Serat Wedhatama: Budbahasa Anor Raga


“Susila” yaitu sikap yang santun. “Empan papan” dalam pergaulan, bisa mempertahankan “ilat, ulat dan ulah”. “Ilat” yaitu lidah, artinya pembicaraannya pas dan elok dalam budibahasa yang halus. . “Ulat” yaitu lisan wajah, dalam hal ini yaitu lisan tampang yang cerah dan ramah. Sedangkan “ulah” yaitu tindak tanduk yang harmonis dengan ilat dan ulatnya: Sabar dan halus. Dapat dibaca di Serat Wedhatama: Orang-orang yang tidak dapat menjaga” ilat, ulat dan ulah”

“Anor raga” yaitu sikap rendah hati (bukan rendah diri). Sinonim lain dalam bahasa Jawa adalah “andhap asor”. Orang yang tidak ada sombongnya samasekali meskipun ia punya drajat, semat dan kramat. Dalam paribasan Jawa orang yang amat andhap asor disebut BUMI PINENDHEM atau LEMAH PINENDHEM. Bumi sama dengan lemah yang artinya tanah dan pinendhem artinya dipendam. Kesombongannya dipendam dalam bumi.

Alangkah senangnya apabila kita berjumpa dengan orang yang “susila anor raga” ini. Apalagi apabila ia pimpinan kita. Pasti kita merasa “Ayem” (tenang, tenteram) dan “Ayom” (Teduh, terlindungi).

Sikap “susila anor raga” sanggup kita baca di Serat Wedhatama, KGPAA Mangkunegara IV, Pupuh Sinom bait ke 17 selaku berikut:

Wedhatama, Pupuh Sinom Bait ke 17
 
Terjemahannya kurang lebih selaku berikut:

Demikianlah insan utama; Suka terlarut dalam sepi; Setiap saat; Mempertajam dan membersihkan budi; Dalam menetapi; Tugasnya selaku ksatria; Susila anor raga; Pandai menyejukkan hati sesama; Itulah yang disebut orang menyenangi agama.

“Wignya met tyasing sesami” pada bait ke 16 ini masih ialah kelanjutan dari keteladanan Panembahan Senopati yang sanggup dibaca pada Serat Wedhatama: Memotivasi para muda.  Pada posting tersebut terdapat kalimat: “Amemangun karyenak tyasing sesami” (berkarya menenteramkan hati sesama) pada pupuh Sinom bait pertama baris terakhir. Makara yang disebut pada bait ke 17 di atas yaitu kemampuannya (wignya) sedangkan pada bait pertama yaitu tindakannya (amemangun).

Wedhatama, Pupuh Sinom Bait ke 1

Bila kita kembali ke atas, mudah-mudahan bisa “amemangun karyenak tyasing sesami” kita mesti “wignya met tyasing sesami”. Untuk itu kita mesti mempunyai sikap dan sikap “susila anor raga” yang dapat memelihara “ilat, ulat dan ulah”. Hal tersebut tidak mungkin ditangani apabila kita tidak tekun “masah amemasuh budi” lewat “pinesu tapabrata tanapi siyang ratri” dengan kata lain tekun mendekatkan diri terhadap Tuhan, menyadari bahwa takabur yaitu sifat yang amat dibenci Allah.

Saya kutip dari buku Mukjizat Asmaul Uzma, Ust Saifuddin Al-Damawy, Pustaka Al-Mawardi, 2007: Abdul Mutakabbir yaitu Hamba Allah Yang Maha megah. Dia yaitu orang yang berhasil namun tidak lupa diri, berpangkat tinggi namun rendah hati, kaya namun tidak pelit, Pintar namun tidak membodohi. Dia selalu sadar akan dirinya dan ingat akan peristiwa serta wilayah kembalinya. Posisi yang didudukinya tidak menghasilkan dirinya sombong, namun justru makin merasa rendah dihadapan Allah.  (IwMM)

Related : Serat Wedhatama: Budbahasa Anor Raga

0 Komentar untuk "Serat Wedhatama: Budbahasa Anor Raga"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)