Pertentangan antara PKI dan Angkatan Darat (AD)
Adanya perbedaan ideologi serta kepentingan antara PKI dan Angkatan Darat menimbulkan keduanya bersaing satu sama lain. Sesuai dengan ideologi yang dianutnya, PKI berkepentingan merintis berdirinya negara komunis. Adapun Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara berkepentingan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara.Pada bulan Januari 1965 PKI mengajukan gagasan pembentukan angkatan kelima. Gagasan tersebut berisi tuntutan biar kaum buruh dan tani dipersenjatai Hal tersebut dilakukan untuk menggalang kekuatan menghadapi neokolonial imperialisme (nekolim) Inggris dalam rangka Dwikora. Pada bulan Mei 1965, PKI melempar isu adanya Dewan Jenderal dalam tubuh Angkatan Darat. Menurut PKI, Dewan Jenderal ditafsirkan sebagai tubuh yang mempersiapkan kudeta dari Presiden Soekarno.
Angkatan Darat secara tegas menolak gagasan pembentukan angkatan kelima. Menurut Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani, pembentukan angkatan kelima tidak efisien dan merugikan revolusi Indonesia. Penolakan pembentukan angkatan kelima dinyatakan pula oleh Laksamana Muda Martadinata atas nama Angkatan Laut. Mereka hanya sanggup mendapatkan jikalau angkatan kelima berada dalam lingkungan ABRI dan ditangan komando perwira yang profesional.
Adapun dalam menanggapi adanya isu Dewan Jenderal, pimpinan Angkatan Darat meyakinkan presiden akan kesetiaan mereka terhadap pemerintah. Pimpinan Angkata Darat menyatakan bahwa ilahi yang ada dalam Angkatan Darat bukan Dewan Jenderal, melainkan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) yang bertugas menunjukkan seruan kepada Men/Pangad perihal promosi jabatan dan pangkat para perwira tinggi.
Di tengah persaingan antara PKI dan Angkatan Darat, pada bulan Juli 1965 muncul informasi perihal memburuknya kesehatan Presiden Soekarno. Menurut tim dokter yang khusus didatangkan dari RRC, ada kemungkinan presiden akan lumpuh atau meninggal. Pimpinan PKI yang mengetahui informasi itu pribadi dari dokter-dokter RRC, merasa perlu segera mengambil tindakan.
Pemberontakan G-30-S/PKI
Letnan Kolonel Untung sebagai pimpinan gerakan memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan unutk mulai bergerak pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada dini hari itu, mereka melaksanakan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama dari Angkatan Darat.Para perwira Angkata Dara tersebut disiksa dan dibunuh yang lalu dimasukkan ke dalam satu sumur renta di Lubang Buaya yang terletak di sebelah selatan Pangkalan Udara Utama Halim Perdanankusuma. Enam jenderal korban dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat tersebut ialah sebagai berikut.
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat atau Men/Pangad).
2. Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Pangad).
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Pangad).
4. Mayor Jenderal Siswondo Parman (Asisten I Pangad).
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus (Asisten IV Pangad).
6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur).
Ketika terjadinya penculikan para perwira Angkatan Darat, Jenderal A.H. Nasution yang juga menjadi sasaran penculikan berhasil menyelamatkan diri sesudah kakinya tertembak. Namun, putrinya yang berjulukan Ade Irma Suryani menjadi korban sasaran tembak dan lalu gugur. Ajudan Jenderal A.H Nasution yang berjulukan Lettu Pierre Andreas Tendean juga menjadi korban, sedangkan Pembantu Letnan Polisi Karel Satsuit Tubun gugur pada ketika melaksanakan perlawanan terhadap gerombolan yang berusaha menculik Jenderal A.H. Nasution.
Pembunuhan dan penculikan serupa juga terjadi di Yogyakarta dan menjadikan korban Komando Resimen 072 Pamungkas Kolonel Katamso serta Kepala Staf Korem 072 Pamungkas Letkol Sugiyono. Keduanya dibunuh dengan kejam di Kentungan, tempat markas suatu batalion yang dikuasai oleh perwira komunis.
Penumpasan G-30-S/PKI
Setelah mendapatkan laporan terjadinya penculikan para pemimpin Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat) segera mengamibl langkah-langkah untuk memulihkan keamanan di ibu kota. Langkah-langkah tersebut yaitu dengan menyelamatkan dua objek vital, yaitu Gedung RRI dan sentra telekomunikasi. Dalam waktu dua puluh lima menit resimen RPKAD di bawah Sarwo Edhi berhasil merebut kedua objek tersebut. Pada pukul 20.10 WIB Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat megeluarkan pernyataan resmi yang isisnya memberitahukan kepada seluruh rakyat bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi insiden penculikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang dilakukan oleh golongan kontrarevolusioner yang menamakan dirinya Gestapu (Gerakan 30 September).Selanjutnya, mereka telah mengambil alih kekuasaan negara. Mayor Jenderal Soeharto menegaskan bahwa kekuatan Gestapu sanggup dihancurkan dan NKRI yang menurut Pancasila niscaya tetap jaya. Pidato Mayor Jenderal Soeharto tersebut sanggup meredakan kegelisahan rakyat dan mereka sanggup mengetahui citra yang terang perihal situasi negara.
Operasi penumpasan dilanjutkan dengan sasaran Pangkalan Udara Utama/ Lanuma Halim Perdanakusuma, yang menjadi basis kekuatan G-30-S/PKI. Operasi ini bertujuan untuk mecari tempat dan menilik nasib para Jenderal yang diculik.
Kemudian operasi dilanjutkan ke Lubang Buaya. Atas petunjuk dari Ajudan Brigadir Polisi Sukitman, pada tanggal 3 Oktober ditemukan sumur renta tempat penguburan mayit para perwira Angkatan Darat. Pada tanggal 4 Oktober dilakukan pengangkatan seluruh mayit para perwira dan pada tanggal 5 Oktober para perwira dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Para perwira dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi serta diberikan pangkat setingkat lebih tinggi secara anumerta.
0 Komentar untuk "Peristiwa G-30-S/Pki"