Rangkaian kereta api berisikan minimal dua unit kendaraan untuk bisa melayani transportasi penumpang atau barang. Hanya bis rel yang dapat beroperasi dengan cuma satu unit kendaraan. Unit yang ada dalam rangkaian kereta api merupakan lokomotif, kereta dan / atau gerbong.
Karena rangkaian kereta api tediri lebih dari satu kendaraan maka perlu ada peralatan yang menjamin keamanan perjalanan rangkaian kereta tersebut. Perlengkapan tersebut yang pokok merupakan alat tolak-tarik, alat penyambung akses pengereman dan alat penyambung akses listrik.
Alat Tolak Tarik
Dinamakan alat tolak tarik alasannya berfungsi selaku alat tarik pada dikala rangkaian kereta api ditarik lokomotif, dan berfungsi selaku alat tolak pada dikala kereta atau gerbong didorong oleh lokomotif. Dua fungsi ini ada yang dibentuk terpisah dan ada juga yang dibentuk dalam satu alat. Perlu dibedakan juga antara alat tolak tarik dengan celah pada penyambungan dan alat torak tarik tanpa celah.
Alat tolak tarik usang yang dipakai di Indonesia merupakan ganco menyerupai yang diperlihatkan pada foto disamping. Pada alat tolak tarik ini ada celah, dan kekerabatan antara kendaraan tidak tegang. Akan terjadi benturan arah maju atau mundur pada dikala kereta api berjalan. Untuk menghemat hentakan pada arah maju dan mundur, pada bab alat tolak tarik diberi pemegasan, kiprah menolak dijalankan oleh buffer ditengah dan kiprah menawan dijalankan oleh pengait.
Ganco bisa dibentuk di Balai Yasa dari materi baja dengan proses tempa. Kehandalan alat torak tarik ini relatif rendah sehingga banyak insiden rangkaian putus dalam perjalanan. Rangkaian putus utamanya terjadi pada rangkaian kereta api barang dengan beban rangkaian yang relatif tinggi.
Pada waktu jalan rel NIS dengan lebar sepur 1435 masih beroperasi (misalnya dahulu pada lintas Semarang-Solo), dipakai alat tolak tarik terpisah menyerupai pada jalan rel di Eropa yang diperlihatkan pada foto disamping (keaslian bentuk fisiknya cuma terlihat pada buffer disisi kiri dan kanan saja, sementara bab tengahnya sudah diganti dengan versi automatic coupler). Penyambungan kendaraan dengan alat tolak tarik ini lebih susah dan memerlukan ketangkasan. Pada dikala kendaraan terdorong maka buffer dan buffer akan saling berhimpitan, dan pada dikala tersebut alat tarik (bagian tengah antara buffer) mesti dikaitkan dan kemudian dikencangkan. Pada alat tolak tarik ini kekerabatan antar kendaraan dibentuk tegang sehingga tidak akan terjadi hentakan pada arah maju dan mundur antara kendaraan.
Saat ini alat tolak tarik yang banyak dipakai di Indonesia merupakan alat kopler otomatis (Automatic Coupler) menyerupai yang diperlihatkan pada foto disamping. Kenapa dinamakan otomatis, alasannya cara penyambungan dua kendaraan cuma dijalankan dengan mendorong kendaraan tersebut saling mendekat dan membenturkan satu sama lain maka sambungan sudah terjadi. Alat tolak dan tarik ditempatkan menjadi satu kesatuan. Alat penting pada kiprah menawan dan menolak dinamakan “cnucle” dan alat ini akan aus alasannya gesekan. Namun sambungan pengereman dan listrik tetap mesti dijalankan secara manual.
Pada bab belakang dari kopler otomatis dipasang peredam dari karet sehingga benturan antara kendaraan sanggup diredam. Bagian yang mesti diganti pada periode tertentu cuma “cnucle”. Bagian lainnnya memperoleh pemeliharaan pada dikala kereta atau gerbong menjalani perawatan di Balai Yasa.
