Alkisah sebuah masa, berjalanlah seorang ayah bareng anaknya untuk bersafar di negeri tetangga. Mereka berdua melangkah melintasi perkampungan sambil menuntun seekor unta selaku kendaraan. Singkat cerita, alasannya yakni merasa kasihan dengan si anak, karenanya diperintahkanlah oleh sang ayah mudah-mudahan anaknya menaiki punggung onta, sementara ia berlangsung menuntun binatang berpunuk tersebut.
Belum jauh mereka melanjutkan perjalanan, bertemulah rombongan kecil ini dengan seorang tua. “Hei, keterlaluan sekali kamu anak muda, mengapa kamu biarkan Bapakmu yang renta berlangsung sementara kamu malah yummy duduk di atas onta!!”, bentak orang renta tersebut pada si anak. “Dimana rasa hormatmu pada bapakmu?”, lanjut orang renta tersebut ketus.
Tanpa perlu menjawab, dengan kesadaran tinggi anak itu turun dari onta, dan mempersilakan sang bapak duduk diatas onta.
Merasa tidak nyaman, bapak ini karenanya menuruti kemauan anaknya. Tak lama, satu dua langkah kaki onta berjalan, bertemulah mereka dengan seorang penggerak pemberian hak asasi anak.
Dia berucap, “Wahai bapak yang mulia, mengapa kamu biarkan anakmu yang masih kecil berlangsung di terik mentari”. Ucapan yang masuk akal mengingat onta ada di padang pasir yang begitu panas, bukan di hutan tropis.
Sejenak sang bapak tertegun, berpikir dan pada karenanya bermusyawarah dengan anaknya dan sepakat meneruskan perjalanan. “Bapak akan turun nak, biarkan binatang ini tanpa beban, tunjukkan solidaritas kita pada onta renta ini, biar kita jalan bersama”. Bapak ini pada karenanya turut berjalan.
Akhirnya mereka berdua berlangsung kaki, dengan menenteng onta.
Tak usang kemudian mereka berjalan, tibalah mereka di padang gersang nan panas. Suasana sangat menyiksa, khususnya alasannya yakni mereka berlangsung kaki dan semakin parah alasannya yakni tidak adanya gerai siap saji di jalan.
Tak usang kemudian mereka berjalan, tibalah mereka di padang gersang nan panas. Suasana sangat menyiksa, khususnya alasannya yakni mereka berlangsung kaki dan semakin parah alasannya yakni tidak adanya gerai siap saji di jalan.
Bertemulah mereka dengan seorang saudagar kaya bareng kafilahnya. Melihat keadaan anak dan ayah pembawa onta itu, bertitahlah saudagar itu “Dasar dungu, mengapa kamu sia-siakan punggung ontamu, bukankah lebih baik jika kamu duduk bareng anakmu diatasnya”.
“Nak, mari kita sama-sama menaiki onta ini, tidak yummy rasanya menjadi materi gunjingan”, Bapak tersebut berbisik sambil bergidik pada anaknya, takut disindir lagi rupanya. Mendengar ucapan itu, kembali sang bapak khawatir. Wajahnya pucat sementara sang anak risau menimbang-nimbang yang bekerjsama terjadi. “Apa yang mereka pikirkan?’, mungkin itu yang ada dalam pikiran anak kecil itu sekarang.
Satu dua tiga langkah onta berjalan, sesaat itu pula ucapan orang lain kembali terlontar. “Hei, tak kasiankah kalian pada onta renta itu? Dasar keterlaluan kalian menyiksa binatang”, rupanya kali ini kelompok pecinta binatang unjuk suara. Mendengarnya, sang bapak terkejut dan terpana kebingungan. Wajahnya merah padam menahan jengkel, risau dan heran yang bercampur jadi satu.
Akhirnya sejurus langkah diambil olehnya. “Sudah nak, biar bapakmu tuntaskan ini”, ungkapnya pada si anak. Tanpa banyak bicara digendonglah onta itu di pundaknya. Melihat itu, berteriaklah seseorang lain dengan keras “Dasar lelaki gila”. Mendengar itu sang anak yang mulai tidak sabar karenanya angkat bunyi pada sang bapak, “Sudahlah bapak, biar saya jalan kaki saja”.
0 Komentar untuk "Kisah Ayah, Anak Dan Seekor Onta"