Keinginan Yang Terlalu Tinggi Dalam Paribasan Jawa

Dalam pitutur kumpulan 8 sanggup dibaca bahwa “Mencapai impian mesti melangkah diikuti nalar” selaku berikut:

Sapa sing duwe panjangka kudu wani jumangkah, jer katekaning sedya iku mung bisa maujud menawa dilakoni lan ora nyimpang saka katekadane. Karep lan sedya, jangka lan panuwun, iku saumpama wong lelungan mono tumuju papan kang arep diparani utawa dijujug. Dene kekarepan iku kudu ana kanthine, yaiku nalar. Jalaran kekarepan tanpa logika ora beda karo karepe bocah cilik. Kejaba tanpa teges, uga sok tanpa wasana, satemah ora ana dadine

TERJEMAHAN: Orang yang mempunyai impian mesti berani melangkah, lantaran tercapainya prospek kita cuma bisa terwujud jikalau dijalani dan tidak menyimpang dari tekad kita. Keinginan dan niat, waktu dan doa, semisal orang bepergian mesti ditujukan terhadap wilayah yang mau kita datangi. Keinginan mesti punya pengawal. Adapun pengawalnya merupakan “nalar”, atau otak. Karena prospek tanpa “nalar” menyerupai prospek anak kecil. Selain tanpa makna juga tanpa tujuan, karenanya tidak tercapai

Masalahnya banyak orang mengejar-ngejar sesuatu tanpa menggunakan logika yang sanggup diartikan budi sehat. Drajat, semat dan kramat dikejar tanpa deduga, prayoga, watara dan reringa maupun dengan perancanaan yang mengikuti pola Tata, titi, tatas, titis.

Banyak pitutur Jawa mengingatkan biar insan hidup nrima ing pandum  “sakmadya” saja atau secukupnya saja. Dalam peribahasa Jawa ada lebih dari 10 sebutan yang mengkritisi sikap insan yang laksana “Punguk merindukan bulan” dengan hasil “besar pasak ketimbang tiang”.


CONTOH PARIBASAN

Peribahasa-peribahasa dengan mengunakan binatang, insan dan tindakannya selaku ungkapan adalah:
  1. CECAK NGUNTAL CAGAK: Cagak merupakan tiang. Cecak biasa nempel ditiang terlebih jikalau akrab dengan penerangan untuk berburu serangga yang beterbangan di sekitarnya. Tetapi jikalau si cicak mulai ingin menelan (nguntal) tiangnya, maka hal ini sudah berlebihan
  1. COCAK NGUNTAL ELO: Cocak merupakan sejenis burung, tergolong kecil dengan paruh yang tentusaja kecil. Sementara Elo merupakan sejenis pohon besar. Cocak bisa istirahat di pohon Elo, namun mirip si Cicak di atas, maka Cocak juga ingin nguntal (menelan) tempatnya bertengger terang sikap yang menertawakan'
  1. KODHOK NGUNTAL GAJAH: Kodhok atau katak merupakan hewan kecil yang mulutnya terbilang lebar. Tapi selebar-lebar ekspresi kodok apa mungkin ia menelan (nguntal) gajah
  1. CEBOL NGGAYUH LINTANG, atau CEBOL NGGAYUH LANGIT: Tentusaja tidak mungkin. Yang tidak cebol saja tidak mampu. Oleh lantaran itu dalam paribasan lainnya cukup dibilang NGGAYUH TAWANG (Tawang: langit). Sebagai pola saat saya bercanda dengan teman: "Setelah pensiun saya mau nyaleg". Teman saya mengatakan: "Rak paribasan nggayuh tawang to mas. Ora duwe massa kok nyaleg".
  1. NJARING ANGIN, atau NJARING LANGIT: Jelas merupakan perbuatan yang sulit dipercayai dijalankan oleh siapapun
  1. KEGEDHEN EMPYAK KURANG CAGAK: Sesuatu yang juga sulit dipercayai bila atapnya kegedean namun tiangnya kurang. Dalam paribasan lain yang mirip, dibilang KEGEDHEN ENDHAS KURANG UTEK. Kepalanya gede namun otaknya kecil
  1. KEROT ORA DUWE UNTU: Kerot merupakan bunyi ukiran gigi waktu kita tidur. Supaya ada bunyi kerot memerlukan gigi (untu). Ini juga sesuatu yang sulit dipercayai dilakukan.
  1. LUMPUH NGIDERI JAGAD: Orang lumpuh mengelilingi dunia. Perlu dicatat bahwa pada jaman dahulu insan jikalau lumpuh maka sungguh-sungguh tidak dapat apa-apa kecuali di rumah saja. Untuk dipraktekkan pada masa sekarang peribahasa ini sudah kurang pas.

LIDING DONGENG

Intinya merupakan jangan menjalankan sesuatu yang melampaui kesanggupan atau di luar kesanggupan insan yang wajar. Orang lain pun akan tertawa dan menyampaikan : Kok mirip KETEPANG NGGRANGSANG GUNUNG, ORONG-ORONG NGGOTONG GENTHONG, atau  GUREM THETHEL-THETEL. Bila modal memang cupet, buat apa mikir macam-macam yang terlalu tinggi.  NGENTENI TIMBULE WATU ITEM, NGENTENI KEREME PRAU GABUS hasilnya hanya frustrasi. Akibatnya jikalau tidak kena serangan jantung ya sakit gila.

Pitutur Jawa lewat pupuh Dhandanggula mengingatkan” “Eling eling pra kadang den eling; Uripira ing donya tan lama; Bebasan mung mampir ngombe; Cinecep nulya wangsul; Mring asale sangkane nguni; Begja yang wus pana; Sangkan paranipun; Dedalan kang den ambah; Mrih rahayu lumampah margi utami; Sejatining kasidan”.

Kurang lebih terjemahannya: Ingatlah teman dekat camkan selalu; Hidupmu di dunia tidaklah lama; Ibarat cuma mampir untuk minum; Selesai minum eksklusif pulang; Ketempat asal-usulmu; Beruntunglah yang sudah paham; Asal seruan kita; Jalan yang mesti ditempuh; Supaya selamat menapaki jalan yang utama; Menuju kehidupan abadi. (IwMM)

Related : Keinginan Yang Terlalu Tinggi Dalam Paribasan Jawa

0 Komentar untuk "Keinginan Yang Terlalu Tinggi Dalam Paribasan Jawa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)