Menyampaikan Pitutur Dengan Wangsalan 1: Pengertian

Orang Jawa kini mungkin telah banyak yang kurang paham dengan “wangsalan” Berbeda dengan “parikan” dan “purwakanti”, maka “wangsalan” menuntut wawasan “vocabulary” atau perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa yang cukup.


“Wangsalan” yakni semacam “cangkriman” atau teka-teki, bisa berisikan satu kalimat dengan anak kalimat atau dalam dua kalimat, bahkan juga bisa tersembunyi dalam tembang. Teka-tekinya terdapat pada anak kalimat atau pada kalimat pertama, kemudian jawabannya ketemu pada kalimat ke dua. Kita mesti bisa menebak teka-teki yang disampaikan pada permulaan kalimat, lewat “othak-athik” yang pas. Untungnya “clue” atau isyarat untuk jawabannya telah disebut pada kalimat permulaan tersebut. “Wangsalan” yang telah “umum” lazimnya tidak dilselesaikan kalimatnya. Dianggap kita telah mengetahui maksudnya.

“Wangsalan” bisa dipakai selaku teka-teki murni, namun dapat juga dipakai untuk menyindir atau memberi pitutur maupun teguran. Hal ini cocok dengan budbahasa orang Jawa (setidak-tidaknya orang Jawa jaman dulu) yang membenci menyodorkan segala sesuatu secara langsung. Keterbatasan wangsalan alasannya yakni cuma bisa dipakai untuk komunikasi oleh orang yang tidak sekedar bisa berbahasa Jawa namun mesti betul-betul mengetahui bahasa Jawa dan otaknya tidak “telmi” untuk mengothak-athik kata. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bisa-bisa saja, namun menjadi kehilangan makna.

Sebagai pola sederhana, umpamanya aku  bertamu ke tempat tinggal seseorang yang telah usang sekali tidak aku datangi atau bahkan belum pernah samasekali ke rumahnya, kemudian disambut tuan rumah dengan kata-kata: “Wah, wah, wah .... kok NJANUR GUNUNG .....”  Kalimatnya tidak dilanjutkan alasannya yakni wangsalan ini telah amat lazim dipakai dalam pergaulan sehati-hari.

Saya pun senyum-senyum kecut, alasannya yakni tahu lanjutan kalimat yang terhenti di kata “njanur gunung” yakni “kadiNGAREN ......” (kadingaren: tumben). Memang meskipun telah usang jadi tetangga satu RT, aku belum pernah bertamu ke rumahnya. Apa kekerabatan antara NJANUR GUNUNG dan kadiNGAREN? Inilah “wangsalan”. “NJANUR GUNUNG” yakni teka-tekinya. Janur yakni daun kelapa. Janur gunung bermakna pohon kelapa yang berkembang di gunung. Jawabannya yakni pohon AREN. Sindiran “njanur gunung” tujuannya “kadingaren” alias “tumben”. Tumben kau kesini, begitulah maksudnya.

Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: “Wah, wah, wah .... kok menyerupai janur gunung ....”. Sampai disini masih OK, tergolong mendapatkan “pohon aren”nya. Tetapi alasannya yakni menggunakan bahasa Indonesia, maka jawab kita bukan “kadingaren” melainkan “tumben”. Makna wangsalannya menjadi hilang. Aren tidak “match” dengan tumben.

Mudah-mudahan dengan satu pola ini, Bapak Ibu yang samasekali belum mengenal “wangsalan” bisa pribadi paham, bahkan bisa menghasilkan “wangsalan” sendiri. Asal telah tahu jiwanya, rumusnya sederhana saja. Buat kalimat ke dua dahulu (sebagai jawaban) gres karang kalimat pertamanya (teka-tekinya).  (IwMM)

Dilanjutkan ke Menyampaikan Pitutur Dengan Wangsalan (2): Wangsalan Sederhana

Related : Menyampaikan Pitutur Dengan Wangsalan 1: Pengertian

0 Komentar untuk "Menyampaikan Pitutur Dengan Wangsalan 1: Pengertian"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)