Pada kereta api yang memuat watu bara di Sumatera Selatan, membongkar muatan dijalankan dengan cara memutar gerbong satu persatu sehingga isinya ditumpahkan. Agar gerbong sanggup diputar satu per satu maka sambungan antar gerbong mesti dilengkapi dengan bab yang dapat diputar. Hal ini pastinya akan lebih membuat lebih gampang dalam proses mengeluarkan isi gerbongnya yakni watu bara, dan siap dipindahkan ke moda transportasi yang lain lagi untuk dibawa ke kawasan tujuan akhir.
Untuk membuat lebih gampang penyambungan sehingga tidak dikehendaki lagi tenaga insan pada proses penyambungan dikembangkan alat tolak tarik otomatis tunggal. Pada alat tolak tarik ini disamping terjadi sambungan mekanis juga ada sambungan antara akses udara dan listrik (untuk versi yang ini belum ada fotonya). Pada alat tolak tarik ini pada sambungan juga tidak ada celah sehingga tidak terjadi hentakan pada arah maju dan mundur. Beberapa rangkaian kereta api di Indonesia juga sudah menggunakan alat tolak tarik tanpa celah.
Rantai Pengaman
Pada waktu masih dipakai alat tolak tarik ganco, perlu ada alat penyelamat pemanis untuk menghemat dampak buruk jikalau rangkaian putus. Alat penyelamat tersebut merupakan rantai pengaman yang dipasang pada kedua segi di bawah ganco. Rantai pengaman dibentuk di Balai Yasa dari materi baja. Kehandalan rantai pengaman juga tidak terlampau baik sehingga sehingga pada dikala rangkaian kereta api putus, bisa terjadi rantai pengaman juga ikut putus.
Dengan digunakannya alat tolak tarik otomatis, insiden rangkaian putus sudah sungguh berkurang. Disamping itu dengan digunakannya rem udara tekan maka dampak buruk dari rangkaian putus sudah diselamatkan dengan pengereman yang otomatis terjadi sehabis rangkaian putus.
Kecuali, jikalau rangkaian tersebut menyerupai pada pola foto disamping kanan dimana pada kedua gerbong tidak mempunyai selang penghubung untuk tata cara rem udara tekan. Disini pengereman dijalankan secara manual yakni oleh petugas rem atau yang lazim juga disebut dengan PLKA. Jika rangkaian ini ada yang terputus, maka bersiaplah gerbong yang tertinggal akan berlangsung sendiri tanpa kendali. Hanya PLKA yang sanggup menghentikannya, itupun jikalau ada petugas pada gerbong yang tertinggal. Namun untuk dikala ini fungsi dari rantai pengaman bekerjsama sudah berkurang, dan pada transportasi watu bara di Sumatera Selatan alasannya gerbong mesti diputar maka rantai pengaman ditiadakan.
Sambungan Pengereman
Pipa utama pengereman pada tata cara pengereman udara tekan mesti tersambung dari lokomotif sampai kereta atau gerbong terakhir. Sambungan akses pengereman antara kendaraan dijalankan dengan alat penyambung yang berisikan selang karet dan penyambung dari logam menyerupai pada foto disamping. Pada bab hulu dari selang karet dilengkapi dengan kran yang dipakai untuk menutup akses udara pada ujung rangkaian. Perlu diperhatian bahwa posisi kran selain pada ujung rangkaian mesti terbuka. Kran pada bab rangkaian yang bukan ujung yang tidak terbuka akan membuat akses udara dalam rangkaian tersumbat dan rem tidak melakukan pekerjaan dengan sempurna.
Sambungan ini mesti kedap udara, alasannya tekanan udara 5 atm pada akses utama dihentikan bocor. Jika terjadi kebocoran dan buatan udara tekan dari lokomotif tidak dapat mengimbangi jumlah kebocoran, maka secara otomatis kereta api akan berhenti. Untuk mengenali apakah sambungan pada pipa utama pada seluruh rangkaian sudah berfungsi dengan sempurna, sebelum rangkaian kereta api dioperasikan mesti dijalankan uji pengereman.
