Akal Dan Okol

“Akal” dan “okol” merupakan dua sumber kekuatan manusia. Yang pertama merupakan kekuatan intelektual dan yang ke dua merupakan kekuatan fisik atau kekuatan otot. Umumnya orang bau tanah kita menghendaki kita sekolah biar jadi orang pandai, punya kekuatan “akal” untuk bekal di hari tua.

Ada lagu dolanan anak-anak, lagu “Kodhok ngorek” liriknya seumpama ini: “Kodhok ngorek kodhok ngorek, ngorek pinggir kali; Teyot teblung teyot teblung, teyot teyot teblung; Bocah pinter bocah pinter besok dadi dokter; bocah bodho bocah bodho besuk kaya kebo”.

Ada pemahaman negatif wacana “akal” dan “okol” alasannya ada sebutan “kalau tidak dapat pakai logika ya pakai okol”. Konotasinya jikalau tidak dapat pakai cara halus ya pakai cara kasar. Jelas ini tidak baik, tetapi ada juga orang yang mempraktekkan cara-cara seumpama ini dalam kesehariannya.

Pada mulanya aku beropini bahwa “akal” merupakan milik kamum intelektual dan “okol” kaplingnya pekerja kasar. Ternyata dua-duanya diperlukan. Akal dan okol merupakan karunia Tuhan terhadap manusia. Berbahagialah yang memiliki keduanya. Pemain bola, petinju dan atlit-atlit lainnya, tidak akan menjadi luar biasa jikalau cuma mengandalkan “okol” saja.

Jadi, insan mesti punya keduanya, “akal” dan “okol”. Tetapi aku pernah ditanya seseorang: “kalau kau mesti memutuskan salah satu, mana yang kau pilih”. Setelah berpikir sejenak, aku jawab: “Pilih akal”. Orang itu merupakan guru Sekolah Menengah Pertama saya. Beliau menepuk-nepuk bahu saya: “Kamu pintar. Rajin-rajinlah belajar, biar jadi dokter”. Saat itu yang aku ingat justru bukan lagu “Kodhok ngorek” melainkan “dongeng kancil”. Kancil yang ototnya tidak menonjol namun bisa mengalahkan binatang-binatang besar yang berotot. Ketika aku “matur” wacana kancil terhadap bapak guru saya, ia mengingatkan: “Asal jangan keminter, nanti kalah sama-kura-kura”.

Ingatan wacana lagu “Kodhok ngorek” justru timbul saat seorang dokter puskesmas berceritera wacana seorang tukang becak yang patah kakinya gara-gara becaknya ukiran dengan mobil.


Tukang becak itu menangis mengeluhkan pembiayaannya. Dokter itu berjanji akan menolong (termasuk setengah memaksa pengendara kendaraan beroda empat untuk menolong biaya) dan minta dispensasi ke Rumah Sakit.

Beribu terimakasih disampaikan oleh pak becak. Satu hal menjamah yang dikatakannya adalah: “Beginilah jadi orang bodoh. Hanya punya okol saja. Sekarang okolnya tidak dapat dipakai, entah berapa lama. Untung istri melakukan pekerjaan jualan di pasar. Kalau tidak kemudian bagaimana belum dewasa makan?”

Saya suruh dokter itu menyanyikan lagu “Kodhok ngorek”. Mungkin dia pikir aku sudah tidak beres, barangkali alasannya kala itu saya merupakan bossnya, dia nyanyi juga. Hanya tahu depannya. Saya teruskan belakangnya: “Bocah pinter bocah pinter ......... Bodho Kaya Kebo” Dia tertawa: “Oo begitu Pak. Lagu dolanan sederhana namun memotivasi”. (IwMM).

Related : Akal Dan Okol

0 Komentar untuk "Akal Dan Okol"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)