Kakehan Gludhug Kurang Udan

Kakehan: Terlalu banyak; Gludhug: Guntur; Udan: Hujan. Kiasan ini mengibaratkan orang yang terlampau banyak bicara, omong gede, komitmen kosong, tetapi outputnya tidak ada. Bila omongannya disangkal sering ia tidak bisa memberi reasoning dan mungkin “escape” dengan pindah topik. Ada yang mengatakan, kalau diberi alasan tololnya akan kelihatan. Dalam peribahasa Jawa lainnya orang mirip ini juga dibilang "Kakehan kresek" (Kresek: bunyi kresek-kresek daun atau kertas yang bergeseran).

Saya eksklusif kurang pas kalau orang yang “kakehan gludhug” ini dianggap tolol. Suara gludhug berasal dari petir, dan petir mengandung energi listrik yang amat besar. Pohon besar kalau tersambar petir niscaya hangus, terlebih manusia, kecuali Ki Ageng Sela, yang dengan kesaktiannya justru dapat menangkap petir. Kaprikornus aku beropini sebaliknya. Orang yang “kakehan gludhug” ini orang pandai. Sak apes-apesnya ia pintar bicara dan merangkai kata. Rasanya tidak mungkin, ada orang pandai bicara tanpa dilandasi “knowledge”. Kaprikornus ungkapan ini tidak sama dengan “tong kosong nyaring bunyinya”, terang ada kata “kosong yang mengibaratkan otak yang kosong atau bodoh.

Sebenarnya hujan berasal dari mendung. Mengapa nenek moyang dahulu tidak mengambil kiasan “kakehan mendung kurang udan” mungkin alasannya mendung tidak berteriak-teriak. Ia tiba dan pergi tanpa bicara. Orang pendiam umumnya tidak menawan perhatian. Kebetulan kawan erat mendung merupakan “gludhug” dan ia yang berteriak-teriak. Kalau kemudian mendung berlalu rahasia tanpa hujan maka “gludhug” lah yang diteriaki “kakehan gludhug kurang udan”.

Ya telah nasibnya “gludhug” kalau ia menjadi “gludhug” untuk diri sendiri maka “tangan mencencang pundak memikul”, tanggungjawab sendiri. Tapi kalau ia “gludhug” yang menjadi corong misi orang lain, maka ia dapat  “gupak pulute ora mangan nangkane” (pulut: getah).

Gludhug” yang “kurang udan ini dapat berada dimana-mana setempat maupun berjenjang mulai tingkat RT. Saya menangkal diri dengan “gludhug” setempat alias eksklusif saja. Orang mirip ini kalau gres kenal mungkin disenangi, alasannya luwes dalam pergaulan. Lama-lama orang jadi jenuh dengan bualannya yang bisa memberi kesan sombong. Saat orang-orang cangkrukan di poskamling sambil  Omong Klobot yang hanya rasan-rasan ringan mengenai kehidupan, tahu-tahu ia tiba dan nimbrung kalau ia kenal dengan Bapak ini atau Ibu itu yang menguasai ini atau itu, kalau butuh ini itu dan seterusnya ... maka satu-persatu orang menyingkir kecuali beberapa orang yang sungkan atau terlalu baik hati.

Orang yang “kakehan gludhug kurang udan” dapat saja baik dan tidak merugikan kita, namun ia amat menyebalkan. Semakin menjengkelkan kalau ia merupakan orang yang memiliki power alasannya ia dapat memberi janji.  Sudah terlampau banyak hal-hal menjengkelkan dalam hidup ini.. Makanya dikala ia muncul, seorang berbisik: “Den mase Toni Boster (waton muni ndobose banter) datang”. Satu-persatu pergi, ada saja alasannya. Poskamling wilayah jagongan pun jadi sepi (IwM).

Related : Kakehan Gludhug Kurang Udan

0 Komentar untuk "Kakehan Gludhug Kurang Udan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)