Ada masanya Bathara Kala begitu ditakuti, lantaran Bathara Kala yakni pemakan manusia, meskipun tidak semua insan menjadi masakan Bathara Kala. Ada syarat-syarat tertentu sehingga insan bisa disantap Bathara Kala.
Tulisan ini yakni permulaan dari beberapa posting mengenai Bathara Kala yang pernah begitu ditakuti (bahkan bapaknya sendiri takut). Ada masanya Bathara Kala digunakan untuk memberi pengutamaan agar orang (khususnya anak) tidak menjalankan perbuatan tertentu: Jangan begitu, nanti jadi masakan Bathara Kala.
Ketika seorang ibu menakut-nakuti anaknya yang sedang asyik bermain air hujan: “Ayo masuk nak, nanti disuntik Pak Dokter”. Saya jadi ingat Bathara Kala.
PENGERTIAN “KALA”
Merujuk Kawi Jarwa, Poerwadarmnta, 1931 dan Bausastra Kawi, R Dirjasupraba, 1931, KALA mempunyai dua pengertian:
Pertama: Kala yakni Raksasa. Banyak nama Raksasa (dalam dunia pedhalangan) diawali dengan nama KALA. Misalnya Kala Bendhana, Kala Srenggi, Kala Marica dan tentusaja Bathara Kala.
Kedua: Kala bermakna waktu (saat) atau masa (jaman).
KELAHIRAN BATHARA KALA
Bathara Kala yakni anak Bathara Guru (Rajanya Dewa-dewa) dengan Dewi Uma. Konon di saat itu Bathara Guru menjalankan perjalanan tamasya di udara (ada yang menyampaikan sedang jalan-jalan di pantai) bareng Dewi Uma dengan menunggang kendaraan khususnya, yakni Lembu Andini.
Dalam perjalanan tersebut keinginan seksual Bathara Guru meningkat, namun Dewi Uma tidak mau melayani lantaran ialah perbuatan tidak pantas. Kama (mani) Bathara Guru pun tan terbendung, tumpah, jatuh ke samodera. Kelanjutan mani yang jatuh ke lautan ini ada dua versi:
Versi pertama: Mani berubah menjadi api yang berkobar-kobar, tidak ada satu pun Dewa bisa memadamkannya. Selanjutnya api berubah jadi raksasa yang amat besar dan tidak terkalahkan. Tidak ada opsi lain bagi para Dewa kecuali ngabur kembali ke Kahyangan. Si Raksasa pun mengejar, hingga di Kahyangan ketemu Bathara Guru dan menanyakan siapa bapaknya.
Versi kedua: Mani didapatkan Bathara Brahma dan Bathara Wisnu, dimantrai, kemudian berkembang menjadi raksasa yang amat besar dan menanyakan siapa orang tuanya. Kedua ilahi tersebut mengarahkan Raksasa muda nggegirisi itu untuk menghadap Bathara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka.
Ada cerita lain bahwa mani Bathara Guru tidak jatuh ke samodera, lantaran korelasi tubuh memang dijalankan di udara di atas kendaraan Lembu Andini. Sekembalinya di kahyangan Bathara Guru menyesal dan menyumpah-nyumpah, bahwa perbuatan menyerupai itu cuma patut dijalankan oleh raksasa. Dewi Uma pun kena tuah perkataan Bathara Guru dan berubah jadi Raksesi (raksasa wanita), yang kemudian diusir dari Kahyangan Jongring Salaka dan berdomisili di hutan Krendhawahana, istananya dinamakan Setra Gandamayit. Dewi Uma berikutnya terkenal dengan nama Bathari Durga, melahirkan bayi Raksasa yang diberi nama Kala.
BATHARA KALA MENGHADAP BATHARA GURU DAN DIAKUI SEBAGAI ANAK
Mau tidak mau, suka tidak suka, Bathara Guru pada balasannya mengakui raksasa muda dihadapannya selaku anak. Pertama lantaran memang sungguh-sungguh anaknya, dan kedua, guna menangkal huru-hara yang lebih mengerikan.
Raksasa muda itu berikutnya diberi nama KALA, diangkat selaku Dewa, oleh lantaran itu berhak menyandang gelar Bathara: Maka nama lengkapnya yakni Bathara Kala.
SEBELUM DIAKU ANAK: POTONG TARING DAN POTONG LIDAH DULU
Taring Bathara Kala terlalu besar dan panjang, sehingga membatasi persepsi untuk menyaksikan ayahandanya. Demikian pula lidahnya juga kepanjangan. Jadilah: Taring dan pengecap Bathara Kala dipendekkan.
Versi lain adalah: Karena Bathara Guru kalut akan keampuhan anaknya, maka selaku orang renta Bathara Guru minta agar Bathara Kala sungkem ayahandanya, kemudian waktu sungkem, guna meminimalisir keampuhan sang anak, lidah dan taring Bathara Kala dipotong.
