Menghadapi Jalan Buntu Dalam Paribasan Jawa: Jangan Berdiam Diri

Terkait dengan goresan pena ANTARA KEHENDAK DAN TINDAKAN DALAM PARIBASAN JAWA (3): YANG SERBA SALAH, maka perasaan “MAJU KENA MUNDUR KENA” ini menjadi amat berbahaya jikalau kita tidak cepat mengambil keputusan. Bagaimanapun insan mesti bertindak. Manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan, dan insan pada jadinya mesti memutuskan diantara alternatif-alternatif yang ada.
 
Di bawah yakni beberapa peribahasa yang terkait dengan hal ini, kiranya sanggup dijadikan rujukan.
 
 
 
JANGAN PASRAH TANPA IKHTIAR
 
Ada paribasan yang mengatakan: KAJENANGAN KAEBORA. (Jenang: semacam dodol; Kajenangan: dibentuk jenang; Ebor: yakni semacam sendok besar dengan gagang panjang, digunakan untuk mengaduk bubur kental sepaya menjadi jenang). Maksud peribahasa ini adalah: Mau diapakan saja terserah, masabodoh. Sikap yang tidak baik, seperti mengalah sebelum melaksanakan sesuatu. Pengertian “pasrah” bukan menyerupai ini. Kita mesti berupaya semaksimal mungkin. Hasilnya yakni kuasa Allah. Demikian pula pemahaman “narima” juga bukan menyerupai ini: Ada narima yang tidak baik dan narima yang baik. Kita mesti ambil narima yang baik, yaitu: narima setelah berupaya.
 
 
JANGAN MENINGGALKAN PEKERJAAN YANG BELUM SELESAI
 
Ada juga orang yang melakukan sesuatu, kemudian merasa tidak ada hasilnya kemudian “mutung”, pekerjaan yang setengah selesai itu beliau tinggalkan. Contoh sederhana yakni orang menggali sumur kemudian sanggup kerikil cukup besar. Ia menyerah, galian ditinggalkan dan cari wilayah lain. Padahal bekerjsama ada air persis di bawah batu. Dalam paribasan Jawa dikatakan: KEBO MUTUNG ING PASANGAN. Kerbau sudah dipasangi alat pembajak, tapi mogok berjalan.
 
 
 
MENGAPA TIDAK DICOBA LEBIH DAHULU
 
Banyak orang cepat patah semangat. Rencana mau mendaki gunung, menyaksikan puncaknya yang tinggi menjadi gamang, kemudian mengundurkan diri. Padahal belum dicoba. Banyak juga anak lulus Sekolah Menengan Atas merasa “awang-awangen” mendaftar ke Fakultas favorit. Alasan paling lazim yakni takut tidak diterima sebab tentangan banyak. Kalau memang cita-citanya ke situ, mengapa tidak dicoba lebih dahulu? Berarti kan kalah sebelum melangkah? Dalam peribahasa Jawa disebutkan: KALAH CACAK MENANG CACAK. (cacak: coba); Kalau sudah menjajal tetap gagal maka kekalahannya yakni kalah yang gagah.
 
Perlu diamati disini bahwa: Mencoba bukanlah coba-coba. Mencoba tetap mesti memakai perkiraan yang: Tata, titi, tatas dan titis dan dilakukan dengan semangat: Tatag, teteg, tangguh, tanggon, tanggap dan tutug.
 
ANTARA KEHENDAK DAN TINDAKAN DALAM PARIBASAN JAWA  MENGHADAPI JALAN BUNTU DALAM PARIBASAN JAWA: JANGAN BERDIAM DIRI
 
 
LIDING DONGENG
 
Coba dulu, jangan mengalah begitu saja, sebab buntutnya yakni “keduwung buri” (menyesal di belakang hari. “Mengapa dahulu saya tidak ......” ini yakni kata-kata yang mesti dihindari.
 
Sebagai catatan: Jalan macet tidak sama dengan jalan buntu. jadi jangan dijadikan argumentasi untuk menyampaikan “telat merga macet”. Yang buntu pun mesti ditembus terlebih hanya macet, mesti diurai” (Iwan MM).
 
 

Related : Menghadapi Jalan Buntu Dalam Paribasan Jawa: Jangan Berdiam Diri

0 Komentar untuk "Menghadapi Jalan Buntu Dalam Paribasan Jawa: Jangan Berdiam Diri"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)