Dalam UU RI No.20 Thn. 2003 wacana Sisdiknas pasal 1, dijelaskan bahwa Pendidikan yaitu perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar penerima didik secara aktif membuatkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, watak mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No.20 Thn.2003,2010:2).
Sedangkan Pendidikan Islam, yang merupakan bab dari pendidikan Nasional terdapat benyak definisi yang diberikan oleh para ahli, diantaranya ialah sebagai berikut
Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al Syaebani (dalam Muzayyin,2009:15), bahwa pendidikan Islam yaitu perjuangan mengubah tingkah laris individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.
Haitami Salim (2012:33) mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laris manusia, baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun didik yang sesuai dengan fitrahya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Sebagaimana definisi wacana pendidikan Islam diatas, maka sanggup penulis simpulkan bahwa pendidikan Islam ialah perjuangan untuk mengarahkan, membimbing seseorang maupun golongan untuk sanggup menjadi insan yang sesuai fitrahnya dengan berlandaskan nilai-nilai anutan Islam.
Pendidikan Islam merupakan bab dari pendidikan Nasional, untuk itu perlu diuraikan Tujuan pendidikan Nasional terlebih dahulu. Tujuan pendidikan nasional sebagaiman UU No.20 Thn. 2003 wacana sisdiknas pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20 Thn. 2003 wacana SISDIKNAS).
Jika kita berbicara wacana tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara wacana nilai-nilai yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna tujuan pendidikan Islam tidak lain yaitu tujuan yang merealisasikan idealitas Islami. Sedangkan idealitas Islami itu sendiri pada hakikatnya yaitu mengandung nilai sikap insan didasari atau dijiwai oleh iktikad dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati (Muzayyin,2009:108).
Tujuan pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi lima macam (Imron Fauzi,2012:61), yakni sebagai berikut:
Menurut penulis, Pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan penerima didik tidak hanya terbatas hanya pada kecerdasan logika saja, namun juga kecerdasan spiritual. Yang mana kecerdesan tersebut sanggup seimbang, sehingga sanggup mengarahkan penerima didik tidak hanya dalam segi duniawi saja, tetapi juga ukhrowinya. Selain itu, tujuan utama ialah untuk menjadi insan yang berjalan diatas jalur fitrahnya sebagai manusia.
Pendidikan Islam sebagai wadah pengembangan logika dan pikiran, pengarah tata-laku dan perasaan tentu saja menurut nilai anutan Islam, biar nilai tersebut sanggup diserap dalam kehidupan. Oleh lantaran itu, pendidikan harus sesuai dengan alur kehidupan yang akan diraih sanggup diupayakan.
Islam memperlihatkan kesempatan yang luas kepada logika untuk berkreasi dan berfikir. Keimanan yang secara sepintas harus diterima secara pasrah, bukan berarti mematahkan dan mematikan kreativitas akal, melainkan biar perasaan dan naluri insan sanggup berjalan untuk mengimbangi tindakan yang dilakukan biar sesuai dengan yang digariskan oleh syara’. Naluri yang tunduk (ta’abbud) yaitu tujuan Tuhan membuat Manusia, baik individu, maupun kelompok (Haitami Salim,2012:35).
Ramayulis (2002: 121) membagi dasar-dasar pendidikan Islam sebagai berikut:
Abdul Wahab Khallaf (dalam Ramayulis, 2002: 122) mendefinisikan al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada hati Rasulullah dengan lafadz bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi insan dengan penunjuknya serta beribadah kepadanya.
Al-Qur’an yaitu kitab suci yang paling benar, paling bermanfaat dan paling tepat yang meliputi semua hal yang menyangkut kehidupan ini. Ia yaitu harta karun yang tidak akan pernah habis mutiaranya (Abdul Basith,2002:5).
Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam sanggup dipahami dari ayat al-Qur’an itu sendiri. Firman Allah Surat An-Nahl ayat 64: “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan biar kau sanggup menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q.S An-Nahl: 64).
Hadits menjadi dasar pendidikan Islam selanjutnya lantaran Allah SWT menyebabkan Muhammad SAW sebagai contoh bagi umatnya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri contoh yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari final zaman dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab:21)”
Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula ibarat yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan ketetapan Nabi inilah yang disebut hadits atau sunnah.
