Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, mengakibatkan wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik banyak sekali negara abnormal untuk turut serta membuatkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan.
Untuk mengatur arus kedatangan warga abnormal ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan alasannya yakni kiprah dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi immigratie dients (dinas imigrasi).
Dinas imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling ibarat afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas.
Tenaga-tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah
tenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.
Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda yakni politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang abnormal untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda.
Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” yakni memperoleh sekutu dan investor dari banyak sekali negara dalam rangka membuatkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga abnormal juga sanggup dimanfaatkan untuk tolong-menolong mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.
Walaupun terus berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di banyak sekali daerah), namun struktur organisasi dinas imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya kemudian lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau keluar negeri pada dikala itu.
Ini foto Proses registrasi orang abnormal phase I (POA-I) tahun 1954.
Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu:
(a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang;
(b) bidang kependudukan orang asing;
(c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, peraturan pemerintah yang dipakai yakni Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).
sumber:
imigrasi.go.id
Untuk mengatur arus kedatangan warga abnormal ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan alasannya yakni kiprah dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi immigratie dients (dinas imigrasi).
Dinas imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling ibarat afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas.
Tenaga-tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah
tenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.
Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda yakni politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang abnormal untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda.
Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” yakni memperoleh sekutu dan investor dari banyak sekali negara dalam rangka membuatkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga abnormal juga sanggup dimanfaatkan untuk tolong-menolong mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.
Walaupun terus berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di banyak sekali daerah), namun struktur organisasi dinas imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya kemudian lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau keluar negeri pada dikala itu.
Ini foto Proses registrasi orang abnormal phase I (POA-I) tahun 1954.
Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu:
(a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang;
(b) bidang kependudukan orang asing;
(c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, peraturan pemerintah yang dipakai yakni Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).
sumber:
imigrasi.go.id
0 Komentar untuk "Nih Sejarah Dinas Imigrasi Indonesia"