Bathok Bolu Isi Madu



Bathok: Tempurung kelapa; Bolu tidak ada kaitan dengan camilan anggun bolu. Bolu disini merupakan kependekan dari bolong telu atau lubang tiga. Ada tiga lobang di tempurung kelapa. Lobangnya kecil saja, letaknya berdekatan. Ada yang tanya, mengapa pakai pemanis kata “bolu” kok tidak bathok isi madu saja? Yang terperinci padanan katanya (guru lagu) menjadi tidak pas. Kemudian ada orang lain lagi yang tanya, mengapa tidak eksklusif saja “bathok bolong telu isi madu”. Ya itulah jiwa seni orang Jawa. Kan lebih pas “bathok bolu” (empat suku kata dan “isi madu” (empat suku kata juga).

Bicara ihwal bathok dikaitkan dengan isi, maka bathok kelapa yang dimaksud disini merupakan yang masih bisa dipakai untuk ditempati sesuatu. Makara minimum setengah kelapa. Bathok yang seumpama itu amat multiguna selaku wadah. Bisa dipakai pengemis untuk minta sedekah (jaman kini telah digantikan oleh kaleng atau wadah plastik), bisa untuk piring makan, bisa pula untuk daerah minum atau alat mengambil air. Kita kenal siwur, untuk mengambil air di genthong. Kembali ke bathok, bathok kita yang sederhana ini isinya “madu” sesuatu yang bukan sembarangan. Maknanya telah terperinci bukan? “Bathok bolu” melambangkan orang yang biasa-biasa saja. Sedangkan “isi madu” menyediakan sebuah kelebihan. Dalam diri orang yang terlihat lahirnya seumpama itu, terdapat keunggulan yang kita tidak punya.

Jaman dahulu waktu aku masih mahasiswa, ada pria renta yang jikalau tiba ke tempat tinggal diminta ibu bantu-bantu bersihkan halaman. Laki-laki ini mengundang ibu dengan istilah “ndoro putri” walau demikian ibu cukup hormat kepadanya. Sederhana reasoningnya. Pertama bahwa “Jalma tan kena ingina” (manusia dihentikan dihina atau direndahkan). Kedua, pria ini telah terperinci “bathok bolu isi madu”. Dibalik penampilannya yang sederhana tersimpan keunggulan yang mengagumkan.Apa keunggulan orang renta ini, salahsatunya aku pahami waktu ikut ke desanya di pesisir selatan. Di perjalanan senantiasa saja ia berjumpa dengan orang lain dan senantiasa sanggup unek-unek ihwal beratnya hidup, dan senantiasa ia membagi hasil perolehannya di kota yang tidak seberapa itu (Ibu aku senantiasa membekali dengan sembako, selain honornya yang tentusaja tidak banyak). Ketika aku tanya: Kalau dibagi-bagi begitu kan habis, mbah. Yang di rumah sanggup apa?. Jawabnya pendek saja: “Gusti Allah mboten sare” (Tuhan tidak tidur) dengan tatapan dalam.

Wah jikalau seumpama ini rasanya aku tidak mampu. Kalau milik aku tidak banyak, terperinci tidak akan aku bagi. Kalau punya banyak apa ya akan aku bagi? Belum pasti juga. Di dompet aku ada duit beberapa ratus ribu, tetapi jikalau mengisi kotak amal waktu sholat jumat cuma satu lembar dengan nilai nominal terkecil. Itupun dilipat dan memasukkan dilindungi telapak tangan supaya tidak kelihatan orang yang duduk di sebelah saya.

Seorang kawan mengatakan, diantara rukun Islam yang lima mana yang paling sukar dilaksanakan? Saya jawab: “Sholat”. Duh, aku di tolol-tololkan sama dia. “Hatimu merasa lebih berat mana, antara sholat dan zakat?” Baru aku tersadar. Betul, mengeluarkan duit zakat itu rasanya berat. Bukan zakat fitrah yang lazim kita bayar menjelang Idul Fitri. Zakat dalam pemahaman luas tergolong shodaqoh.

Lalu aku ceriterakan cerita pria renta itu pada kawan saya. “Nyolong pethek, ya”, (diluar dugaan) kata kawan saya. Ganti aku punya peluang menggoblok-goblokkan dia. “Nyolong pethek itu dapat berkonotasi baik maupun buruk. Seperti kau itu nyolong pethek, nampaknya alim namun mbeling. Kalau yang satu ini namanya bathok bolu isi madu” (IwMM)

Related : Bathok Bolu Isi Madu

0 Komentar untuk "Bathok Bolu Isi Madu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)