Karena al-Qur’an dan Hadits banyak mengandung arti umum, maka para hebat aturan dalam Islam memakai ijtihad untuk memutuskan aturan tersebut. Penggunaan ijtihad sanggup dilaksanakan dalam seluruh aspek anutan Islam, termasuk juga aspek pendidikan. Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, alasannya yaitu anutan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja (Ramayulis,2002:128).
Maslahah Mursalah yaitu memutuskan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan (Ramayulis,2002:129).
Masyarakat yang berada disekitar forum pendidikan Islam kuat terhadap berlangsungnya pendidikan, maka dalam setiap pengambilan kebijakan hendaklah mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat supaya jangan terjadi hal-hal yang sanggup menghambat berlangsungnya proses pembelajaran.
‘Urf yaitu sesuatu perbuatan dan perkataan yang menyebabkan jiwa merasa hening mengerjakan suatu perbuatan, lantaran sejalan dengan logika sehat yang diterima oleh tabi’at yang sejahtera. Masud Zuhdi (Ramayulis,2002:130) mengemukakan bahwa ‘urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah:
Materi pendidikan Islam meliputi beberapa bidang studi, isi jadwal setiap bidang studi yaitu materi pengajaran yang diuraikan dalam bentuk pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dngan sub-pokok bahasan. Isi jadwal bidang studi ini ditetapkan menurut tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan-tujuan instruksional (Haitami,2012:207).
Selanjutnya struktur keilmuan pendidikan Islam sanggup digambarkan sebagai berikut ini (Choirul Anam,2011:31):
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara terminologi, kata metode berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara (Haitami,2012:210).
Hasan Langgulung (dalam Ramayulis,2002:184), mendefinisikan bahwa metode yaitu cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
Metode, dalam bahasa arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka startegi tersebut haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan dan kepribadian biar penerima didik mendapatkan materi didik dengan mudah, efektif dan sanggup dicerna dengan baik (Ramayulis,2005:3).
Metode mengajar banyak ragamnya, antara lain metode ceramah, tanya jawab, diskusi, resitasi, sosio drama, demonstrasi, karyawisata, dan lain sebagainya yang sanggup dijelaskan sebagai berikut (Choirul Anam,2011:15):
Dalam memakai metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani penerima didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya. Kondisi rohani yang menjadi dasar dalam metode pendidikan Islam merupakan kekuatan bagi penerima didik dalam proses pembelajaran. Kondisi psikis tersebut meliputi motivasi, minat, bakat, kecapakan logika (intelektualnya). Sehingga seorang pendidik dituntut untuk membuatkan potensi psikologis yang ada pada penerima didik (Ramayulis,2002:187).
Sementara itu Hasan Langgulung (dalam Ramayulis,2005:4), menjelaskan penggunaan metode didasarkan atas tiga aspek pokok yaitu:
Sedangkan Pendidikan Islam, yang merupakan bab dari pendidikan Nasional terdapat benyak definisi yang diberikan oleh para ahli, diantaranya ialah sebagai berikut
Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al Syaebani (dalam Muzayyin,2009:15), bahwa pendidikan Islam yaitu perjuangan mengubah tingkah laris individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.
Haitami Salim (2012:33) mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laris manusia, baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar (fitrah), maupun didik yang sesuai dengan fitrahya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Sebagaimana definisi wacana pendidikan Islam diatas, maka sanggup penulis simpulkan bahwa pendidikan Islam ialah perjuangan untuk mengarahkan, membimbing seseorang maupun golongan untuk sanggup menjadi insan yang sesuai fitrahnya dengan berlandaskan nilai-nilai anutan Islam.
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam merupakan bab dari pendidikan Nasional, untuk itu perlu diuraikan Tujuan pendidikan Nasional terlebih dahulu. Tujuan pendidikan nasional sebagaiman UU No.20 Thn. 2003 wacana sisdiknas pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20 Thn. 2003 wacana SISDIKNAS).
