Cangkriman: Kumpulan

Kebetulan ketemu teman dekat usang dan saya tunjukkan lima posting saya terdahulu mengenai cangkriman.
 

“Lumayan”, katanya. “Mbok kau posting satu lagi yang isinya kumpulan cangkriman, jangan sekedar beberapa contoh”. Betul juga usulan teman dekat ini. Masalahnya kenangan di otak ternyata sudah luntur, sementara yang ditulis para blogger juga hampir sama dengan apa yang saya tahu. Lalu dimana “cangkriman” yang rasanya dahulu terlalu banyak itu? Jaman SD di Jogja, dahulu ada buku kecil berisi cangkriman, saya baca  di Gunung Agung yang waktu itu lokasinya masih di perempatan Tugu. Lumayan kalau untuk bedhek-bedhekan sama teman, saya senantiasa unggul. Kala itu buku belum dikemas plastik, jadi siapa pun sanggup membaca, dan yang jaga juga cukup ramah untuk membiarkan kami bersila di depan rak buku.
Daripada nanti hilang lagi, saya tulis saja kini di PAGES.  Kalau nanti ada perhiasan simpel diedit lagi. Di bawah yakni “Kumpulan cangkriman” tergolong contoh-contoh yang sudah saya tulis terdahulu.  Penjelasab masing-masing jenis apat dibaca lagi sanggup dibaca pada Cangkriman 1, 2a dan 2b di atas.
 
A. CANGKRIMAN PEPINDHAN
1.    Abang-abang dudu kidang, pesegi dudu pipisan (merah bukan kijang, pesegi bukan alat penggiling jamu). Jawaban: kerikil bata

2.    Ana titah duwe gulu tanpa sirah, suwe silit nanging ora tau bebuwang (Ada makhluk punya leher tanpa kepala, punya anus namun tidak pernah buang air besar): Jawab: botol

3.    Bapak Demang klambi kakak yen disuduk manthuk-manthuk (Bapak Demang berbaju merah kalau ditusuk mengangguk-angguk): Jawab: Bunga (jantung) pisang

4.    Bocah cilik blusak blusuk nang kebon (Anak kecil menyelinap di kebun). Jawab: Jarum

5.    Bocah cilik nggendong omah (Anak kecil menggendong rumah): Jawaban: Siput

6.    Dicakot bongkote sing kalong pucuke (Digigit pangkalnya yang menyusut ujungnya). Jawab: rokok

7.    Dijupuki malah dadi mundhak gedhe (Diambil terus malah jadi makin besar). Jawab: Orang menggali lubang.

8.    Duwe rambut ora duwe endhas (Punya rambut tidak mempunyai kepala) Jawab: Jagung

9.    Dikethok malah tambah dhuwur (Dipotong malah bertambah tinggi). Jawab: Celana panjang

10.  Emboke diidak idak anake dielus-elus (Ibunya diinjak-injak anaknya dibelai-belai): jawab tangga bambu

11.  Emboke wuda anake tapihan (Ibunya telanjang anaknya pakai kain). Jawab: Pohon bambu dan anaknya (rebung) 

12.  Ing ngisor kedhung ing ndhuwur payung (di bawah danau di atas payung): Jawab: Orang menanak nasi pakai dandang. Ini ceritera jaman dandang belum digeser rice cooker. Anak kini mungkin sulit membayangkan.

13.  Kayu mati ginubed ula mati (Kayu mati dililit ular mati). Jawab: Gangsingan, gasing, yang dililit tali dahulu kemudian dilempar.

