Konsep Analisa Kurikulum Merdeka Tingkat Sma



A. Pengertian

Penilaian yakni proses pengumpulan dan pembuatan informasi untuk mengukur pencapaian hasil berguru akseptor didik. Pelaksanaan penilaian di Sekolah Menengan Atas mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan dan peraturan-peraturan penilaian lain yang berkaitan yakni persyaratan perihal lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil berguru akseptor didik yang dipakai selaku dasar dalam penilaian hasil berguru akseptor didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Berkaitan dengan penilaian terdapat beberapa hal yang perlu diamati antara lain selaku berikut.

  1. Penilaian yang ditangani oleh guru hendaknya tidak cuma penilaian atas pembelajaran (assessment of learning), melainkan juga penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning) dan penilaian selaku pembelajaran (assessment as learning).
  2. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi dasar (KD) pada Kompetensi Inti (KI), yakni KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4.
  3. Penilaian menggunakan pola kriteria, yakni penilaian yang membandingkan capaian akseptor didik dengan persyaratan kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian seorang akseptor didik, baik formatif maupun sumatif, tidak ketimbang hasil akseptor didik yang lain tetapi ketimbang penguasaan kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi yang ditetapkan ialah ketuntasan berguru minimal yang disebut juga dengan persyaratan ketuntasan minimal (KKM).
  4. Penilaian ditangani secara berkala dan berkelanjutan, artinya semua indikator diukur, kemudian kesudahannya dianalisis untuk menyeleksi KD yang sudah dan yang belum dikuasai akseptor didik, serta untuk mengenali kesusahan berguru akseptor didik.
  5. Hasil penilaian dianalisis untuk menyeleksi tindak lanjut, berupa jadwal remedial bagi akseptor didik dengan pencapaian kompetensi di bawah ketuntasan dan jadwal pengayaan bagi akseptor didik yang sudah menyanggupi ketuntasan. Hasil penilaian juga dipakai selaku umpan balik bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran.

B. Pendekatan Penilaian
Penilaian konvensional condong ditangani cuma untuk mengukur hasil berguru akseptor didik. Dalam konteks ini, penilaian ditempatkan seolah-olah selaku kesibukan yang terpisah dari proses pembelajaran. Dalam perkembangannya penilaian tidak cuma mengukur hasil belajar, tetapi yang lebih penting yakni bagaimana penilaian bisa memajukan kompetensi akseptor didik dalam proses pembelajaran. Oleh lantaran itu penilaian perlu dilaksanakan lewat tiga pendekatan, yakni penilaian atas pembelajaran (assessment of learning), penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning), dan penilaian selaku pembelajaran (assessment as learning). Penilaian atas pembelajaran ditangani untuk mengukur capaian akseptor didik terhadap kompetensi yang sudah ditetapkan. Penilaian untuk pembelajaran memungkinkan guru menggunakan informasi keadaan akseptor didik untuk memperbaiki pembelajaran, sedangkan penilaian selaku pembelajaran memungkinkan akseptor didik menyaksikan capaian dan pertumbuhan belajarnya untuk menyeleksi target belajar.

Perkembangan proporsi ketiga pendekatan penilaian digambarkan pada piramida berikut:

(Sumber: www.etec.ctlt.ubc.ca)
Gambar.1. Piramida pendekatan penilaian

Pada penilaian konvensional, assessment of learning paling lebih banyak didominasi dibandingkan assessment for learning dan assesment as learning. Penilaian dalam Kurikulum Merdeka diperlukan sebaliknya, yakni lebih memprioritaskan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning.


Assessment of learning ialah penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengenali pencapaian hasil berguru setelah akseptor didik selesai mengikuti proses pembelajaran. Berbagai bentuk penilaian sumatif seumpama ulangan selesai semester, cobaan sekolah, dan cobaan nasional ialah contoh assessment of learning.



Assessment for learning ditangani selama proses pembelajaran berjalan dan dipakai selaku dasar untuk menjalankan perbaikan proses pembelajaran. Dengan assessment for learning guru sanggup menyediakan umpan balik terhadap proses berguru akseptor didik, mengawasi kemajuan, dan menyeleksi pertumbuhan belajarnya. Assessment for learning ialah penilaian proses yang sanggup dimanfaatkan oleh guru untuk memajukan kinerjanya dalam memfasilitasi akseptor didik. Berbagai bentuk penilaian formatif, misalnya tugas-tugas di kelas, presentasi, dan kuis, ialah contoh-contoh assessment for learning.

