Ada paribasan Jawa “Kutuk api lamur”. Dalam peribahasa ini maksudnya yakni orang yang akal-akalan rabun, dalam pemahaman akal-akalan tidak acuh sehingga mudah dalam acara “momor sambu” nya. “Momor atau amor sambu” juga peribahasa dalam bahasa Jawa yang artinya menyamar. (Sambu: menyamar; momor: menyatu; pemahaman momor sanggup dibaca pada momor, momot dan momong)
Alkisah kata yang empunya cerita, sekumpulan anak ikan wader yang masih kecil-kecil seukuran jarum pentul sedang berkumpul di tepian sungai yang teduh, dibawah kerindangan pepohonan yang sebagian daun-daunnya menjorok ke air.
Salah seekor anak wader membuka pembicaraan: “Ayo kita pindah ke kawasan lain”
Temannya menjawab: “Kenapa mesti pindah, bukankah disini sehat dan nyaman. Teduh, airnya tenang, tidak menghanyutkan dan makanan pun banyak
“Nyaman sih tenteram tapi kawasan menyerupai ini juga kerajaan ikan kutuk. Emak kita kan telah bilang biar jangan bergaul dengan kutuk predator itu. Manusia malah tidak apa-apa, alasannya yakni kita masih terlalu kecil untuk dimakan. Kalau kita tertangkap, paling-paling dilepaskan. Sebaliknya dengan ikan kutuk, sekali telan sanggup sepuluh dari kita masuk mulutnya”.
“Ah, kutuk kan rabun, mana sanggup beliau menyaksikan kita. Apalagi badan kita kecil begini”.
“Kutuk bukannya rabun, matanya awas. Dia cuma akal-akalan rabun, sehingga orang Jawa menyampaikan bahwa penjahat yang berpura-pura baik paribasan kutuk api lamur. Kalau tidak waspada, celakalah kita dibuatnya. Demikianlah sikap ikan kutuk hingga digunakan insan selaku peribahasa. Bisa saja beliau melintas di bersahabat kita seolah-olah tidak melihat. Begitu kita terlena, .... hap! Masuklah kita ke mulutnya tanpa sempat menyelamatkan diri.”
Masih asyik-asyiknya ngobrol, seekor kutuk secara perlahan-lahan keluar dari liang. Berenang mendekat, acuh-acuh saja tanpa menyampaikan gejala akan menyerang. Si wader pertama eksklusif terbirit-birit melarikan diri. Wader-wader yang lain pun tergolong yang tadinya membantah, tidak berani ambil risiko, ikut ngacir
LIDING DONGENG
Ada banyak modus kejahatan, salah satunya diungkapkan lewat peribahasa “kutuk api lamur” dan “amor sambu”. Hal menyerupai ini perlu disosialisasikan terhadap masyarakat. Dengan demikian muncul semacam sikap berhati-hati di kelompok penduduk terlebih yang masih lugu. (catatan: amor sambu tidak mesti jahat. Polisi juga mengerjakan “amor sambu” ke sarang penjahat untuk membekuk gembongnya).
Jaman kini modus kejahatan makin beraneka-ragam, tapi jangan lupa bahwa modus antik menyerupai kutuk api lamur dan gedheg lan anthuk, dududan lan anculan juga masih banyak ditangani untuk membohongi sesama insan dan kita masih senantiasa tertipu.(IwMM)
Jaman kini modus kejahatan makin beraneka-ragam, tapi jangan lupa bahwa modus antik menyerupai kutuk api lamur dan gedheg lan anthuk, dududan lan anculan juga masih banyak ditangani untuk membohongi sesama insan dan kita masih senantiasa tertipu.(IwMM)
Disadur dari Serat Maduwasita, Ki Padmasusastra, Surakarta, 1918
0 Komentar untuk "Kisah Ikan Kutuk Dan Anak Wader: Kutuk Api Lamur"