14.  Kebo bule dicancang merang (Kerbau putih diikat merang). Merang = Batang padi. Jawab: Buntil (Makanan tempat Jawa. Terbungkus daun talas, didalamnya berisi parutan kelapa, ikan teri dan lain-lain. Paling luar supaya tidak lepas, diikat merang). Mengapa perumpamaannya mengambil hewan kerbau? Mungkin alasannya yakni buntil itu gemuk mirip kerbau

15.  Ora mudhun-mudhun yen ora nggawa mrica sak kanthong (Tidak turun kalau tidak menenteng mrica sekantung). Jawab: Buah papaya (Biji papaya diumpamakan mrica sekantung)

16.  Rasane padha karo jenenge (Rasanya sama dengan namanya). Jawab: Sepet (sabut kelapa).

17.  Sawah rong kedhok galengane mung sitok (Sawah dua petak galengannya cuma satu). Jawab: daun pisang (tulang daunnya yakni galengan)

18.  Tibane ngisor digoleki ndhuwur (Jatuhnya ke bawah dicari ke atas): Jawab: genteng bocor. Bisa juga dijawab dengan orang kentut

19.  Wit Adhikih woh adhakah; Wit adhakah woh adhikih (Pohonnya kecil buahnya besar; Pohonnya besar buahnya kecil). Jawab: Buah semangka dan buah beringin

20.  Wujude kaya kebo, ulese kaya kebo, lakune kaya kebo, nanging dudu kebo (Bentuknya mirip kerbau, warnanya mirip kerbau, jalannya mirip kerbau namun bukan kerbau). Jawab: Gudel (anak kerbau).

21.  Yen mlaku sikile lore, yen mandheg sikile sepuluh (bila berlangsung kakinya dua bila berhenti kakinya sepuluh). Jawab: Orang jualan sate atau yang lain yang dipikul dengan wadah jualan tampang dan belakang kakinya masing-masing empat. Bisa dimodifikasi menjadi “yen mandheg sikile patbelas” (empatbelas). Kalau penjualnya bawa bangku kaki empat. Kalau kaki tiga ya tigabelas.

 
B. CANGKRIMAN WANCAHAN

Mohon diamati bahwa singkatan Jawa senantiasa memakai satu atau dua suku kata terakhir. Hal ini sekaligus “clue” isyarat cangkriman wancahan Jawa. Untuk menjawabnya, kita berpegang cuma dengan suku kata terakhir saja. Apa yang disingkat yakni kondisi sehari-hari yang dekat dengan lingkungan kita (pada masa itu, tentunya)
1.    Burnas kopen: Bubur panas kokopen (Dikokop: makan dengan lisan eksklusif melekat di  bibir mangkuk)
 
2.    Buta buri: Tebu ditata mlebu lori (Tebu ditata masuk lori)

3.    Gerbong tulis: Pager kobong watune mendhelis (Pagar terbakar batunya timbul)

4.    Gowang pelot: Jagone ana lawang cempene mencolot (Ayan jawaranya ada di pintu, anak kambingnya melompat

5.    Itik pertis ibu perbeng ijah perlong: Tai pitik memper petis, tai kebo memper ambeng, tai gajah memper golong. (Tai ayam mirip petis, tai kerbau mirip ambeng dan tai gajah mirip golong). Ambeng: nampan besar; Golong: bongkahan besar. Cangkriman yang ini memang agak jorok.

6.    Kablak ketan: (membacanya “koblok ketan). Nangka tiba ning suketan (Nangka jatuh di rerumputan)

7.    Kicak ketan: Kaki macak iket-iketan (kakek-kakek berhias pakai destar)

8.    Langdikum ditasbir: Lulang dikum dientas njebibir (Kulit direndam, setelah basah, diangkat akan mengembang)

9.    Ling cik tu tu ling ling yu: maling mancik watu, watu nggoling maling mlayu (Maling naik batu, kerikil terguling maling lari)

10.  Manuk biru: Pamane punuk bibine kuru (Pamannya gemuk bibinya kurus)

11.  Nituk lersure: Nini ngantuk diseler susure (nenek-nenek ngantuk dicuri susurnya). Susur: Gumpalan tembakau yang dahulu banyak diisap wanita, pada biasanya sudah setengah umur.

