Serat Wulangreh, Pesan Untuk Ngawula (2): Ngepluk Asungkanan

Gambar 1: Ngepluk asungkanan
 
Pada posting Serat Wulangreh,Pesan untuk ngawula (1):  Ngawula tidak gampang,  disebutkan pada butir ke 7 bahwa orang ngawula dilarang “ngepluk asungkanan”.

“Ngepluk yakni orang yang tak punya rasa aib bahwa ia malas, dan pemahaman “sungkan” yakni malas. Makara “ngepluk asungkanan” yakni orang yang dobel malas dan nggak aib atas kemalasannya.
 
Manusia menyerupai ini keuntungannya nyaris tidak ada. Sudah niscaya tergolong orang-orang yang lumuhan dan masih lebih aji godhong jati aking, menyerupai disebutkan Sri Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama
 
 
MANUSIA YANG TIDAK LAYAK NGAWULA


Mengenai orang yang “ngepluk asungkanan ini Sri Pakubuwana IV menggarisbawahi selaku orang yang tidak layak “ngawula”. Dikatakan pada bait ke 26 pupuh Maskumambang selaku sejelek-jelek manusia (luwih ala-alane jalma ngaurip) dan tidak layak ngawula terhadap siapa saja, tidak cuma terhadap raja (tan patut ngawulèng aji; angèngèra sapa-sapa).
 
Pada bait ke 27  bahkan disebutkan bahwa orang sungkanan menyerupai ini walau ikut orang tuanya sendiri (amilua ing bapa biyung pribadi) tidak urung akan dimarahi (datan wurung dèn srêngêni), bahkan apabila melawan (milawanana) sanggup dipukul  (pinala).
 
Selanjutnya pada bait ke 28 dibilang orang menyerupai itu apa ya layak untuk ngawula (mapan kaya mangkono ngawulèng gusti). Kalau sembrana (kalamun lêleda) maka jadinya akan celaka (tan wurung manggih bilai) dan di belakang hari jangan menyesal (ing wuri aja ngêrsula).
 
 
PENUTUP
 
Ada paribasan “Keduwung nguntal wedung”. Keduwung yakni menyesal,  sebutan dalam paribasan ini, alasannya yakni orang telah kadung menelan (nguntal) wedung (senjata semacam belati). mau apa lagi wedung sudah  masuk perut, mau dimuntahkan susah, dinantikan keluar bareng kotoran sama susahnya. Tidak beda halnya dengan orang sungkanan di atas. Sudah kadung malas. Mau bangun tubuh sakit-sakit, mau tetap malas niscaya ewes ewes ewes bablas untuk berikutnya amblas.
 
Pada bait ke 29 di bawah, Sri Pakubuwana IV mengingatkan bahwa celaka itu alasannya yakni perbuatan kita sendiri (pan kinarya dhewe bilainirèki). Bila kita kembali ke bait 28: (ing wuri aja ngêrsula) maka betul bahwa "Sesal dulu pendapatan, sesal lalu tak berguna".  (IwMM)
 
 
Dilanjutkan ke Serat Wulangreh, pesan untuk ngawula (3): Rumeksa marang gusti
 
 
CATATAN: PENGERTIAN SUNGKAN
 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada tiga macam:
 
a. Malas atau enggan melakukan sesuatu (Ia sungkan melakukan pekerjaan di kebun)
b. Merasa tidak nikmat hati (Ia sungkan menegur orang itu)
c. Menaruh hormat, segan (Ada perasaan sungkan di hatiku terhadap guru itu)
 
Menurut Bausastra Jawa, Poerwadarminta, cuma satu pengertian, yaitu: Suthik tumandang (tidak mau mengerjakan), kesed (malas).
 
Pengertian yang disebut dalam Serat Wulangreh sama dengan Bausastra Jawa, yakni “malas”. Dalam percakapan sehari-hari orang Jawa jaman kini ini, kata sungkan lebih biasa digunakan dengan pemahaman tidak nikmat hati dan rasa segan (butir b dan c Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sungkan dalam pemahaman “malas” kemungkinan tidak begitu diketahui lagi.

Related : Serat Wulangreh, Pesan Untuk Ngawula (2): Ngepluk Asungkanan

0 Komentar untuk "Serat Wulangreh, Pesan Untuk Ngawula (2): Ngepluk Asungkanan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)