Uji pengereman dijalankan dengan mengukur tekanan udara di ujung akses pengereman pada ujung rangkaian dengan menggunakan manometer. Jika ada kran yang tidak tertutup, tekanan udara pada ujung rangkaian akan sama dengan udara luar. Informasi ini penting untuk menentukan bahwa rangkaian pengereman sudah berfungsi dengan sempurna. Jika tekanan udara pada ujung pipa utama di kereta / gerbong terakhir sudah meraih 5 atam atau minimal 3,5 atm maka sambungan pengereman pada seluruh rangkaian sudah berfungsi dengan baik.
Sambungan Listrik
Kebutuhan listrik pada kereta tergantung jenis kereta. Yang banyak memerlukan listrik merupakan kereta berpenyejuk udara. Untuk keperluan penerangan dan memutar kipas angin, kereta kelas ekonomi juga memerlukan listrik. Kereta bagasi juga memerlukan listrik meskipun lebih kecil. Lampu semboyan selesai rangkaian kereta api juga menggunakan listrik.
Pembangkit listrik yang ditempatkan di kereta bagasi, besarnya tergantung kebutuhan. Untuk sanggup melayani rangkaian yang segalanya berisikan kereta direktur berpenyejuk udara, diperlukan pembangkit listrik berkekuatan 300KVA. Penyaluran daya sampai 300KVA ke seluruh kereta dalam rangkaian, dipakai sambungan listrik menyerupai diperlihatkan pada foto disamping. Sambungan listrik dipasang pada ujung kereta dan disambungkan oleh petugas pada dikala kereta disambungkan pada rangkaian.
Panjang Rangkaian
Keunggulan kereta api merupakan sanggup memuat barang dan / atau orang dalam jumlah banyak. Kemungkinan memuat muatan dalam jumlah besar dalam sekali jalan alasannya kereta dan / atau gerbong sanggup disambung-sambung menjadi rangkaian kereta api yang panjang. Pada transportasi watu bara di Sumatera Selatan, panjang rangkaian kereta api meraih lebih dari 600 m, dan di beberapa Negara bisa meraih 1,5 km.
Panjang rangkaian kereta api yang dapat dioperasikan tergantung pada :
1. Jumlah muatan dan sifat angkutan
2. Panjang spur di stasiun
3. Kekuatan tarik lokomotif
4. kekuatan alat tolak tarik
Pada transportasi penumpang ada keperluan pelayanan yang lebih banyak sehingga nyaris setiap dikala bagi penumpang yang ingin bepergian tersedia jasa transportasi kereta api. Namun prinsip tersebut sulit dipercayai dipenuhi kereta api menyerupai jasa transportasi taxi. Disamping itu jumlah penumpang tidak merata setiap waktu. Jam-jam tertentu penumpang lebih banyak dibanding jam lainnya. Pada transportasi disekitar dan dalam kota ada jam sibuk di saat banyak penumpang pergi ke kawasan kerja dan pada dikala penumpang pulang kerja. Panjang rangkaian yang mesti ditawarkan diadaptasi dengan keperluan ini. Artinya rangkaian dibentuk sepanjang mungkin sehingga pada jam sibuk semua penumpang sanggup terangkut dan sesering mungkin sehingga waktu menanti kereta api berikut tidak terlampau lama. Biasanya ada kompromi untuk menyanggupi permintaan ini. Pada jam sibuk dibentuk rangkaian kereta api yang terpanjang sesuai dengan panjang spur di stasiun. Pada KRL Jabotabek rangkaian terpanjang berisikan 16 kereta (4 set) dalam satu rangkaian pada jam tidak sibuk panjang rangkaian dikurangi sampai 4 kereta (1 set) dalam satu rangkaian.
Pada transportasi barang, frekuensi perjalanan tidak penting. Jika antara dua kota sanggup dilayani satu kali perjalanan kereta api barang saban hari sudah memadai. Beberapa kota yang sanggup dilayani dalam satu perjalanan maka gerbong yang melayani kota-kota tersebut sanggup dirangkai menjadi satu rangkaian kereta api. Misalnya transportasi barang dari Jakarta dengan tujuan Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya dan Banyuwangi sanggup dilayani oleh satu rangkaian kereta api barang.