Jika kita berbicara wacana tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara wacana nilai-nilai yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna tujuan pendidikan Islam tidak lain yaitu tujuan yang merealisasikan idealitas Islami. Sedangkan idealitas Islami itu sendiri pada hakikatnya yaitu mengandung nilai sikap insan didasari atau dijiwai oleh iktikad dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati (Muzayyin,2009:108).
Tujuan pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi lima macam (Imron Fauzi,2012:61), yakni sebagai berikut:
- Tujuan pendidikan jasmani dengan keterampilan fisik, yaitu untuk mempersiapkan diri insan sebagai khalifah dimuka bumi melalui keterampilan fisik.
- Tujuan pendidikan ruhani, yaitu untuk meningkatkan jiwa dari kesetiaan yang hanya menyembah Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami yang diteladani dari Rasulullah SAW.
- Tujuan pendidikan akal, yaitu pengarahan kecerdasan untuk kekuasaan Allah dan menemukan pesan ayat-ayat-Nya yang berimplikasi kepada peningkatan iktikad dan takwa kepada dan pecinta. Hal ini meliputi tiga tahapan, yaitu pencapaian kebenaran ilmiah, kebenaran empiris, dan pencapaian kebenaran meta-empiris.
- Tujuan pendidikan sosial, yaitu membentuk kepribadian yang utuh yang menjadi bab dari komunitas sosial.
- Tujuan pendidikan karier, yaitu untuk mempersiapkan anak didik dalam memasuki dunia kerja dan karier.
DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam sebagai wadah pengembangan logika dan pikiran, pengarah tata-laku dan perasaan tentu saja menurut nilai anutan Islam, biar nilai tersebut sanggup diserap dalam kehidupan. Oleh lantaran itu, pendidikan harus sesuai dengan alur kehidupan yang akan diraih sanggup diupayakan.
Islam memperlihatkan kesempatan yang luas kepada logika untuk berkreasi dan berfikir. Keimanan yang secara sepintas harus diterima secara pasrah, bukan berarti mematahkan dan mematikan kreativitas akal, melainkan biar perasaan dan naluri insan sanggup berjalan untuk mengimbangi tindakan yang dilakukan biar sesuai dengan yang digariskan oleh syara’. Naluri yang tunduk (ta’abbud) yaitu tujuan Tuhan membuat Manusia, baik individu, maupun kelompok (Haitami Salim,2012:35).
Ramayulis (2002: 121) membagi dasar-dasar pendidikan Islam sebagai berikut:
Al-Qur’an
Abdul Wahab Khallaf (dalam Ramayulis, 2002: 122) mendefinisikan al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada hati Rasulullah dengan lafadz bahasa arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi insan dengan penunjuknya serta beribadah kepadanya.
Al-Qur’an yaitu kitab suci yang paling benar, paling bermanfaat dan paling tepat yang meliputi semua hal yang menyangkut kehidupan ini. Ia yaitu harta karun yang tidak akan pernah habis mutiaranya (Abdul Basith,2002:5).
Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam sanggup dipahami dari ayat al-Qur’an itu sendiri. Firman Allah Surat An-Nahl ayat 64: “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan biar kau sanggup menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q.S An-Nahl: 64).
Sunah
Hadits menjadi dasar pendidikan Islam selanjutnya lantaran Allah SWT menyebabkan Muhammad SAW sebagai contoh bagi umatnya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri contoh yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari final zaman dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab:21)”
Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula ibarat yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan ketetapan Nabi inilah yang disebut hadits atau sunnah.
Ijtihad
Karena al-Qur’an dan Hadits banyak mengandung arti umum, maka para hebat aturan dalam Islam memakai ijtihad untuk memutuskan aturan tersebut. Penggunaan ijtihad sanggup dilaksanakan dalam seluruh aspek anutan Islam, termasuk juga aspek pendidikan. Ijtihad dibidang pendidikan ternyata semakin perlu, alasannya yaitu anutan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja (Ramayulis,2002:128).
Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah yaitu memutuskan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan (Ramayulis,2002:129).
