Di suatu negeri zaman dahulu kala, seorang pramusaji raja terlihat gelisah. Ia galau kenapa raja tidak pernah adil terhadap dirinya. Hampir tiap hari, secara bergantian, pelayan-pelayan lain sanggup hadiah. Mulai dari cincin, kalung, duit emas, sampai perabot antik. Sementara dirinya tidak.
Hanya dalam beberapa bulan, nyaris semua pramusaji berubah kaya. Ada yang mulai membiasakan diri berpakaian sutera. Ada yang memakai cincin di dua jari manis, kiri dan kanan. Dan, nyaris tak seorang pun yang tiba ke istana dengan berlangsung kaki seumpama dulu. Semuanya tiba dengan kendaraan. Mulai dari berkuda, sampai dilengkapi dengan kereta dan kusirnya.
Ada pergantian lain. Para pramusaji yang sebelumnya betah berlama-lama di istana, mulai pulang cepat. Begitu pun dengan kemunculan yang tidak sepagi dulu. Tampaknya, mereka mulai sibuk dengan kendala masing-masing.
Cuma satu pramusaji yang masih miskin. Anehnya, tak ada klarifikasi sedikit pun dari raja. Kenapa dia begitu tega, justru terhadap pelayannya yang paling setia. Kalau lainnya mulai enggan mencuci baju dalam raja, si pramusaji miskin ini senantiasa bisa.
Hingga suatu hari, kegelisahannya tak lagi terbendung. "Rajaku yang terhormat!" ucapnya sambil bersimpuh. Sang raja pun mulai memperhatikan. "Saya mau undur diri dari pekerjaan ini," sambungnya tanpa ragu. Tapi, ia tak berani memandang tampang sang raja. Ia mengira, sang raja akan mencacinya, memarahinya, bahkan menghukumnya. Lama ia tunggu.
"Kenapa kau ingin undur diri, pelayanku?" ucap sang raja kemudian. Si pramusaji miskin itu diam. Tapi, ia mesti bertarung melawan takutnya. Kapan lagi ia sanggup mengeluarkan isi hati yang sudah tak lagi terbendung. "Maafkan saya, raja. Menurut saya, raja sudah tidak adil!" terang si pelayan, lepas. Dan ia pun pasrah menanti titah baginda raja. Ia yakin, raja akan membunuhnya.
Lama ia menunggu. Tapi, tak sepatah kata pun keluar dari lisan raja. Pelan, si pramusaji miskin ini memberanikan diri untuk mendongak. Dan ia pun terkejut. Ternyata, sang raja menangis. Air matanya menitik.
Beberapa hari setelah itu, raja dikabarkan wafat. Seorang kurir istana menyodorkan sepucuk surat ke sang pramusaji miskin. Dengan penasaran, ia mulai membaca, "Aku sayang kamu, pelayanku. Aku cuma ingin senantiasa akrab denganmu. Aku tidak mau ada penghalang antara kita. Tapi, jikalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, kuserahkan separuh istanaku untukmu. Ambillah. Itulah wujud sebagian kecil sayangku atas kesetiaan dan ketaatanmu."
***Mutiara Hikmah:
Betapa hidup itu memamerkan warna-warni yang beraneka ragam. Ada susah, ada senang. Ada tawa, ada tangis. Ada situasi mudah. Dan, tak jarang sulit.
Sayangnya, tak semua hamba-hamba Yang Maha Diraja sanggup meluruskan sangka. Ada kegundahan di situ. Kenapa kesetiaan yang selama ini tercurah, siang dan malam; tak pernah membuahkan bahagia. Kenapa yang setia dan taat pada Raja, tak sanggup apa pun. Sementara yang coba-coba sanggup begitu kaya.
Karena itu, kenapa tidak kita coba untuk sesekali memandang ‘wajah’Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keserasian alam raya yang tak pernah bosan melayani hidup manusia, menghantarkan si pramusaji setia terhadap hidup yang kelak lebih bahagia.