POTONGAN LIDAH DAN TARING BATHARA KALA DIJADIKAN SENJATA AMPUH
Potongan pengecap dan taring Bathara Kala kemudian dicipta menjadi senjata. Lidah dijadikan panah Pasopati yang kemudian diberikan terhadap Harjuna, sedangkan kedua taring dijadikan keris. Taring sebelah kiri menjadi keris Kaladithe yang berikutnya diberikan terhadap Adipati Karna, adapun taring sebelah kanan menjadi keris Kalanadah yang dianugerahkan terhadap Harjuna. Di kemudian hari Harjuna menyediakan keris Kalanadah ini terhadap Gatotkaca selaku kancing gelung, menjelang janji nikah Gatotkaca dengan Dewi Pregiwa, putri Harjuna.
NGADU SIYUNGE BATHARA KALA
Terkait dengan taring (Jawa: Siyung) Bathara Kala yang oleh Bathara Guru diciptakan menjadi keris, maka kita kenal Paribasan Jawa: Ngadu siyunge Bathara Kala. Pengertiannya adalah: Duel antara dua pria dengan menggunakan senjata keris. (Bandingkan dengan duel dalam filem western dengan menggunakan pistol, atau duel pada kala “The Three Musketeers” nya Alexandre Dumas dengan menggunakan pedang).
ISTERI BATHARA KALA
Agak tidak masuk akal, bahwa dibilang Bathara Kala yakni suami Bathari Durga yang gotong royong yakni ibu kandungnya sendiri (sebagai Dewi Uma). Tetapi konon norma-norma raksasa memang berlainan dengan norma-norma insan pada umumnya.
Perkawinannya dengan Bathari Durga membuahkan dua anak: Anak pertama berupa Raksasa diberi nama Kala Gotana sedangkan anak kedua berupa ksatria ganteng diberi nama Dewasrani.
MENGAPA BATHARA KALA BEGITU DITAKUTI
Pada permulaan goresan pena sudah disebutkan bahwa Bathara Kala yakni pemangsa manusia. Memang tidak semua insan menjadi masakan Bathara Kala. Hanya orang-orang tertentu saja. Hanya saja orang yang masuk katagori “tertentu” itu cukup banyak. Guna menangkal agar sang predator insan mengurungkan niatnya, orang mengadakan upacara ruwatan lewat pagelaran wayang kulit “Murwakala”.
BAGAIMANA SUPAYA TIDAK DIMAKAN BATHARA KALA
Makanan Bathara Kala (yang diperbolehkan oleh Bathara Guru) ternyata banyak sekali. Tetapi Sabda Pandhita Ratu terlebih sabda Dewa dihentikan mencla-mencle. Menyadari hal tersebut Bathara Guru kemudian menyediakan isyarat mengenai langkah preventif guna menangkal seseorang menjadi masakan Bathara Kala dengan menjalankan upacara RUWATAN.
Upacara ruwatan dijalankan dengan menjalankan pagelaran wayang kulit MURWAKALA semalam suntuk, yakni pagelaran wayang guna menolak petaka yang hendak terjadi. Dalam pagelaran Murwakala ini pada penghujung ceritera akan dikisahkan mengenai anak atau seseorang yang diburu-buru Bathara Kala. Untunglah Bathara Kala bisa dikibuli dengan makanan. Dia pun memakan masakan tersebut selaku ganti anak yang hendak dimangsanya. Selesailah sudah duduk kasus dengan Bathara Kala.
Pada masa sekarang ruwatan masih dilakukan. Bahkan ada Event Organizer yang menertibkan pelaksanaan ruwatan secara masal.
LIDING DONGENG
Pada jaman dahulu keberadaan Bathara Kala sungguh-sungguh menjadi Gugon Tuhon (Gugu: diikuti; Tuhu: Taat; Jadi: Diikuti dengan taat) di golongan masyarakat. Mengapa demikian, lantaran ada bahaya menjadi mangsa (makanan) Bathara Kala. Reasoning secara logis belum ada lantaran pada masa itu iptek belum berkembang. (Baca: Seri goresan pena mengenai Gugon Tuhon). Solusinya di saat itu yakni ruwatan.
Dewasa ini sebagian dari mangsa Bathara Kala sudah sanggup diketahui logikanya, sehingga jalan keluarnya pun logis: Melakukan langkah-langkah preventif atau menyingkir dari perilaku-perilaku tertentu.
Melalui Bathara Kala kita menuntut ilmu mengerti bahwa dunia ini sarat ancaman. Kaprikornus wajar-wajar saja apabila hidup di dunia juga sarat larangan dan pantangan. Oleh lantaran itu dalam mengarungi samodera kehidupan kita mesti hati-hati dan selalu waspada.
Dilanjutkan ke MAKANAN (MANGSA) BATHARA KALA: SUKERTA DAN JULUNG (1)
TULISAN TENTANG BATHARA KALA SELENGKAPNYA
1 Bathara Kala yang ditakuti
0 Komentar untuk "Bathara Abad Yang Ditakuti"