Serat Kandha Bumi: Pitutur Untuk Ngawula Terhadap Raja


Serat Kandha Bumi yakni karya Ki Padmasusastra, 1924. Mengisahkan seorang perjaka yatim piatu, Raden Sapartitala, murid Resi Rasatala di padepokan Lebu Pasir. Orang tuanya sebelum meninggal sudah menitipkan terhadap Resi Sapartitala yang kemudian mengasuh dan mendidik Raden Sapartitala bareng adiknya, Endang Siti Pasir.

Menyadari bahwa kalau ia tetap tinggal bareng Resi Rasatala di desa, maka ilmu yang diperolehnya akan membusuk di situ dan akan terkubur dibawa mati tanpa pengamalan, Oleh lantaran itu Raden Sapartitala pada hasilnya menghadap sang resi, menyodorkan tujuannya untuk mengabdi pada raja biar ilmunya bermanfaat.

Resi Rasatala memang menilai Raden Sapartitala sudah cukup ilmunya, namun pada di saat Raden Sapartitala berpamitan, masih menyertakan 12 butir pesan selaku bekal dalam pengabdiannya terhadap raja, seumpama di bawah ini (termasuk terjemahannya):

1.    Setya tuhu ing pangawulan, tegese tresna ing gusti trus lahir batin, sirik gedhe nyatur cacading gusti, senadya mung ngethuki bae iya aran ala (Terjemahan: Setia dan menurut dalam pengabdian, artinya menyayangi raja lahir batin, pantang mencela keburukan raja, bahkan menghasilkan perumpamaan pun tidak baik)

2.    Sregep marang pagawean kang wus winajibake, nanging ora sulit dikatonake ing akeh, becik ora katon selsai tinimbang katon ora rampung (Terjemahan: Rajin dalam menjalankan kiprah yang menjadi kewajibannya, namun tidak usah ditun juk-tunjukkan terhadap orang banyak. Lebih baik tidak kelihatan selesai ketimbang kelihatan tidak selesai)

3.    Aja meri marang sihing gusti kang tumiba ing wong liya senadyan wong liya mau ora nyambutgawe kaya kowe, kowe mangsa weruha karsaning gusti kang winadi (Terjemahan: Jangan iri dengan kasih sayang raja terhadap orang lain meskipun orang lain tadi tidak melakukan pekerjaan seumpama engkau. Engkau kan tidak tahu apa rencana raja yang dirahasiakan)

4.    Rumeksa lan ngowel marang barang kagunganing gusti, dikaya pangreksa lan pangowelmu marang barangmu dhewe (Terjemahan: Menjaga dan menyayangi barang milik raja seumpama mempertahankan dan menyayangi barang milikmu sendiri)

5.    Bisa simpen wadining gusti, ora keprojol marang ing liyan, senadyan marang anak bojo iya ora, biar kowe diandel marang gusti bisa simpen wadi (Terjemahan: Mampu menyimpan diam-diam raja, tidak kelepasan ke orang lain, meskipun terhadap anak istri juga tidak, biar engkau diandalkan raja bahwa bisa menyimpan rahasia)

6.    Sumurup marang unggah-ungguhing tata krama, aja kongsi kurang luwih, tegese ngajeni marang sapadha-padha, angluhurake marang wong gedhe, nanging aja kongsi ora pratitis, yen kurang aran digsura, yen luwih aran wong lamis, iya iku sing diarani golek pendhok (pakandelan) (Terjemahan: Mengetahui sikap dan sikap tatakrama, jangan kurang dan jangan lebih. Artinya hormat pada sesama, meluhurkan yang kedudukan lebih tinggi. Tetapi jangan hingga tidak pas. Kalau kurang akan dibilang kurang ajar. Kalau berlebihan dibilang lamis, yakni yang dinamakan cari muka)

7.    Andhap asor nanging aja asoring budi, tegese budimu kang ngumala, gelem kalah marang bandha baumu, nanging ora gelem diremehake (Terjemahan: Rendah hati namun tidak rendah budi; artinya budimu yang bercahaya, boleh kalah harta dan kekuatanmu namun tidak mau diremehkan)

8.    Ngalah basa sakecap laris satindak, nanging aja dadi tukang kalahan (Terjemahan: menyerah kata satu patah langkah satu tindak namun jangan menjadi orang yang senantiasa kalah)

9.    Yen kowe dierang-erang ana ing pajagongan, aja kolawani catur, mung ewanana bae, iku prasasat wis kotapuk raine (Terjemahan: kalau engkau diejek dalam sebuah pertemuan, tidak perlu ditanggapi dengan ucapan. Cukup dengan lisan tidak senang, itu sudah sama dengan engkau menghantam wajahnya)

10.  Yen kowe dikurangajari ing wong aja kok saru., unenana kewan ingkang tanpa akal gadhah tatakrama, cumbu dateng bandaranipun, manungsa boten makaten, dheweke wis ribut atine (Terjemahan: Kalau kau dikurangajari orang tidak usah ditanggapi. Katakan hewan saja yang tak punya akal masih punya tatakrama, setia terhadap tuannya. Manusia tidak demikian. Hatinya sudah ribut) 

11.  Yen diwaoni gaweanmu kang wis korasa bener, aja kopadoni, wangsulana: leres karsa sampeyan, menggahing sampeyan, boten menggahing gusti (Terjemahan: Kalau dicela  pekerjaanmu yang sudah engkau anggap baik, tidak usah dibawa dalam pertengkaran.  Jawab saja benar kata anda, menurut anda, namun tidak untuk raja) 

12.  Tutuping pituturku disregep marang pasuwitan, senadyan pintera bisa anjara langit yen kesed, iya ora dadi dandanan. (Terjemahan: Pituturku yang penutup, rajinlah dalam pengabdianmu; meskipun terpelajar setinggi langit kalau pemalas ya tidak akan jadi orang yang baik)

Raden Sapartitala berangkat ke Kotaraja sendirian. Adiknya tidak diberitahu. Duabelas butir pitutur gurunya betul-betul ditaati dan tamat ceritera, Raden Sapartitala dalam pengabdiannya meningkat kariernya menjadi Patih di kerajaan Bantala Rengka tempatnya mengabdi. Adiknya, Endang Siti Pasir dalam perjalanan sulit dan panjang berjumpa sang raja dan diperistri. Kisah purna dengan happy ending.

Pertanyaannya adalah: Pada jaman kini apakah nilai-nilai ini masih relevan? Kalau masih, apakan masih mewarnai kehidupan kita sehari-hari? (IwMM)

Related : Serat Kandha Bumi: Pitutur Untuk Ngawula Terhadap Raja

0 Komentar untuk "Serat Kandha Bumi: Pitutur Untuk Ngawula Terhadap Raja"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)