Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
SEGALA puji bagi Allah yang tiada dewa yang berhak disembah secara benar kecuali Dia, yang mengakibatkan Islam sebagai Agama yang paling benar di sisi-Nya.
Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda yang mulia Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam yang telah di abadikan dalam kitab injil sebagai epilog para Nabi.
Semoga Allah yang Maha Esa senantiasa menjaga dan melindungi kita dalam Nama-Nya…aamiin.
Yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang kami hormati, dengan segala kerendahan hati kami, kami hendak memberikan pesan dari Nabi Muhammad 1400 tahun yang kemudian buat anda berdua dan kita semua ummat Islam.
Dalam kitab musnad dan Kitab sunan diriwayatkan sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shahbibi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ وَفِي لَفْظٍ: لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Barangsiapa yang mirip suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bab dari kaum (komunitas) tersebut,” (HR. Imam Abu Daud)
Artinya: Barangsiapa yang ikut merayakan natal (hari raya orang kafir kristen), atau sekedar mengenakan atribut perayaan natal, maka ia bukan termasuk ummat muhammad dan dapat menjadi murtad!!
Karena Natal (yang berasal dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) ialah hari raya kaum Katolik yang diperingati setiap tahun oleh umat Katolik penyembah salib pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan juga kebaktian pagi tanggal 25 Desember.
Maka jelaslah, Natal ialah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus. pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar dia sebagai seorang Nabi atau “Tuhan”?
Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar Yesus Kristus sebagai “Tuhan” mereka, bukan sebagai Nabi. Dengan kata lain atas dasar kesyirikan yang berarti kekufuran.
Allah yang Maha Esa berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari hebat kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik akan masuk neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya. Mereka ialah seburuk-buruk mahluk,” (QS. Al-Bayyinah: 6)
Mereka ialah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah patut seorang yang beriman kepada Allah dan mengaku Muslim kemudian memuliakan dan menghormati yang Allah hinakan dan murkai dengan mengucapkan “Selamat Natal”? Atau bahkan hingga kita turut dalam program perayaan Natal? Na’udzubillah.
Allah yang Maha Esa berfirman,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Apakah kau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah mirip hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari hewan ternak itu).”
[QS.Al-Furqon: 44]
Mereka (orang-orang kafir Kristen) lebih sesat dari hewan ternak alasannya ialah menganggap Nabi yang insan biasa sebagai “Tuhan”, bahkan mereka merayakan kelahirannya, mereka tahu dia lahir sama mirip insan yang lainnya juga lahir dari rahim seorang ibu, kemudian apakah kita mengucapkan Selamat atas kesesatan mereka? Lalu kita membolehkan masyarakat muslimin indonesia untuk memakai atribut-atribut mereka? Ini namanya keterpuruan berfikir seorang menteri agama.
Pernyataan tegas perihal kafirnya Kristen, Allah yang Maha Esa berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir orang-orang (Kristen) yang menyampaikan bahwa Allah ialah ‘Isa Al-Masih bin Maryam,” (QS.Al-Maidah: 17)
Mereka kafir alasannya ialah menganggap Yesus sebagai sesembahan mereka, bukankah yang mereka rayakan hari lahirnya? Lalu Patutkah kita menyampaikan Selamat atas kekafiran mereka ??
Bapak Presiden Jokowi yang kami hormati, sungguh ironis, negara dengan lebih banyak didominasi muslim terbesar di dunia bukannya dihormati, justru seolah malah dipaksa untuk tunduk pada kepentingan orang-orang Katolik dalam hari raya mereka (yakni natal), dengan alasan “toleransi”.
Para pengusaha Kristen, di gerai, toko, retail dan perusahaan, mereka pun tak segan-segan menyuruh para karyawan –termasuk muslim- yang bekerja di dalamnya untuk mengenakan atribut natal.
Parahnya lagi, demi ‘sesuap nasi’ para karyawan Muslim justru nurut bahkan sukarela mengenakan atribut natal, dengan baju dan topi merah mirip sinterklas.
Tak hanya itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam Kemenag), Bapak Machasin malah membolehkan penggunaan atribut natal bagi karyawan muslim demi kepentingan bisnis.
