Gupak Pulute Ora Mangan Nangkane

Kalau diterjemahkan biasa, artinya terkena getahnya (pulut) tidak makan nangkanya. Pada masa nangka belum dijual di swalayan dalam bungkus “siap makan” maka kalau kita ingin makan nangka mesti berjuang dulu. Membuka buahnya yang besar, kemudian melepas isi yang sanggup kita makan. Kita tidak akan pernah makan nangka tanpa “gupak pulut”nya dulu. Membersihkan “pulut” (getah) mesti pakai minyak kelapa, kemudian dibilas pakai sabun.

Kecuali kita suruhan pembantu (yang tangannya belum tentu higienis juga) maka kita sulit dipercayai makan nangka tanpa “effort”. Oleh lantaran itu peribahasa “gupak pulute ora mangan nangkane” berkisah perihal orang yang ikut sukar payah namun tidak menikmati hasilnya.

Mencarikan pola insan yang apes menyerupai ini ternyata tidak gampang. Sepertinya menyerupai itu namun rasanya kok tidak terlampau pas. Saya pernah mendiskusikan dengan beberapa teman, alhasil senantiasa silang pendapat.

Ada sepasang maling, yang satu lari dan satunya ketangkap massa dan digebuki rame-rame (sambil menanti polisi datang). Menurut saya ini bukan “gupak pulute ora mangan nangkane”. Memang betul ia tidak menikmati hasil. Teman yang jadi pasangan malingnya sanggup saja tidak ketangkap dan sukses “mangan nangkane”, namun perjoangannya untuk menyelamatkan diri  juga tidak ringan.  Rasanya lebih sempurna untuk sikap seperti ini merupakan “ngundhuh wohing panggawe", atau “ngundhuh wohing pakarti” dengan kata lain: “Siapa menanam akan menuai”. Dia bukan “gupak pulut  tapi “ngundhuh”. Teman maling yang lolos, sebuah di saat niscaya akan "ngundhuh wohing panggawe" juga

Seorang pimpinan mesti hati-hati lantaran staf yang jerih payah bantu pimpinan (barangkali tidak ikhlas) tetapi tidak sanggup “reward”, sanggup saja menyampaikan “gupak pulute ora mangan nangkane”. Saya juga kurang sreg untuk anjuran yang satu ini. Di mata seorang pemimpin bisa saja punya anjuran memerintahkan staf itu wajar-wajar saja. Walaupun mungkin sang pimpinan ini lupa, bahwa tiap orang motifnya berbeda-beda. Kemudian bagi seorang staf, bukankah telah kewajiban, mengerjakan perintah pimpinan (sepanjang masih dalam kendala kedinasan). Coba saja lihat uraian tugas. Pada butir paling bawah lazimnya tertulis kurang lebih selaku berikut: mengerjakan kiprah lain yang ditugaskan pimpinan.

Kebalikan dari “gupak pulute ora mangan nangkane” merupakan “gelem nangkane emoh pulute” atau “gelem jamure emoh watange”. Jamur (pasti bukan yang di supermarket) dahulu juga mesti dicari, dan lazimnya berkembang di batang-batang kayu  yang telah setengah membusuk (watang: batang).

KESIMPULAN

Ada dua sikap bertentangan, dan ada dua orang (atau lebih) yang koordinasi mengerjakan sesuatu. Yang satu mau enaknya sendiri (emoh pulute atau emoh watange) tetapi mau makan nangkanya atau jamurnya, sementara satunya ketiban tidak enaknya (gupak pulute). Dalam kerja tim, janganlah hingga terjadi ada yang akan enaknya sendiri sehingga tidak ada yang merasa cuma sanggup getahnya saja (IwMM).

Related : Gupak Pulute Ora Mangan Nangkane

0 Komentar untuk "Gupak Pulute Ora Mangan Nangkane"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)