Cukup banyak saya tulis sebutan ihwal “kerbau” Antara lain: Bodho kaya kebo, Kebo nusu (nyusu) gudel, Aja cedhak kebo gupak, Kebo kabotan sungu, Kebo bule mati setra dan Kebo mulih menyang kandhange. Ungkapan terakhir lebih bersifat umum. Tetapi sebutan pertama hingga dengan ke lima, kelihatannya memojokkan kerbau selaku ungkapan orang yang bodoh, sengsara, tidak berharga bahkan mengajak tidak baik.
BANYAK SEKALI UNGKAPAN DENGAN “KERBAU"
Sebenarnya masih ada beberapa sebutan yang meminjam nama kerbau yang maknanya juga tidak enak:
1. Kebo lumumpat ing palang: Orang yang tidak mematuhi peraturan yang seharusnya. Digunakan selaku ungkapan untuk orang-orang yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak cuma para pelanggar aturan namun juga untuk penegak aturan yang mengadili sebuah problem tanpa proses yang benar
2. Kebo mutung ing pasangan: Orang yang tertekan dan meninggalkan pekerjaannya
3. Kebo ilang tombok kandhang: Sudah kehilangan masih mesti keluar ongkos banyak. Bisa digunakan selaku ungkapan untuk orang yang titimpa kemalangan bertubi-tubi.
4. Digarokake dilukoake kaya si kebo dhebleng: Disuruh perjuangan lebih dari satu macam (garu dan luku) dan hampir tidak sempat istirahat
5. Dikebo ranggah: Dijadikan tumbal (kerbau sering dijadikan tumbal: Misal menanam kepala kerbau untuk mengawali sebuah pekerjaan bangunan)
Sampai disini sudah ada sebelas sebutan yang meminjam nama “kerbau” yang seandainya saya yakni kerbau, maka saya akan protes lewat perwakilan kerbau, kalau ada
MASIH BAIKAN KERBAU DARIPADA MANUSIA
Beruntunglah saya membaca Serat Wulangreh. Terhiburlah hati saya, alasannya dalam pupuh ke 11, sekar Asmaradana bait ke lima disebutkan:
Terjemahan: Tidak praktis orang hidup; Kalau tidak tahu hidupnya; Hidupnya sama dengan kerbau; Lebih baik daging kerbau; masih boleh dimakan; Sedangkan daging manusia; Kalau disantap niscaya haram.
Serat Wulangreh berisikan 13 pupuh (metrum tembang). Sekar Asmaradana yakni pupuh ke 11. Pada pupuh pupuh sebelumnya sudah banyak pitutur (nasihat) dan wewaler (larangan) yang disampaikan Susuhunan Pakubuwana IV biar insan dapat menjalankan kehidupannya dalam bermitra dengan sesama insan maupun dalam bermitra dengan Allah Swt.
Kurang-lebihnya, insan yang tidak tahu ihwal itu, disamakan dengan kerbau. Bahkan masih lebih baik kerbau alasannya dagingnya dapat disantap (IwMM).
Kurang-lebihnya, insan yang tidak tahu ihwal itu, disamakan dengan kerbau. Bahkan masih lebih baik kerbau alasannya dagingnya dapat disantap (IwMM).
0 Komentar untuk "Serat Wulangreh: Insan Dan Kerbau"