Pandanglah, insya Allah, kita akan mendapati balasan jikalau Sang Raja begitu sayang pada kita.
Sumber: Kisahinspirasi.Blog
Hanya dalam beberapa bulan, nyaris semua pramusaji berubah kaya. Ada yang mulai membiasakan diri berpakaian sutera. Ada yang memakai cincin di dua jari manis, kiri dan kanan. Dan, nyaris tak seorang pun yang tiba ke istana dengan berlangsung kaki seumpama dulu. Semuanya tiba dengan kendaraan. Mulai dari berkuda, sampai dilengkapi dengan kereta dan kusirnya.
Ada pergantian lain. Para pramusaji yang sebelumnya betah berlama-lama di istana, mulai pulang cepat. Begitu pun dengan kemunculan yang tidak sepagi dulu. Tampaknya, mereka mulai sibuk dengan kendala masing-masing.
Cuma satu pramusaji yang masih miskin. Anehnya, tak ada klarifikasi sedikit pun dari raja. Kenapa dia begitu tega, justru terhadap pelayannya yang paling setia. Kalau lainnya mulai enggan mencuci baju dalam raja, si pramusaji miskin ini senantiasa bisa.
Hingga suatu hari, kegelisahannya tak lagi terbendung. "Rajaku yang terhormat!" ucapnya sambil bersimpuh. Sang raja pun mulai memperhatikan. "Saya mau undur diri dari pekerjaan ini," sambungnya tanpa ragu. Tapi, ia tak berani memandang tampang sang raja. Ia mengira, sang raja akan mencacinya, memarahinya, bahkan menghukumnya. Lama ia tunggu.
"Kenapa kau ingin undur diri, pelayanku?" ucap sang raja kemudian. Si pramusaji miskin itu diam. Tapi, ia mesti bertarung melawan takutnya. Kapan lagi ia sanggup mengeluarkan isi hati yang sudah tak lagi terbendung. "Maafkan saya, raja. Menurut saya, raja sudah tidak adil!" terang si pelayan, lepas. Dan ia pun pasrah menanti titah baginda raja. Ia yakin, raja akan membunuhnya.
Lama ia menunggu. Tapi, tak sepatah kata pun keluar dari lisan raja. Pelan, si pramusaji miskin ini memberanikan diri untuk mendongak. Dan ia pun terkejut. Ternyata, sang raja menangis. Air matanya menitik.
Beberapa hari setelah itu, raja dikabarkan wafat. Seorang kurir istana menyodorkan sepucuk surat ke sang pramusaji miskin. Dengan penasaran, ia mulai membaca, "Aku sayang kamu, pelayanku. Aku cuma ingin senantiasa akrab denganmu. Aku tidak mau ada penghalang antara kita. Tapi, jikalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, kuserahkan separuh istanaku untukmu. Ambillah. Itulah wujud sebagian kecil sayangku atas kesetiaan dan ketaatanmu."
***Mutiara Hikmah:
Betapa hidup itu memamerkan warna-warni yang beraneka ragam. Ada susah, ada senang. Ada tawa, ada tangis. Ada situasi mudah. Dan, tak jarang sulit.
Sayangnya, tak semua hamba-hamba Yang Maha Diraja sanggup meluruskan sangka. Ada kegundahan di situ. Kenapa kesetiaan yang selama ini tercurah, siang dan malam; tak pernah membuahkan bahagia. Kenapa yang setia dan taat pada Raja, tak sanggup apa pun. Sementara yang coba-coba sanggup begitu kaya.
Karena itu, kenapa tidak kita coba untuk sesekali memandang ‘wajah’Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keserasian alam raya yang tak pernah bosan melayani hidup manusia, menghantarkan si pramusaji setia terhadap hidup yang kelak lebih bahagia.
Pandanglah, insya Allah, kita akan mendapati balasan jikalau Sang Raja begitu sayang pada kita.
Sumber: Kisahinspirasi.Blog
0 Komentar untuk "Prasangka Buruk"