12.  Pak boletus: Tapak kebo ana lelene satus (Telapak kerbau ada lelenya seratus)

13.  Pak bomba pak lawa pak piut: Tapak kebo amba, tapak ula dawa, tapak sapi ciut (Jejak kerbau lebar, jejak ular panjang dan jejak sapi sempit)

14.  Pindhang kileng: sapi ning kandhang kaki mentheleng: sapi di kandhang kakek mendelik matanya

15.  Pindhang kutut: sapi mblandhang lukune katut (Sapi ngabur walukunya terbawa)

16.  Pothel kidi: Tompo cemanthel kaki wedi (Kukusan tergantung kaki takut). Catatan: Yang dimaksud dengan "kaki" yakni kakek (kaki-kaki: orang tua)

17.  Rangsinyu muksitu: Jurang isi banyu gumuk isi watu (Jurang berisi air bukit berisi batu)

18.  Segara beldhes: Segane pera sambele pedhes (Nasinya kering sambalnya pedas)

19.  Suru bregitu: Asu turu dibregi watu (Anjing tidur ditimpa batu). NB. Adegan ini jangan ditiru

20.  Surles penen: Susur teles pepenen (Susur berair jemurlah). Susur: gumpalan tembakau yang diisap wanita. Termasuk sanggup diisap ulang. Kalau sudah basah, dijemur, nanti kering diisap ulang

21.  Tuwan sinyo: Untu kedawan gusi menyonyo (Gigi terlalu panjang gusi menonjol)

22.  Tuwok rawan: Untune krowok larane ora karuwan (Giginya berlubang sakitnya tidak karuan)

23.  Wit tho yung: Yen dijiwit athi biyung (Bila dicubit aduh emak)

24. Wiwawite lesbadhonge: Uwi dawa wite tales amba godhonge (Uwi panjang pohonnya, talas lebar daunnya). Uwi: sejenis flora ubi yang menjalar.

25.  Wiwawite lesbadhonge jatos lempuk: Sama di atas ditambah jati atos (keras) dan pelem (Imangga) empuk

26.  Wiwawite lesbadhonge karwapake: Sama di atas ditambah Cikar dawa tipake (Gerobak panjang jejaknya)

27.  Yu mahe rong, lut mahe ndhut: Yuyu omahe ngerong, welut omahe lendhut (Ketam rumahnya di lubang, belut rumahnya di lumpur)


C. CANGKRIMAN TEMBANG

Umumnya yakni tembang Pucung. Beberapa tembang yang sempat saya kumpulkan adalah:

1.    Tembang Asmaradhana: Wonten ta dhapur sawiji; Tanpa sirah tanpa tenggak; Mung gatraning weteng bae; Miwah suku kalihira; Nging tanpa dlamakan; Kanthaning bokong kadulu; Rumaket ing para priya (Adalah sebuah wujud; Tanpa kepala tanpa leher; Hanya berupa perut saja; Dan kaki keduanya; Tetapi tanpa telapak kaki; Bentuknya bokong sanggup dilihat; Akrab pada para pria). Jawabnya: Celana. Catatan: Pada masa itu belum banyak perempuan yang memakai celana luar. Sehingga keterangan terakhirnya “ Rumaket ing para priya”

2.    Tembang Kinanthi: Wonten putri luwih ayu; Tan ana ingkang tumandhing; Sariranira sang retna; Owah-owah saben ari; Yen rina kucem kang cahya; mung ratri mancur nelahi (Ada putri amat cantik; tidak ada yang menandingi; tubuh sang dewi; Berubah setiap hari; Kalau siang suram cahayanya; Hanya pada malam hari bersinar cahayanya). Jawaban: Rembulan

3.    Tembang Pangkur: (Yang ini cangkriman blenderan berupa tembang) Badhenen cangkriman ingwang; Tulung-tulung ana gedhang awoh gori; Ana pitik ndhase telu; Gandhenana endhase; Kyai Dhalang yen mati sapa sing mikul; Ana buta nunggang grobag; Selawe sunguting gangsir. Jawaban: a. Gedhang awoh gori tujuannya gedhang awoh ditegori, pisang berbuah ditebangi; b. Pitik ndhase telu tujuannya pitik ndhase dibuntel wulu, ayam kepalanya dikemas bulu; c. Ki Dhalang tujuannya kadhal dan walang, atau belalang. Makara kalau mati ya tidak ada yang memikul; d. Ana buta nunggang grobag, tujuannya tebu ditata, tebu setelah ditata dimasukkan gerobak, kalau kini masuk truk; Selawe sunguting gangsir, tujuannya selawe yakni sak lawe, sebesar lawe atau benang tenun.