Assessment as learning seumpama dengan assessment for learning, lantaran juga dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Bedanya, assessment as learning melibatkan akseptor didik secara aktif dalam kesibukan penilaian. Peserta didik diberi pengalaman untuk berguru menganggap dirinya sendiri atau menyediakan penilaian terhadap temannya secara jujur. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antarteman (peer assessment) ialah contoh assessment as learning. Dalam assessment as learning akseptor didik juga sanggup dilibatkan dalam merumuskan mekanisme penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengenali dengan niscaya apa yang mesti ditangani mudah-mudahan menemukan capaian berguru yang maksimal.


C. Prinsip Penilaian

Dalam menjalankan penilaian hasil berguru mudah-mudahan kesudahannya sanggup diterima oleh semua pihak, baik yang dinilai, yang menilai, maupun pihak lain yang hendak menggunakan hasil penilaian, maka kesibukan penilaian mesti merujuk terhadap prinsip-prinsip penilaian.
Berikut prinsip-prinsip penilaian hasil berguru akseptor didik.

1. Sahih

Agar penilaian otentik (valid, yakni mengukur apa yang ingin diukur) mesti ditangani berdasar pada data yang merefleksikan kesanggupan yang diukur. Untuk menemukan data yang sanggup merefleksikan kesanggupan yang diukur mesti dipakai instrumen yang sahih.

2. Objektif

Penilaian tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Karena itu perlu dirumuskan pedoman penilaian (rubrik) sehingga sanggup menyamakan penglihatan penilai dan mengurangi subjektivitas. Apalagi penilaian kinerja yang memiliki cakupan, autentisitas, dan persyaratan penilaian sungguh kompleks. Untuk penilai lebih dari satu perlu dilihat reliabilitas atau konsistensi antar penilai (inter-rater reliability) untuk menjamin objektivitas setiap penilai.

3. Adil

Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan akseptor didik lantaran perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, sopan santun istiadat, status sosial ekonomi, gender, dan halhal lain. Perbedaan hasil penilaian sematamata mesti disebabkan oleh berbedanya capaian berguru akseptor didik pada kompetensi yang dinilai.

4. Terpadu

Penilaian oleh pendidik ialah salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kesibukan pembelajaran. Penilaian ialah proses untuk mengenali apakah suatu kompetensi sudah tercapai. Kompetensi tersebut diraih lewat serangkaian kesibukan pembelajaran. Karena itu penilaian dilarang terlepas terlebih menyimpang dari pembelajaran. Penilaian mesti mengacu pada proses pembelajaran yang dilakukan.

5. Terbuka

Prosedur penilaian dan persyaratan penilaian mesti terbuka, jelas, dan sanggup dipahami oleh siapapun yang berkepentingan. Dalam kala keterbukaan seumpama sekarang, pihak yang dinilai yakni akseptor didik dan pengguna hasil penilaian berhak mengenali proses dan pola yang dipakai dalam penilaian, sehingga hasil penilaian sanggup diterima oleh semua pihak.

6. Menyeluruh dan Berkesinambungan

Penilaian oleh pendidik meliputi semua faktor kompetensi dengan menggunakan banyak sekali teknik penilaian yang sesuai, untuk mengawasi perkembangan kesanggupan akseptor didik. Instrumen penilaian yang digunakan, secara konstruk mesti merepresentasikan faktor yang dinilai secara utuh. Penilaian ditangani dengan banyak sekali teknik dan instrumen, diselenggarakan sepanjang proses pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assessment as learning, for learning, dan of learning secara proporsional.

