Momor, Momot Dan Momong

Merupakan tiga pesan singkat untuk pemimpin yang menggunakan purwakanthi sekaligus guru swara (o), Guru wanda (mo) dan guru sastra (m,o,m, o), Indikator kesuksesan dari seorang yang sukses “momong, momor dan momot” sederhana saja, yakni sehabis lengser keprabon pemimpin tersebut tetap dikenang, sesuai peribahasa “gajah mati meninggalkan gading”.
 
MOMOR
 

Momor” dalam dasanama Jawa yang lain disebut “amor” artinya menyatu, bareng dan bergaul dengan lingkungan sekitar kita (baca “manjing ajur ajer”). Pemimpin tidak sanggup menyendiri dan menjalankan tugasnya cuma lewat telepon, SMS, email dan jejaring sosial lainnya.
 
Dengan “momor” bareng penduduk yang beranekaragam, kelas sosialnya, budayanya, wataknya, kepentingannya dan keragaman lain yang masih banyak lagi, pemimpin akan tahu kehendak rakyat sekaligus tahu bagaimana cara “momongnya”. Cara menjalankan pendekatan baik pendekatan biasa maupun pendekatan khusus.
 
 
MOMOT


Pemimpin memang  mesti sanggup “momot” yang artinya “memuat” atau mengakomodasi banyak sekali macam aspirasi masyarakat, sehingga tidak ada yang tercecer. (Baca Serat Wedhatama: Den awas, den emut,den memet yen arsa momot).
 
Menjadi pemimpin memang “ribed”. Bila kita bertatap-muka dengan rakyat, permintaannya memang beraneka-ragam. Ada yang ingin desanya memiliki tenaga kesehatan, ada yang ingin akses ke desanya di aspal, ada yang ingin masjid desa di rehabilitasi. Pokoknya niscaya banyak dan seluruhnya tidak neko-neko. Seorang pemimpin yang berjiwa “momot” niscaya akan memuat semua aspirasi ini. Dia akan mengupayakan biar apa yang diharapkan rakyatnya sanggup tercukupi dalam tempo yang tidak terlampau lama.

 
Dalam “momot” ini sifat “bawa laksana” (kesatuan ucapan dan tindakan) diuji. Tigapuluh tahun kemudian jikalau kita dengar kata “usulan anda kami tampung” senangnya bukan main. Sekarang ini kita telah alergi dengan kata “tampung” dalam pemahaman sekedar diwadahi. Pengertian “tampung” mesti sama dengan “momot”, mirip momotnya gerobag pengangkut hasil bumi ke kota. Saat pulang ada hasilnya.
 
 
MOMONG
 

Momong” merupakan menjaga, membimbing dan mengasuh anak. Hasil dari “momong” merupakan gizi anak baik, anak sehat, sehingga berkembang kembang sesuai harapan. Anak menilai pemimpin merupakan bapak atau ibunya. Saat kita “ngrasani” pemimpin kita, kebanyakan kita menyebut “Bapak saya” atau “Ibu saya”. Pada di saat bareng atasan, kita akan sebut “Bapak dan Ibu” bukan “Tuan atau Boss”. Jelas pemimpin dihentikan “selak” (ingkar) bahwa rakyat merupakan anaknya. Analognya merupakan “pemimpin yang mesti momong rakyat bukan dibalik, rakyat yang mesti momong pemimpinnya”. Sedih jikalau di sekarang ini sering terdengar kata-kata yang pada dasarnya “Bapakku (atau ibuku) open-openane angel”.
 
Momong” itu tidak gampang. Anak yang dilahirkan dari bapak dan ibu yang serupa saja sifatnya berbeda-beda. Ada yang pendiam, ada yang ribut, ada yang nakal, ada yang manis, ada yang pintar ada yang ndeso dan masih banyak lagi. Apalagi rakyat yang jauh lebih beranekaragam latarbelakangnya.
 
Momong” tidak sekedar ilmu tetapi juga seni. Yang jelas, dalam “momong” anak setiap anak tidak sanggup diperlakukan sama untuk dilema yang sama. Lebih-lebih lagi “momong” rakyat. Contoh sederhana saja anak kita umumnya susah makan. Ada anak yang suka makan sambil diajak jalan-jalan di kebun tetapi ada yang akan makan sambil diceriterakan suatu dongeng. Ada juga yang gres mau makan sehabis diancam. Kalau tidak mau makan disuntik pak dokter. (Hanya mohon digarisbawahi, cara terakhir ini amat tidak baik. Untuk anak maupun untuk rakyat).
 
Momong” mirip menanam. Hasil dari tanaman “momong” kita merupakan yang kita emong (asuh) akan merasa berhutang budi. Ketika anak sampaumur dan menjadi orang, atau di saat rakyat hidup makmur maka mereka tidak akan lupa pada orang renta dan pemimpinnya. Sampai sang pemimpin lengser, hingga sang pemimpin wafat. mereka akan menjadi orang-orang yang mikul dhuwur mendhem jero.
 
 
KESIMPULAN
 
Momong, momor dan momot” merupakan “Tri Tunggal”, ketiganya merupakan satu kesatuan. Ketiganya mesti ada. Dengan “momor” kita tahu aspirasi rakyat. Aspirasi tersebut mesti sanggup kita “momot” dan kita pakai untuk “momong” rakyat. Dimana kehabisan kita? Menurut pertimbangan saya, kita terlalu mengedepankan “wacana” momong tetapi kurang menaiki “wahana” momor sehingga momotnya tidak sampai-sampai. (IwMM)

Related : Momor, Momot Dan Momong

0 Komentar untuk "Momor, Momot Dan Momong"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close