Orang Yang Grapyak, Pradah, Luber, Weweh Dan Utang-Silih


Kita akan merasa tenteram jikalau berjumpa dengan orang yang grapyak (sumanak, ramah), pradah (loman, suka menjamu), bèr (suka memberi, dari kata lubèr, yang arti harfiahnya “meluap”, tujuannya yakni ber-budi, suka memberi ganjaran)  dan wèwèh (memberi). Orang seumpama ini akan kita sebut selaku orang yang bagus dan menyenangkan. Orang seumpama ini biasanya suka menolong sesama manusia.  Ia niscaya telah menghayati makna keteladanan Panembahan Senapati yang sanggup dibaca di Serat Wedhatama, “amemangun karyenak tyasingsesama (Membuat bahagia hati semua orang). Dia akan menjadi “jujugan” (tujuan) orang-orang yang butuh bantuan.
Saya punya teman dekat yang seumpama ini. Ia bukan orang yang terlalu kaya, namun sungguh “helpful”. Pandangannya wacana “uang” gampang saja, namun maknanya dalam. “Banyu aja dibendhung, Dhik, nanging ilekna”. Air jangan dibendung, tetapi alirkan. Maksud ia menyampaikan itu adalah, jikalau kita punya uang, jangan disimpan-simpan. Uang yang disimpan tidak bermanfaat. Alirkan untuk faedah orang lain. Air yang dialirkan niscaya akan terisi kembali dan tidak didiami benih-benih penyakit.
 
WELAS TEMAHAN LALIS
Pendek kata teman dekat saya ini amat dermawan. Kedermawanannya tidak hitung-hitung. Orang yang butuh duit akan tiba kepadanya untuk minta pinjaman. Pernah saya tanyakan padanya: “Mas jikalau panjenengan cal-cul nyah-nyoh gitu tanpa perkiraan apa lama-lama tidak sengsara sendiri, seumpama sebutan dalam paribasan Jawa Welas temahan lalis”. (welas: kasihan; lalis: hilang, mati)”
“Benar sekali Dik. Bebasan tersebut yakni perayaan leluhur kita biar hati-hati dalam hidup. Bila kita baca kisah-kisah dunia hewan (fabel), banyak pola bahwa yang kita tolong justru mau mengkonsumsi kita. Hidup memang mesti sarat perhitungan. Tetapi untuk harta, jangan dihitung-hitung. Bukankah para leluhur mendidik kita untuk ber-budi?”
 
UTANG-SILIH
Kita akan merasa tenteram jikalau berjumpa  dengan orang yang  ORANG YANG GRAPYAK, PRADAH, LUBER, WEWEH DAN UTANG-SILIH
Sebenarnya agak sungkan menanyakan hal ini. Terdorong rasa ingin mendapatkan pencerahan maka saya akibatnya bertanya: “Kalau ada orang utang kemudian tidak mengembalikan, bagaimana sikap Mas Mujib?”
Ia membisu sejenak. “Bukan sok baik, sok suci lho Dik. Yang pinjam tidak mengembalikan memang ada, namun tidak banyak. Dan untuk orang yang seumpama itu untuk apa kita gagas. Sepanjang hati kita lepas dan ikhlas, maka saya tidak akan lalis. Akan diganti oleh Allah yang Maha Welas dan Asih”.
Mas Mujib juga berceritera bahwa orang yang tidak mengembalikan hutang, kecuali yang memang punya tabiat bandel (dan ini cuma kasuistik, katanya) niscaya ada sebabnya. Hanya mereka kurang jantan untuk “blaka” bahwa belum atau tidak dapat mengeluarkan duit hutangnya. Kenapa tidak BLAKA SUTA saja (Blaka: bicara sejujurnya; Suta: anak. Maksudnya: Bicara terus terperinci seumpama yang ditangani anak-anak). Yang meminjami niscaya akan paham masalahnya.
Ia pernah mengalami pada jaman mahasiswa, poswesel (surat pengantaran duit lewat kantor pos) belum tiba lantaran duit digunakan untuk ongkos opname ayahnya. Ia bicara terhadap ibu kosnya bahwa belum bisa bayar kos-kosaannya. Ia menangis di saat ibu kosnya yang telah sepuh itu mengatakan: “Sudah jangan dipikir, nanti mengusik kuliahmu”
 
TEPA-PALUPINYA: YANG BERHUTANG MENGEMBALIKAN, YANG DIHUTANGI TIDAK MENAGIH
Seharusnya seumpama itulah keadaan idealnya. Yang merasa hutang ya mengembalikan sesuai janji.  Janganlah waktu mau pinjam memelas, sehabis sanggup pinjaman akal-akalan lupa. Kalau tertangkap berair orang lain, amat memalukan dan yang bersangkutan bisa-bisa dijauhi teman. Yang dipinjami juga tidak perlu menagih. Menagih hutang ialah beban mental juga. Orang mesti bisa melepaskan dri dari “rasa Jawa” yang tidak tegaan.
 
LIDING DONGENG
Kita akan merasa tenteram jikalau berjumpa  dengan orang yang  ORANG YANG GRAPYAK, PRADAH, LUBER, WEWEH DAN UTANG-SILIH
Saya menuntut ilmu banyak dari Mas Mujib ini (karena saya terpengaruh dengan kata-kata dari “White Collar, session IV: Sometimes it’s good to be a little bad”, menjadi sedikit jelek terkadang lebih baik. Kalau saya lanjutkan .... sedikit pelit lebih baik).
Dedana (amal) saya masih banyak kurangnya. Suatu di saat seorang teman dekat seperjalanan mau pinjam uang: “Mas boleh pinjam 500, saya belum ketemu ATM”. Ia bicara dalam bahasa Indonesia.
Saya jawab dalam bahasa Jawa: “Utang apa nyilih?
“Bedane apa Mas, utang karo nyilih?
“Yen utang, bisa dikemplang (ngemplang: tidak mengembalikan); Yen nyilih dhuwite mulih (mulih: pulang)”
Teman saya tertawa terbahak-bahak. “Itu namanya guyon parikena (canda namun menembak), Mas. Saya tidak hutang tidak nyilih tetapi pinjam. Kaprikornus bisa macam-macam bergantung sikon”.
Ganti saya yang tertawa. Intinya saya kurang suka dihutangi. Saya punya fikiran waktu itu bahwa orang yang hutang perilakunya mengarah ke tidak baik. Padahal pertimbangan saya 100 persen salah. Ada pitutur dalam Serat Tepapalupi, Puja Arja, 1925 yang mengatakan:
Kowe rada nitenana titikan sathithik, manawa ana wong kang potang ora sumedya nagih, utawa wong kang utang nyaur dhewe ora fasilitas tinagih, iku sakaro-karone isih wong becik, pantes padha mitranen dadi sadulur
Terjemahan bebasnya adalah: Orang yang memberi hutang namun tidak menagih dan orang yang berhutang mengembalikan tanpa ditagih, keduanya tergolong orang baik. Layak untuk dijadikan teman dekat atau saudara. (IwanMM).

Related : Orang Yang Grapyak, Pradah, Luber, Weweh Dan Utang-Silih

0 Komentar untuk "Orang Yang Grapyak, Pradah, Luber, Weweh Dan Utang-Silih"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)