7. Sistematis

Penilaian ditangani secara bertujuan dan sedikit demi sedikit dengan mengikuti langkahlangkah baku. Penilaian seharusnya diawali dengan perencanaan/pemetaan, perihal apa yang hendak diukur, instrumen yang hendak dipakai serta mutu instrumen (sukar, sedang, mudah), dan mesti memiliki arti (meaningful learning). Dilakukan kenali dan analisis KD (kompetensi dasar), dan indikator ketercapaian KD. Berdasarkan hasil kenali dan analisis tersebut dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.
8. Beracuan Kriteria
Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi menggunakan pola kriteria. Artinya untuk menyatakan seorang akseptor didik sudah kompeten atau belum bukan dibandingkan terhadap capaian temanteman atau kelompoknya, melainkan dibandingkan terhadap persyaratan minimal yang ditetapkan. Peserta didik yang sudah meraih persyaratan minimal disebut tuntas, sanggup melanjutkan pembelajaran untuk meraih kompetensi berikutnya, sedangkan akseptor didik yang belum meraih persyaratan minimal wajib menempuh remedial.

9. Akuntabel

Penilaian sanggup dipertanggungjawabkan, baik dari sisi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Akuntabilitas penilaian sanggup dipenuhi jikalau penilaian ditangani secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, sebagaimana sudah diuraikan di atas. Perlu dipikirkan juga rancangan meaningful assessment. Selain dipertanggungjawabkan teknik, prosedur, dan hasilnya, penilaian juga mesti dipertanggungjawabkan kebermaknaannya bagi akseptor didik dan proses belajarnya.

D. Penilaian dalam Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka ialah kurikulum berbasis kompetensi dengan Kompetensi Dasar (KD) selaku kompetensi minimal yang mesti diraih oleh akseptor didik. Untuk mengenali ketercapaian KD, guru mesti merumuskan sejumlah indikator selaku pola penilaian dan sekolah juga mesti menyeleksi ketuntasan berguru minimal atau persyaratan ketuntasan minimal (KKM) untuk menentukan seorang akseptor didik sudah tuntas atau belum. KKM menggambarkan mutu satuan pendidikan, oleh lantaran itu KKM setiap tahun perlu dievaluasi dan diperlukan secara sedikit demi sedikit terjadi kenaikan KKM.

1. Kriteria Ketuntasan Minimal

KKM diputuskan oleh satuan pendidikan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan menimbang-nimbang karakteristik akseptor didik, karakteristik mata pelajaran, dan keadaan satuan pendidikan. KKM dirumuskan setidaknya dengan memperhatikan 3 (tiga) aspek, yakni kompleksitas materi/kompetensi, intake (kualitas akseptor didik), serta guru dan daya dukung satuan pendidikan.
  1. Aspek karakteristik materi/kompetensi yakni memperhatikan kompleksitas KD dengan mencermati kata kerja yang terdapat pada KD tersebut dan menurut data empiris dari pengalaman guru dalam membelajarkan KD tersebut pada waktu sebelumnya. Semakin tinggi faktor kompleksitas materi/kompetensi, kian menantang guru untuk memajukan kompetensinya.
  2. Aspek intake yakni memperhatikan mutu akseptor didik yang sanggup diidentifikasi antara lain menurut hasil cobaan nasional pada jenjang pendidikan sebelumnya, hasil tes permulaan yang ditangani oleh sekolah, atau nilai rapor sebelumnya. Semakin tinggi faktor intake, kian tinggi pula nilai KKMnya.
  3. Aspek guru dan daya dukung antara lain memperhatikan ketersediaan guru, kesesuaian latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu, kompetensi guru (misalnya hasil Uji Kompetensi Guru), rasio jumlah akseptor didik dalam satu kelas, fasilitas prasarana pembelajaran, proteksi dana, dan kebijakan sekolah. Semakin tinggi faktor guru dan daya dukung, kian tinggi pula nilai KKM-nya.
KKM seharusnya dibentuk sama untuk semua mata pelajaran pada semua tingkat kelas,
artinya nilai KKM sama untuk semua mata pelajaran pada sebuah sekolah. Nilai KKM
ditulis dalam dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
disosialisasikan terhadap semua warga sekolah.