Bahkan Bapak Presiden Jokowi pun konon katanya hendak merayakan hari Natal di Papua dengan dana 20 Miliar sebagaimana yang di beritakan sejumlah media, biar saja Allah segera menurunkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada Bapak Presiden yang kami cintai sebelum tanggal 25 Desember sehingga yang terhormat bapak Jokowi membatalkan niatnya tersebut. Aamiin.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Guru besar Imam Ibnu Katsir dan Ibnul Qayyim) berfatwa:
“Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tidak halal bagi seorang muslim untuk mirip mereka orang-orang kafir dalam segala hal yang menjadi yang ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, tidak membantu mereka dengan makanan, pakaian, menyediakan penerangan, dan lain sebagainya. Kita juga tidak diperkenankan mengadakan perayaan, proteksi finansial, atau aktivitas perdagangan yang bertujuan memudahkan terselenggaranya program tersebut.
Demikian juga tidak mengizinkan bawah umur berpartisipasi di tempat-tempat bermain dalam rangka memeriahkan hari raya mereka serta tidak berpenampilan perlente demi menyambut program tersebut.
Secara umum, kita tidak diperkenankan mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu yang terkait dengan syi’ar agama mereka. Umat Islam hendaknya menganggap hari raya tersebut sebagaimana hari-hari biasa saja, tidak ada kekhususan dan tidak ada sesuatu yang istimewa.
Apabila ada kaum muslimin yang menyengaja menganggap (istimewa) hari raya orang kafir tersebut, maka sebagian ulama salaf dan khalaf membencinya.
Para ulama tidak berselisih terkait dengan menyikapi hari-hari tersebut sebagaimana klarifikasi di atas. Sebagian di antara mereka bahkan menyampaikan kufurnya seseorang yang menyokong dan berpartisipasi dalam perayaan hari raya mereka. Alasannya alasannya ialah orang-orang tersebut turut mengagungkan syiar-syiar kekufuran.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat Nabi, dan para ulama menyaratkan bagi orang-orang Nasrani untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah mereka.
Sampai-sampai Umar bin Khattab berkata; janganlah kalian mempelajari jargon-jargon orang ajam, dan janganlah kalian memasuki gereja-gereja orang musyrik pada hari raya mereka, alasannya ialah sesungguhnya kemurkaan Allah turun pada mereka. lantas bagaimana orang akan melaksanakan apa-apa yang dimurkai Allah, termasuk diantaranya ialah syiar-syiar agama mereka?
Didalam Kitab Thabaqatul hanabilah 1/12 dijelaskan:
كان الامام أحمد بن حنبل- رحمه الله – إمام أهل السنة إذا نظر إلى نصراني أغمض عينيه، فقيل له في ذلك، فقال- رحمه الله -: ” لا أقدرُ أن أنظر إلى من افترى على الله وكذب عليه !”
طبقات الحنابلة 1/12
Dahulu Imam Ahmad bin hambal,Imam Ahlus Sunnah, apabila dia melihat seorang nashrani maka dia menutup kedua matanya. kemudian ditanyakan hal itu kepada beliau. Beliau menjawab, “Aku tidak mampu untuk melihat orang-orang yang mengada-ada terhadap Allah dan berdusta kepada-Nya”.
Demikianlah yang dilakukan Imam Ahmad bin Hambal terhadap seorang kristen, alasannya ialah begitu besar rasa Pengagungan dia kepada Allah dan sangat faqihnya dia rahimahullah..
Lalu bagaimana dengan kita?
Apakah kita layak untuk mengikuti hari raya keagamaan mereka? Walau hanya sekedar mengucapkan “Selamat”?
Toleransi dalam beragama bukanlah dengan mengikuti dan memalsukan segala kebudayaan dan hari-hari besar keagamaan mereka, memalsukan segala atribut natal ialah murtad!
Sedangkan toleransi ialah lakum diinukum waliyadiin (bagi mu agamamu dan bagiku agamaku)
Mohon maaf atas segala kekurangan, biar Allah menjaga ummat ini dari pemurtadan terselubung dan dari segala keterpurukan rohani dan peran, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Oleh: Abu Husein At-Thuwailibi, seruanalhaq@gmail.com
sumber: islampos.com
SEGALA puji bagi Allah yang tiada dewa yang berhak disembah secara benar kecuali Dia, yang mengakibatkan Islam sebagai Agama yang paling benar di sisi-Nya.
Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda yang mulia Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam yang telah di abadikan dalam kitab injil sebagai epilog para Nabi.
Semoga Allah yang Maha Esa senantiasa menjaga dan melindungi kita dalam Nama-Nya…aamiin.
Yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang kami hormati, dengan segala kerendahan hati kami, kami hendak memberikan pesan dari Nabi Muhammad 1400 tahun yang kemudian buat anda berdua dan kita semua ummat Islam.
Dalam kitab musnad dan Kitab sunan diriwayatkan sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa shahbibi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ وَفِي لَفْظٍ: لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Barangsiapa yang mirip suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bab dari kaum (komunitas) tersebut,” (HR. Imam Abu Daud)
Artinya: Barangsiapa yang ikut merayakan natal (hari raya orang kafir kristen), atau sekedar mengenakan atribut perayaan natal, maka ia bukan termasuk ummat muhammad dan dapat menjadi murtad!!
Karena Natal (yang berasal dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) ialah hari raya kaum Katolik yang diperingati setiap tahun oleh umat Katolik penyembah salib pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan juga kebaktian pagi tanggal 25 Desember.
Maka jelaslah, Natal ialah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus. pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar dia sebagai seorang Nabi atau “Tuhan”?
Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar Yesus Kristus sebagai “Tuhan” mereka, bukan sebagai Nabi. Dengan kata lain atas dasar kesyirikan yang berarti kekufuran.
Allah yang Maha Esa berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari hebat kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik akan masuk neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya. Mereka ialah seburuk-buruk mahluk,” (QS. Al-Bayyinah: 6)
Mereka ialah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah patut seorang yang beriman kepada Allah dan mengaku Muslim kemudian memuliakan dan menghormati yang Allah hinakan dan murkai dengan mengucapkan “Selamat Natal”? Atau bahkan hingga kita turut dalam program perayaan Natal? Na’udzubillah.
Allah yang Maha Esa berfirman,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Apakah kau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah mirip hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari hewan ternak itu).”
[QS.Al-Furqon: 44]
Mereka (orang-orang kafir Kristen) lebih sesat dari hewan ternak alasannya ialah menganggap Nabi yang insan biasa sebagai “Tuhan”, bahkan mereka merayakan kelahirannya, mereka tahu dia lahir sama mirip insan yang lainnya juga lahir dari rahim seorang ibu, kemudian apakah kita mengucapkan Selamat atas kesesatan mereka? Lalu kita membolehkan masyarakat muslimin indonesia untuk memakai atribut-atribut mereka? Ini namanya keterpuruan berfikir seorang menteri agama.
Pernyataan tegas perihal kafirnya Kristen, Allah yang Maha Esa berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir orang-orang (Kristen) yang menyampaikan bahwa Allah ialah ‘Isa Al-Masih bin Maryam,” (QS.Al-Maidah: 17)
Mereka kafir alasannya ialah menganggap Yesus sebagai sesembahan mereka, bukankah yang mereka rayakan hari lahirnya? Lalu Patutkah kita menyampaikan Selamat atas kekafiran mereka ??
Bapak Presiden Jokowi yang kami hormati, sungguh ironis, negara dengan lebih banyak didominasi muslim terbesar di dunia bukannya dihormati, justru seolah malah dipaksa untuk tunduk pada kepentingan orang-orang Katolik dalam hari raya mereka (yakni natal), dengan alasan “toleransi”.
Para pengusaha Kristen, di gerai, toko, retail dan perusahaan, mereka pun tak segan-segan menyuruh para karyawan –termasuk muslim- yang bekerja di dalamnya untuk mengenakan atribut natal.
Parahnya lagi, demi ‘sesuap nasi’ para karyawan Muslim justru nurut bahkan sukarela mengenakan atribut natal, dengan baju dan topi merah mirip sinterklas.
Tak hanya itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam Kemenag), Bapak Machasin malah membolehkan penggunaan atribut natal bagi karyawan muslim demi kepentingan bisnis.
