Cangkriman 4: Jikalau Yang Ini “Pelajaran Ilmu Bumi”


Saya ingat waktu SD dulu. Saya sekolah di SD Negeri Jetisharjo I Yogyakarta. Pak Guru menggambar arah mata angin kemudian peta jalan di sekeliling sekolah. Lalu kita dibawa keluar gedung, berlangsung mengikuti isyarat dalam peta. Atau dibalik: Kita keluar sekolah, jalan mengikuti pak guru kemudian sekembali ke sekolah, kita membaca peta yang sudah digambar pak guru. Kita cari lagi jalan atau gang mana yang tadi kita lalui. Terus jelas itulah kali pertama saya kenal “Ilmu Bumi” sebelum mulai menjelajah peta Indonesia dan Dunia dalam atlas maupun dalam perjalanan sesungguhnya.

Saya bersyukur bahwa negara tersayang kita ini yakni negara merdeka. Bila tidak, dunia kita ini mungkin amat sepi. Dunia kita yang anak Yogya mungkin cuma sebatas Yogya – Solo saja, seumpama diungkapkan dalam tembang “Wilting Klapa” selaku berikut:

Witing klapa, jawata ing ngarcapada, salugune wong wanita, kula sampun jajah praja ing Ngayogya Surakarta”

Ya, cuma sebatas Yogyakarta hingga Surakarta padahal kita punya Sabang hingga Merauke.

Intro aku sudah terlalu panjang. Saya cuma ingin mengobrol satu tembang Pucung. Sepertinya bukan cangkriman, namun bergotong-royong yakni cangkriman tembang yang bersendikan pengenalan aran mata angin. Sayangnya tembang ini amat bersifat setempat sehingga cuma sanggup diketahui anak Yogya atau orang yang mengenal kota Yogya dan tahu bahasa Jawa.

Bapak pucung Pasar Mlathi kidul Dhenggung; Kricak lor negara; Pasar Gedhe loring Loji; Menggok ngetan kesasar ning Gondomanan.

Terjemahannya:

Bapak pucung Pasar Mlati di selatan Denggung; Kricak di utara kotaraja; Pasar Gedhe (Beringharjo) di utara loji; Belok ke timur kehilangan arah di Gondomanan

Berarti kita mesti tahu Denggung, Pasar Mlati kemudian Kampung Kricak. Yang dimaksud “loji” mungkin Gedung Negara yang kini ini. Loji yakni gedung-gedung Belanda. Kalau belok ke timur kemudian kita kehilangan arah di Gondomanan pertanyaannya adalah: Dimanakah posisi kita dikala melantunkan tembang Pucung ini? Silakan dijawab.

Tembang ini mungkin sudah jarang di dengar lagi. Wawasannya memang terlalu sempit untuk ukuran sekarang. Tetapi nilai pendidikan untuk mengenal kawasan pada masa itu perlu diapresiasi. Sekarang memang bukan sekedar “ing Ngayogya Surakarta” namun “Dari Sabang hingga Merauke ................... itulah Indonesia” (IwMM)

Catatan:
Lanjutan dari: Cangkriman 3: Suatu dikala sanggup kadaluarsa

Related : Cangkriman 4: Jikalau Yang Ini “Pelajaran Ilmu Bumi”

0 Komentar untuk "Cangkriman 4: Jikalau Yang Ini “Pelajaran Ilmu Bumi”"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)