Masyarakat yang berada disekitar forum pendidikan Islam kuat terhadap berlangsungnya pendidikan, maka dalam setiap pengambilan kebijakan hendaklah mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat supaya jangan terjadi hal-hal yang sanggup menghambat berlangsungnya proses pembelajaran.
‘Urf (Nilai-nilai dan budbahasa istiadat)
‘Urf yaitu sesuatu perbuatan dan perkataan yang menyebabkan jiwa merasa hening mengerjakan suatu perbuatan, lantaran sejalan dengan logika sehat yang diterima oleh tabi’at yang sejahtera. Masud Zuhdi (Ramayulis,2002:130) mengemukakan bahwa ‘urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah:
- Tidak bertentangan dengan nash baik al-Qur’an maupun sunnah.
- Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan logika sehat dan tabi’at yang sejahtera, serta tidak mengakibatkatkan kedurhakaan, kerusakan dan kemudaratan.
MATERI PENDIDIKAN ISLAM
Materi pendidikan Islam meliputi beberapa bidang studi, isi jadwal setiap bidang studi yaitu materi pengajaran yang diuraikan dalam bentuk pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dngan sub-pokok bahasan. Isi jadwal bidang studi ini ditetapkan menurut tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan-tujuan instruksional (Haitami,2012:207).
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. Adapun karakteristik mata pelajaran Agama Islam yaitu sebagai berikut (Choirul Anam,2011:30-31):
- Secara umum mata pelajaran Agama Islam, merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agam Islam, yang terdapat dalam kitab suci al-Qur’an dan Hadits. Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses Ijtihad, para ulama membuatkan materi agama Islam pada tingkat yang lebih rinci. Sebagaimana dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 64; “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan biar kau sanggup menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
- Mata pelajaran Agama Islam tidak hanya mengantarkan penerima didik untuk menguasai banyak sekali ilmu wacana Islam, tetapi yang lebih penting yaitu bagaimana penerima didik mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Agama Islam menekankan kebutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotornya.
Selanjutnya struktur keilmuan pendidikan Islam sanggup digambarkan sebagai berikut ini (Choirul Anam,2011:31):
METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara terminologi, kata metode berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara (Haitami,2012:210).
Hasan Langgulung (dalam Ramayulis,2002:184), mendefinisikan bahwa metode yaitu cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
Metode, dalam bahasa arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka startegi tersebut haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan dan kepribadian biar penerima didik mendapatkan materi didik dengan mudah, efektif dan sanggup dicerna dengan baik (Ramayulis,2005:3).
Metode mengajar banyak ragamnya, antara lain metode ceramah, tanya jawab, diskusi, resitasi, sosio drama, demonstrasi, karyawisata, dan lain sebagainya yang sanggup dijelaskan sebagai berikut (Choirul Anam,2011:15):
Dalam memakai metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani penerima didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya. Kondisi rohani yang menjadi dasar dalam metode pendidikan Islam merupakan kekuatan bagi penerima didik dalam proses pembelajaran. Kondisi psikis tersebut meliputi motivasi, minat, bakat, kecapakan logika (intelektualnya). Sehingga seorang pendidik dituntut untuk membuatkan potensi psikologis yang ada pada penerima didik (Ramayulis,2002:187).
Sementara itu Hasan Langgulung (dalam Ramayulis,2005:4), menjelaskan penggunaan metode didasarkan atas tiga aspek pokok yaitu:
- Sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu training insan mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah.
- Berkenaan dengan metode-metode yang betul-betul berlaku yang disebutkan dalam al-Qur’an atau disimpulkan dari padanya.
- Membicarakan pergerakan (motivation) dan disiplin dalam istilah al-Qur’an disebut ganjaran dan eksekusi (‘iqab).
DAFTAR PUSTAKA
- UU RI No.20 Tahun 2003 wacana SISDIKNAS. Bandung: Citra Umbara.
- Choirul Anam. 2011. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jombang: IKAHA
- Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Cet.IV. Jakarta: PT. Bumi Aksara
- Haitami Salim, Syamsul Kurniawan. 2012. Studi Pendidikan Islam. Cet.I. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
- Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
- Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
0 Komentar untuk "Pendidikan Agama Islam; Pengertian Dasar Tujuan Bahan Dan Metode"