Bahkan Bapak Presiden Jokowi pun konon katanya hendak merayakan hari Natal di Papua dengan dana 20 Miliar sebagaimana yang di beritakan sejumlah media, biar saja Allah segera menurunkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada Bapak Presiden yang kami cintai sebelum tanggal 25 Desember sehingga yang terhormat bapak Jokowi membatalkan niatnya tersebut. Aamiin.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Guru besar Imam Ibnu Katsir dan Ibnul Qayyim) berfatwa:
“Segala Puji Hanya Bagi Allah, Tidak halal bagi seorang muslim untuk mirip mereka orang-orang kafir dalam segala hal yang menjadi yang ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, tidak membantu mereka dengan makanan, pakaian, menyediakan penerangan, dan lain sebagainya. Kita juga tidak diperkenankan mengadakan perayaan, proteksi finansial, atau aktivitas perdagangan yang bertujuan memudahkan terselenggaranya program tersebut.
Demikian juga tidak mengizinkan bawah umur berpartisipasi di tempat-tempat bermain dalam rangka memeriahkan hari raya mereka serta tidak berpenampilan perlente demi menyambut program tersebut.
Secara umum, kita tidak diperkenankan mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu yang terkait dengan syi’ar agama mereka. Umat Islam hendaknya menganggap hari raya tersebut sebagaimana hari-hari biasa saja, tidak ada kekhususan dan tidak ada sesuatu yang istimewa.
Apabila ada kaum muslimin yang menyengaja menganggap (istimewa) hari raya orang kafir tersebut, maka sebagian ulama salaf dan khalaf membencinya.
Para ulama tidak berselisih terkait dengan menyikapi hari-hari tersebut sebagaimana klarifikasi di atas. Sebagian di antara mereka bahkan menyampaikan kufurnya seseorang yang menyokong dan berpartisipasi dalam perayaan hari raya mereka. Alasannya alasannya ialah orang-orang tersebut turut mengagungkan syiar-syiar kekufuran.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat Nabi, dan para ulama menyaratkan bagi orang-orang Nasrani untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah mereka.
Sampai-sampai Umar bin Khattab berkata; janganlah kalian mempelajari jargon-jargon orang ajam, dan janganlah kalian memasuki gereja-gereja orang musyrik pada hari raya mereka, alasannya ialah sesungguhnya kemurkaan Allah turun pada mereka. lantas bagaimana orang akan melaksanakan apa-apa yang dimurkai Allah, termasuk diantaranya ialah syiar-syiar agama mereka?
Didalam Kitab Thabaqatul hanabilah 1/12 dijelaskan:
كان الامام أحمد بن حنبل- رحمه الله – إمام أهل السنة إذا نظر إلى نصراني أغمض عينيه، فقيل له في ذلك، فقال- رحمه الله -: ” لا أقدرُ أن أنظر إلى من افترى على الله وكذب عليه !”
طبقات الحنابلة 1/12
Dahulu Imam Ahmad bin hambal,Imam Ahlus Sunnah, apabila dia melihat seorang nashrani maka dia menutup kedua matanya. kemudian ditanyakan hal itu kepada beliau. Beliau menjawab, “Aku tidak mampu untuk melihat orang-orang yang mengada-ada terhadap Allah dan berdusta kepada-Nya”.
Demikianlah yang dilakukan Imam Ahmad bin Hambal terhadap seorang kristen, alasannya ialah begitu besar rasa Pengagungan dia kepada Allah dan sangat faqihnya dia rahimahullah..
Lalu bagaimana dengan kita?
Apakah kita layak untuk mengikuti hari raya keagamaan mereka? Walau hanya sekedar mengucapkan “Selamat”?
Toleransi dalam beragama bukanlah dengan mengikuti dan memalsukan segala kebudayaan dan hari-hari besar keagamaan mereka, memalsukan segala atribut natal ialah murtad!
Sedangkan toleransi ialah lakum diinukum waliyadiin (bagi mu agamamu dan bagiku agamaku)
Mohon maaf atas segala kekurangan, biar Allah menjaga ummat ini dari pemurtadan terselubung dan dari segala keterpurukan rohani dan peran, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Oleh: Abu Husein At-Thuwailibi, seruanalhaq@gmail.com
sumber: islampos.com
0 Komentar untuk "Surat Terbuka Untuk Presiden Ri Dan Menag Jelang Natal"