4.    Tembang Pucung: Bapak pucung cangkemu marep mandhuwur; Sabane ing sendhang; pencokane lambung kering; Prapteng wisma si pucung mutah kuwaya (Bapak pucung mulutmu menghadap ke atas; Perginya ke mata air; Hinggapnya di pinggang kiri; Sampai rumah si pucung memuntahkan air). Jawab: Klenthing tempat air

5.    Tembang Pucung: Bapak pucung dudu watu dudu gunung; Sangkamu ing sabrang; Ngon ingone sang Bupati; Yen lumampah si pucung lembehan grana (Bapak pucung bukan kerikil bukan gunung; Asalmu dari tanah seberang; Piaraan sang Bupati; Kalau berlangsung si pucung berlenggang hidung). Jawab: gajah

6.    Tembang Pucung: Bapak pucung renten-renteng kaya kalung; Dawa kaya ula; Pencokanmu wesi miring; Sing disaba si pucung mung turut kutha (Bapak pucung berangkai mirip kalung; Panjang laksana ular; Tempat bertenggermu besi miring; Yang dihadiri si pucung dari kota ke kota). Jawab: kereta api

7.    Tembang Pucung: Namung tutuk; Lan netra kalih kadulu; Yen pinet kang karya; Sinuduk netrane kalih; Yeku saratira bangun ngemah-ngemah (Hanya mulut; Dan mata dua terlihat; Bila diminta kinerjanya; ditusukkan matanya yang dua; Itulah syarat ia mengunyah). Jawabannya: Gunting

 
D. CANGKRIMAN BLENDERAN

1.    Biru bisane dadi wungu dikapakake? (Biru supaya sanggup menjadi ungu diapakan). Jawab: Digebuk (Campuran cangkriman wancahan dan blenderan. Biru: Babi turu/tidur dan wungu: dalam bahasa Jawa bermakna warna ungu atau bangun dari tidur)

2.    Enak endi daging kucing karo daging pitik? (Enak mana daging kucing dan daging ayam? Jawab: Kalau menjawab yummy daging ayam bermakna pernah makan daging kucing. Modifikasi cangkriman ini banyak. Misal daging sapi, daging tikus dan lain lain).

3.    Gajah ngidak endhog ora pecah (Gajah menginjak telur tidak pecah). Jawab: Yang tidak pecah gajahnya.

4.    Gajah numpak becak ketok apane? (Gajah naik becak kelihatan apanya?) Jawab Ketok ndobose (kelihatan membualnya)

5.    Suru supaya sanggup mlayu dikapakake? (Suru: daun pisang yang dilipat dua kemudian dijadikan semacam  sendok untuk makan nasi atau bubur. Suru disini yakni singkatan dari asu turu atau anjing tidur. Mlayu yakni lari. Makara ialah adonan cangkriman wancahan dan blenderan. Jawab: Digebuk

6.    Wong dodol tempe ditaleni (Orang jual tempe diikat). Jawab: Yang diikat bukan penduduknya namun tempenya (Orang jual tempe di pasar tradisional. Tempe dikemas daun jati atau daun pisang kemudian diikat pakai tali bambu atau lainnya)

7.    Wong dodol klapa dikepruki (Orang jual kelapa dipukuli kepalanya). Jawab: Yang dikepruk bukan penduduknya namun kelapanya (Orang jual kelapa di pasar tradisional).