Secara teknis mekanisme penentuan KKM mata pelajaran pada Satuan Pendidikan dapat

digambarkan pada alur selaku berikut:
Gambar 2. Alur penentuan KKM
  1. Menetapkan KKM setiap kompetensi dasar (KD), yang menggunakan kriteria analisis dengan menimbang-nimbang faktor karakteristik akseptor didik (intake), karakteristik mata pelajaran (kompleksitas materi/kompetensi), serta guru dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung);
  2. Menetapkan KKM mata pelajaran yang ialah rata-rata dari semua KKM kompetensi dasar yang terdapat dalam satu mata pelajaran;
  3. Menetapkan KKM pada tingkatan kelas yang ialah rata-rata dari semua KKM mata pelajaran pada setiap tingkatan kelas; dan
  4. Menetapkan KKM satuan pendidikan yang ialah rata-rata dari semua KKMpada setiap tingkatan kelas X, XI, dan XII dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran.
Contoh persyaratan dan skala penilaian penetapan KKM
Untuk mempermudah analisis setiap KD, perlu dibentuk skala penilaian yang disepakati oleh
guru mata pelajaran.


Tabel 1. Kriteria dan Skala Penilaian Penetapan KKM

1) Menentukan KKM setiap KD dengan rumus berikut:
Misalkan faktor daya dukung memperoleh skor 90
aspek kompleksitas memperoleh skor 70
aspek intake memperoleh skor 65
Jika bobot setiap faktor sama, nilai KKM untuk KD tersebut

Dalam menentukan nilai KKM per KD, pendidik/satuan pendidikan sanggup juga
memberikan bobot berlainan untuk masing-masing aspek.
Atau dengan menggunakan skor pada setiap persyaratan yang ditetapkan.

Tabel Kriteria Penskoran
Jika KD memiliki persyaratan kompleksitas tinggi, guru dan daya dukung tinggi, serta

intake akseptor didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:
Nilai KKM ialah angka bulat, maka nilai KKM-nya yakni 67.

2) Menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan rumus:

3) Menentukan KKM setiap tingkatan kelas dengan rumus:

4) Menentukan KKM satuan pendidikan dengan rumus:


2. KKM dan Interval Predikat
Setelah satuan pendidikan menyeleksi KKM selanjutnya satuan pendidikan menghasilkan interval predikat untuk menggambarkan klasifikasi mutu sekolah. Kategori mutu sekolah dalam bentuk predikat D, C, B dan A. Nilai KKM ialah nilai minimal untuk predikat C dan secara sedikit demi sedikit satuan pendidikan memajukan kategorinya sesuai dengan kenaikan mutu satuan pendidikan. Predikat untuk wawasan dan keahlian diputuskan menurut interval angka pada skala 0-100 yang disusun dan ditetapkan oleh satuan pendidikan. Penetapan tabel interval predikat untuk KKM dibentuk seumpama contoh pada tabel berikut. Misalnya KKM satuan pendidikan = N (besar nilai N yakni bilangan orisinil < 100)
Tabel  Penetapan Interval Predikat

Satuan pendidikan menyeleksi satu KKM untuk semua mata pelajaran baik pada satu tingkat kelas maupun tingkat sekolah. Setelah KKM setiap mata pelajaran ditentukan, satuan pendidikan sanggup menentukan satu KKM yang serupa dengan menimbang-nimbang nilai terendah, rata-rata, atau modus dari seluruh KKM mata pelajaran. Misalnya, Sekolah Menengan Atas Indonesia Cerdas memiliki KKM mata pelajaran terendah= 63 dan tertinggi= 65. Jika diputuskan reratanya maka diperoleh 64. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka Sekolah Menengan Atas Indonesia Cerdas sanggup menyeleksi satu KKM yang berlaku untuk semua mata pelajaran menurut rata-rata yakni 64, atau menurut nilai paling rendah yakni 63, atau dapat juga nilai diantara 63 dan 65 sesuai akad bareng lewat rapat Dewan Guru.


Model interval nilai dan predikat menggunakan satu ukuran. Pada contoh di atas Sekolah Menengan Atas “Indonesia Cerdas” memiliki satu KKM yakni 64, maka interval nilai dan predikat untuk semua mata pelajaran menggunakan tabel yang sama, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.

Tabel  Contoh interval predikat untuk Satu KKM= 64

Contoh tabel interval predikat diatas menggunakan pendekatan rata-rata dengan:
Semoga Bermanfaat.Sumber: Panduan Penilaian Kurikulum Sekolah Menengan Atas Revisi Juni 2023

Related : Konsep Analisa Kurikulum Merdeka Tingkat Sma

0 Komentar untuk "Konsep Analisa Kurikulum Merdeka Tingkat Sma"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)