Ngilo Githoke Dhewe, Menuntut Ilmu Dapat Rumangsa


Manusia memang ketempatan sifat egois. Kata “Saya” yakni kata yang jauh lebih banyak diucapkan dibandingkan dengan “kita” atau “anda”. Semua yang paling baik dan benar yakni “saya” dan jikalau ada yang tidak baik atau tidak benar maka itu yakni kapling “anda”. barangkali ada yang masih ingat ceritera masa kanak-kanak dahulu wacana “putri salju”, sang ibu tiri yang setiap hari  bercermin di hadapan cermin ajaibnya: “Wahai cermin ajaib, siapakah perempuan yang paling cantik? Jawaban senantiasa “andalah yang tercantik”, kecuali sehabis kemunculan si putri salju. Tidak mau mengakui kehabisan diri ini tercermin pula dalam peribahasa Indonesia: “Buruk rupa cermin dibelah”.
 
Dalam kehidupan Jawa bergotong-royong sikap menyerupai di atas amat tidak disarankan. Masalahnya “Jawa panggonane semu” sehingga budaya Jawa tidak terus terang menyampaikan kau mesti begini atau begitu, kau kurang ini atau kurang itu. Ungkapannya disamarkan.
 
 
MULAT SARIRA DAN BISA RUMANGSA
 
Keduanya yakni sebutan tingkat tinggi. “Mulat sarira hangrasa wani” yakni aliran Sri Mangkunegara I, bab dari tiga kalimat “Tri Dharma”, dimana sebelumnya diawali dengan “Rumangsa melu handarbeni dan Wajib melu hangrungkebi”. Pengertian “mulat sarira” sendiri yakni menganggap diri sendiri, atau introspeksi, baik keunggulan maupun kelemahan. Perlu dicatat bahwa menganggap keunggulan diri jauh lebih simpel dibandingkan dengan menganggap kehabisan diri. “Mulat sarira” mesti bisa menempatkan diri pada posisi tidak memihak, sehingga kita akan meraih hasil “BISA RUMANGSA”, bisa sadar utamanya hal-hal yang kurang dari diri kita, sehingga bisa diperbaiki mudah-mudahan lebih sempurna.
 
Kalau perlu, kita minta analisa orang lain. Hal itu tidak simpel sehingga tidak banyak yang mau. Yang disuruh menganggap juga merasa tidak nikmat dan ada kekalutan salah terima lantaran ia mesti “Blaka” menyerupai Werkudara yang senantiasa “Cekak aos blaka suta” atau assertive. Karena “Jawa panggonane semu” maka amat susah bagi orang Jawa untuk assertive atau blaka suta. Kaprikornus kita kembali terhadap diri kita sendiri, kita mesti bisa “Mulat sarira” mudah-mudahan “bisa rumangsa”
 
 
AMBUNEN SIKUTMU DHEWE
 
Salah satu hal yang sulit dipercayai dilaksanakan: “mencium siku kita sendiri”. Kalau ragu-ragu boleh dicoba, niscaya tidak hingga ke siku, cuma mendekati siku saja. Ungkapan ini seperti memperkuat pertimbangan bahwa introspeksi diri itu sulit dipercayai 100 persen benar. Contohnya ada orang yang suka marah-marah dan diingatkan oleh temannya. Ia menyangkal jikalau pemarah. Maka temannya mengatakan: “jajal ambunen sikutmu dhewe”. Ya mana bisa. Yang terperinci sikut itu tidak berbau menyerupai ketiak. Untuk membaui ketiak sendiri, kita masih bisa, terlebih ketiak memang sumber bau. Tetapi membaui siku yang banyak tidak berbaunya sekaligus tidak terjangkau, mana mungkin?
 
Maksud si kawan dekat menyampaikan “ambunen sikutmu dhewe” adalah: Tidak ada orang yang dapat menganggap diri sendiri dengan benar. Dengan kata lain, butuh orang lain. Oleh lantaran itu sebutan berikutnya yakni “Ngiloa githokmu dhewe”
 
 
NGILOA GITHOKMU DHEWE
 
Jelas sulit dipercayai kita menyaksikan belakang kepala kita. Biarpun pakai cermin, tetap tidak mungkin. Ungkapan ini bisa dipakai untuk menegur atau menasihati, namun yang lazim dipakai yakni untuk ngrasani: “Ana wong kok ora gelem ngilo githoke dhewe” (Orang kok tidak mau bercermin ke tengkuknya sendiri).
 
Misalnya saya ditegur “Mbok ngiloa githokmu dhewe”. Kalau dipikir malah ialah teguran sia-sia. Menegur secara tidak terperinci untuk satu hal yang saya tidak tahu. Kecuali saya cukup arif, tahu jikalau sulit dipercayai ngerti, maka dengan ikhlas saya mau bertanya: “Lalu apa kehabisan saya? Yang satu omong semu dan satunya tanggap.
 
 
PENUTUP
 
Bukankah menyaksikan tengkuk cuma bisa dijalankan dengan dua cermin? Berarti dalam pengembangan diri selaku manusia, kita butuh orang lain. Dalam menapaki hidup ini, kita  butuh teman. Apakah ada orang yang berani menyampaikan “Rumangsa ora butuh kanca?"  (IwMM)

Related : Ngilo Githoke Dhewe, Menuntut Ilmu Dapat Rumangsa

0 Komentar untuk "Ngilo Githoke Dhewe, Menuntut Ilmu Dapat Rumangsa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)