8.    Wong mati ditunggoni wong mesam-mesem (Orang mati ditungguin orang tersenyum-senyum). Jawab: Yang senyum bukan yang meninggal namun yang menunggui)


E. LAIN-LAIN (CANGKRIMAN YANG MEMANG HARUS DITEBAK)

1.    Ana kewan mapane ing alas. Saben wong mesthi wedi. Bareng digendhong dening manungsa, kewan iku ora medeni maneh, lan ora nyakot manungsa. Apa arane kewan iku? (Ada hewan bermukim di hutan. Setiap orang niscaya takut. Kalau digendong manusia, hewan itu menjadi tidak angker lagi dan tidak menggigit manusia. Binatang apa itu?). Jawabnya: Celeng; yang digendong manusia: celengan.

2.    Ana perabotan sabane ing pawon. Bareng ketiban cecak sanggup mabur. Apa iku? (kalo). Ini cangkriman memakai abjad Jawa. Peralatan dapur tersebut yakni “kalo” yang lazim dipakai untuk mencuci sayuran yang sudah dipotong-potong. Kalo berisikan abjad “ka” dan “la” yang diberi “taling tarung” sehingga berbunyi “lo” Kalo kalau kejatuhan “ceceg”, artinya ditambah “ceceg” yakni tanda baca yang merubah “lo” menjadi “long” maka dari kalo akan menjadi kalong. Ya niscaya sanggup terbang.

3.    Bosok malah enak (Busuk malah enak). Jawab: tape; sanggup dijawab juga dengan “Tempe”

4.    Dideleng gampang, dicekel angel (dilihat mudah, dipegang susah). Jawab: Matahari.

5.    Dipedhanga, dimriyema, dibedhila ora mati nanging yen dicegati mati (Biarpun dipedang, dimeriam, ditembak tidak mati. Tetapi jikalau dihalangi mati). Jawab: Air. Air kalau dibendung akan berhenti.

6.    Ing sadhuwuring lawang ana cecak. Yen cecak iku lunga, lawang iku dadi kewan kang sanggup mabur. Apa arane kewan iku? Ini juga cangkriman memakai abjad Jawa. Lawang, berisikan abjad la dan wa, kemudian diberi ceceg di atas abjad wa sehingga berbunyi “wang”. Makara kalau “lawang” cecegnya di ambil maka bunyinya menjadi “lawa”. Lawa yakni kelelawar, jadi sanggup terbang. Cangkriman ke dua ini kebalikan yang pertama. Kalau yang pertama kejatuhan ceceg maka yang ke dua cecegnya lari

7.    Lawa telu kalong loro ana pira? (Kelelawar tiga kalong dua jumlahnya berapa? Jawab: Kalau dijawab “satu” niscaya salah. Yang benar jawabnya “lima”. Keterangan: Kalong dalam bahasa Jawa bermakna “berkurang. Makara kalau kita tidak jeli maka akan impulsif menjawab “satu”. Kemudian ditertawakan semua orang. Cangkriman memang adakala jawabannya terlalu sepele.


PENUTUP
 
Inilah 70 cangkriman yang sanggup saya kumpulkan, barangkali ada yang akan bernostalgia, jaman lapangan Sekip di Jogja masih dipakai pacuan kuda, dan kita rame-rame “ngepit” (naik sepeda) nonton balapan jaran. Sinambi jagongan atau cangkrukan di ngebuk pada terang bulan atau di bawah lampu aniem kemudian bercangkriman ria: “Apa bedane balapan pit karo balapan jaran?”.
 
Tentunya jangan bawa iPad atau pad pad lainnya. Nanti jadi cangkriman “dhewe-dhewe. Menurut para ahli, cangkriman yakni fasilitas hiburan yang mendidik. Dan tentusaja murah meriah. (IwMM)
Catatan:
Perbedaan balapan kuda dan balapan sepeda: Yang satu ada tempat penitipan sepeda dan satunya tidak ada tempat penitipan kuda.
 

Related : Cangkriman: Kumpulan

0 Komentar untuk "Cangkriman: Kumpulan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)