Guna, Kaya Dan Purun

 “Guna, Kaya dan Purun” terdapat pada Serat Tripama, pupuh Dhandhanggula bait pertama dan ke dua wacana dedikasi patih Suwanda dari kerajaan Maespati selaku berikut:

Yogyanira kang para prajurit; Lamun bisa sira anulada; Duk ing nguni caritane; Andelira Sang Prabu; Sasrabahu ing Maespati; Aran patih Suwanda; Lalabuhanipun; Kang ginelung triprakara; Guna kaya purun ingkang den antepi; Nuhoni trah utama

Lire lalabuhan triprakawis; Guna bisa saniskareng karya; Binudi dadya unggule; Kaya sayektinipun; Duk bantu prang Manggada nagri; Amboyong putri dhomas; Katur ratunipun; Purune sampun tetela; aprang tanding lan ditya Ngalengka nagri; Suwanda mati ngrana.

Terjemahan bebasnya kurang lebih selaku berikut:

Seyogyanya para prajurit; Semua bisa meniru; Seperti ceritera pada jaman dulu; Andalan sang raja; Sasrabahu di negara Maespati; Namanya Patih Suwanda; Jasa-jasanya; Dikemas dalam tiga hal; Pandai, bisa dan berani, itulah yang dipegang teguh; Menetapi keturunan orang utama.

Artinya dharmabakti yang tiga hal itu; Guna: bisa menyelesaikan masalah; Berupaya untuk mendapatkan kemenangan; Kaya: di saat pertempuran di negara Manggada; Bisa memboyong putri dhomas; Diserahkan terhadap sang raja; Purun: Keberaniannya telah konkret di saat perang tanding (dengan Dasamuka) raja Ngalengka; Patih Suwanda gugur di medan perang.

Adapun “jlentreh”nya wacana “guna, kaya dan purun” yakni selaku berikut:

GUNA

Guna: Nuhoni trah utami dalam hal ini yakni menetapi keturunan orang utama, yakni ksatria dengan sifat-sifat ksatrianya yang dapat menyelesaikan masalah. Unggul dalam segala hal. Dalam hal ini “guna” mempunyai makna “pandai dan bermanfaat” yang saling kait-mengait. Supaya berharga orang mesti pandai. Kepandaian patih Suwanda yang nama kecilnya yakni Bambang Sumantri tidak disangsikan lagi. Ia digembleng sendiri oleh ayahandanya, Resi Suwandagni, dari Pertapaan Arga Sekar. Berbagai ilmu wawasan tergolong ilmu pemerintahan dan tentusaja ilmu jaya kawijayan supaya menjadi serdadu yang handal.

Ilmu jikalau tidak dimanfaatkan niscaya berkarat disantap jaman. Oleh alasannya yakni itu Bambang Sumantri meminta ijin pada ayahandanya untuk “ngenger” (mengabdi) pada negara. Karena dirasa bekalnya telah cukup maka Resi Suwandagni pun merestui putranya berangkat ke Maespati untuk mengabdi pada Raja Arjunasasrabahu, supaya dapat menjadi orang yang berguna, bagi nusa dan bangsa. Dan betul-betul dalam masa pengabdiannya Bambang Sumantri memamerkan “guna”nya dengan menyelesaikan semua kiprah yang diembannya.


KAYA

Kaya: Bisa diartikan harta atau penghasilan. Pertanyaannya yakni apakah Bambang Sumantri berangkat ke Istana Maespati selaku orang kaya? Jelas sulit dipercayai lantaran ia hanyalah anak pendeta dan pergi ke istana lantaran mau mengabdi. Atau kaya sehabis menjadi Patih Suwanda? Sepertinya juga tidak. Patih Suwanda tidak sempat menjadi kaya atau memperkaya diri.Tentang “Kaya” disebutkan dalam bait ke dua Serat Tripama selaku berikut: Kaya sayektinipun; Duk bantu prang Manggada nagri; Amboyong putri dhomas; Katur ratunipun;

Disini disebutkan dalam pertempuran sukses memboyong putri Dhomas. Memboyong putri Dhomas (Dhomas: 800) Tentunya jumlah yang bukan main-main. Perang di negara Magada terjadi waktu Bambang Sumantri menjalankan kiprah mengikuti sayembara tanding melamar Dewi Citrawati atas nama Raja Arjunasasrabahu. Pelamarnya ada seribu raja dari seribu negara yang sukses ia taklukkan semuanya. Bambang Sumantri kembali ke Maespati memboyong dewi Citrawati dan disertai para raja dari seribu negara selaku taklukan. Sedemikian banyak taklukannya pastinya memperbesar “kaya” yang tidak sedikit. Makara Bambang Sumantri atau Patih Suwanda tidak mencari “kaya” untuk dirinya sendiri namun untuk kerajaan.


PURUN

Purun: Adalah tekad, semangat yang dilandasi kehendak yang besar lengan berkuasa dalam menjalankan sebuah tugas. Tugas yang diemban Patih Suwanda amat berat. Kalau ia ragu-ragu niscaya gagal. Apalagi jikalau bermental “cepek dulu” menyerupai Pak Ogah. Tugas berat yang sukses teratasi sesuai cerita dalam pedalangan adalah:
  1. Memboyong Dewi Citrawati dengan mengalahkan “Ratu sewu nagara”
  2. Memboyong Putri Dhomas yang jumlahnya 800 selaku pengiring pengantin
  3. Memindahkan Taman Sriwedari dari kahyangan Untarasegara ke Maespati
  4. Dalam Serat Tripama bait ke dua disebutkan adalah: Purune sampun tetela; aprang tanding lan ditya Ngalengka nagri; Suwanda mati ngrana. Patih Suwanda berperang hingga titik darah penghasilan dan gugur di palagan.
Keterangan untuk butir 4: Kejadiannya dikala Raja Arjunasasrabahu mandi-mandi bareng isteri-isterinya di Telaga Minangkalbu dengan membendung Sungai Minangsaya. Yang menjadi tanggul yakni sang raja sendiri dengan bertiwikrama (berubah jadi raksasa yang amat besar) kemudian membaringkan diri selaku bendungan. Saat itu datanglah Rahwana raja Alengka yang dihadapi Patih Suwanda dengan gagah berani hingga titik darah penghabisan


PENUTUP

Guna, Kaya dan Purun” disebut selaku “lelabuhan triprakawis” ialah dedikasi Patih Suwanda, yakni satu dari tiga “tuladhaning satriya utama (Dua lainnya yakni Kumbakarna dan Adipati Karna). Ketiganya bukanlah Raja. Semua pesan secara biasa memang niscaya untuk Raja, untuk pemimpin. Tetapi “Guna, Kaya dan Purun” lebih dikuhususkan untuk para ksatria abdi negara (IwMM)

Related : Guna, Kaya Dan Purun

0 Komentar untuk "Guna, Kaya Dan Purun"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)