Serat Wulangreh: “Kejujuran”

“Kejujuran” pada jaman “maling teriak maling” menang sulit untuk dibahas terlebih dilaksanakan. Kalau saya sampaikan terhadap Bapak Ibu sekalian bahwa saya ini orang jujur, Bapak dan Ibu niscaya akan menertawakan saya. Kemudian di saat saya tunjukkan dengan perbuatan bahwa saya ini betul-betul jujur, misalnya dengan mengembalikan keistimewaan duit kembalian Rp 20.000,-  kembali saya akan ditertawakan. “Iya wong Cuma 20 ribu. Coba 20 juta, apa ya dikembalikan?”

JUJUR = TIGA “TIDAK”: TIDAK  (NIPU, NYOLONG, BOHONG)

Jujur dalam pemahaman “Honesty” menurut “Oxford English Dictionary” adalah: honesty refers to a facet of moral character and denotes positive, virtuous attributes such as integrity, truthfulness, and straightforwardness along with the absence of lying, cheating, or theft.

Intinya kembali ke “tidak bohong, tidak nipu dan tidak nyolong”, itulah “jujur” dan sulit dilaksanakan. Gebyar kehidupan dunia seperti mendorong sebagian kita untuk menjalankan “boninyo” (bohong-nipu-nyolong) ini. Orang-orang yang sinis menatap dunia mulai menghasilkan kata-kata plesetan untuk kejujuran ini. Yang semula “Jujur mujur” digeser menjadi “jujur ancur” atau “jujur kojur” Mungkin William Shakespeare tergolong salah satu diantaranya. Dalam “The Winter’s Tale” ia menyebutkan “What a fool honesty is”.


SAMIAJI: ORANG PALING JUJUR

Dalam dunia pewayangan Puntadewa (Yudistira, Samiaji) raja Amartapura disebut selaku sosok paling jujur di dunia ini. Konon darahnya berwarna putih. Di medan perang Bharatayuda, disebar rumor tentang janjkematian Aswatama untuk melemahkan mental Resi Dorna, ayahanda Aswatama.

Mati-matian sri Kresna membujuk Puntadewa kalau hingga ditanya Resi Dorna tentang kebenaran isu janjkematian Aswatama. Dengan logika sri Kresna juga lah Puntadewa menjawab pertanyaan Resi Dorna, tanpa bohong tetapi ada unsur bohong juga bahwa "esti tama mati". Esti yakni "gajah". Dengan ucapan "esti" dipelankan.

“Kejujuran” seharusnyalah berada di barisan depan dari sikap, sikap dan langkah-langkah kita. Kapan kita mulai menimba ilmu bohong dan nyolong mestinya menawan untuk diselidiki. Dari kecil, di rumah, di sekolah dan di pelajaran agama kita senantiasa memperoleh tuntunan tentang kejujuran. Kisah Sayidina Umar kawan Nabi Muhammad SAW dan masih aneka macam “wisdom stories” tentang ini.


PINOKIO: TIDAK JUJUR HIDUNG TAMBAH PANJANG

“Honesty is the first chapter of the book wisdom.” Demikian dibilang oleh Thomas Jefferson, Presiden ke tiga Amerika Serikat. Ingat Pinokio? Memang bukan kisah orisinil Indonesia. Boneka kayu yang hidup ini gres sanggup berubah jadi insan seutuhnya sehabis lulus cobaan hidup selaku manusia, antara lain kejujuran dan kesetiaan. Setiap Pinokio bohong, hidung kayunya bertambah panjang.Mula-mula ia cuma "kapok lombok" pada akhirya "betul-betul kapok".


SERAT WULANGREH: TIDAK JUJUR AKAN KOJUR

Saya bahagia membaca Serat Wulangreh, karya Sri Pakubuwana IV salah satunya yakni lantaran bahasanya yang tergolong sederhana dan “cekak aos blaka suta”, as it is, tanpa banyak kata-kata bersayap terlebih plesetan. Masalah “kejujuran” terdapat pada pupuh “Gambuh” bait ke dua selaku berikut:

Terjemahan: Jangan hingga terlanjur; Segala hal yang tidak jujur; Bila terlanjur, betul-betul kojur (sial) tidak baik; Lebih baik upayakan itu (kejujuran); Pitutur (nasihat) yang sejatinya.

Dapat kita lihat bahwa Sri Susuhunan Pakubuwana IV “Tidak” menyebut yang jujur itu kojur, justru yang tidak jujur yang kojur. Kata-kata “jujur kojur” gotong royong menyediakan sugesti negatif. Anak-anak kini sanggup saja beropini bahwa jujur itu baik, tetapi siapa yang akan kojur? Marilah kita tetap berpegang pada untaian kata: Becik ketitik, bener ketenger, ala ketara, salah seleh dan nora jujur sayekti kojur.

Kita kembali terhadap Sri Pakubuwana IV: “Yen kebanjur sayekti kojur”. Kalimat ini masih tetap berhubungan untuk masa sekarang dimana jujur justru tidak terkenal maupun ngetren. Oleh lantaran itu, “Honesty is always the best policy, even when it's not the trend.”  Demikian menurut Sean Covey dalam The Seven Habit of Highly Effective Teens.


PENUTUP

Kejujuran seharusnyalah menjadi “WAHANA” (kendaraan) bukan sekedar “WACANA” (idea) menuju kehidupan dunia yang nyaman dan hening sekaligus bekal sebuah di saat nanti. Bagaimana merubah “wacana” menjadi “wahana” kata kawan saya yang suka “otak-atik” praktis saja: “tinggal merubah aksara C dengan aksara H” (IwMM)

Related : Serat Wulangreh: “Kejujuran”

0 Komentar untuk "Serat Wulangreh: “Kejujuran”"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)