuk "Kelengkapan Ksatria Jawa Paripurna: Wisma, Wanodya, Turangga, Kukila, Curiga (1) - Pendahuluan"