Pengaturan gerbong mesti diadaptasi dengan urutan kota tujuan. Gerbong untuk kota tujuan terjauh ditaruh di belakang lokomotif dan dibarengi gerbong untuk kota tujuan terjauh yang lebih bersahabat demikian seterusnya. Gerbong yang ditaruh pada selesai rangkaian merupakan gerbong untuk kota tujuan terdekat yang dilayani.
Mengatasi kelemahan pesona lokomotif bisa dipakai lebih dari satu lokomotif yang penempatannya tergantung keperluan dan daya dukung jembatan. Yang paling gampang merupakan dua lokomotif ditaruh di depan secara berurutan. Cara lain merupakan menempatkan satu lokomotif di tengah atau di belakang rangkaian, cara kedua sanggup dijalankan jikalau alat kontrol jarak jauh bisa dioperasikan pada kabin lokomotif terdepan.
Batas kekuatan alat tolak tarik tidak dapat ditawar pada penempatan lokomotif menurut cara pertama. Pada penyusunan lokomotif cara kedua batas kekuatan alat perangkai tidak terlampau mutlak alasannya gaya tarik pada rangkaian menyusut dengan dengan adanya lokomotif di tengah atau di belakang. Namun cara ini mengandung resiko gerbong anjlok alasannya didorong dari belakang.
Kemampuan emplasemen memperoleh rangkaian kereta api barang dengan rangkaian panjang tetap mesti diamati alasannya kereta api tetap mesti berhenti di stasiun dan seluruh panjang rangkaian mesti berada di dalam batas yang kondusif pada salah satu spur.
Rangkaian Satu Kesatuan
Rangkaian kereta api mesti menjadi satu kesatuan yang dihentikan terputus selama rangkaian tersebut melaksanakan tugasnya. Konsep dihentikan terputus sejalan dengan cara pengoperasian kereta api menurut jarak ruang. Petak jalan yang ditempati satu rangkaian kereta api mesti secepatnya ditinggalkan untuk menampilkan peluang kereta api selanjutnya menggunakan petak jalan tersebut. Pengertian sanggup dipakai untuk kereta api selanjutnya merupakan semua bab dari kereta api sebelumnya sudah meninggalkan petak jalan.
Untuk menyingkir dari bahwa stasiun dan masinis tidak mengenali bahwa ada bab dari rangkaian yang tertinggal, diisyaratkan pada bab paling belakang rangkaian kereta api untuk dipasang semboyan “Tanda Akhiran Kereta Api” atau lebih dipahami dengan istilah “Semboyan 21”. PPKA mesti menyaksikan bahwa kereta api yang tiba atau berlalu pada stasiunnya mempunyai Semboyan 21 pada bab belakang. Jika tidak tidak nampak semboyan tersebut bermakna ada bab rangkaian yang tertinggal pada petak jalan dan PPKA dihentikan menyatakan bahwa petak jalan yang sudah dilalui kereta api yang gres tiba atau gres berlalu, sudah aman.
Berikut ini merupakan pola dari semboyan 21 :
*) Jika pada siang hari semboyan 21 berupa eblek berwarna merah yang ditaruh pada dinding kereta atau gerbong bab belakang.
*) Sedangkan pada malam hari semboyan 21 merupakan lampu menyala berwarna merah yang terdapat pada kereta bab belakang. Walaupun kebanyakan eblek berwarna merah tetap terpasang. Sementara untuk gerbong lazimnya tidak mempunyai lampu, jadi tetap menggunakan eblek merahnya.
Semboyan selesai rangkaian pasti sengaja ditempatkan menyerupai ini biar membuat lebih gampang masinis untuk mengenali dan mencicipi ada kereta atau gerbong yang lepas, apalagi jikalau gerbong atau kereta yang putus cuma beberapa dari kereta atau gerbong paling belakang.
Dengan menggunakan rem udara tekan keperluan akan semboyan selesai rangkaian bekerjsama tidak lagi dikehendaki alasannya masinis akan mengenali jikalau rangkaian putus. Jika prosedur rem udara tekan berfungsi dengan baik, pada dikala rangkaian putus maka kedua bab yang putus akan terhenti.
Darmawan “Teknologi Jalan Rel”
Karena rangkaian kereta api tediri lebih dari satu kendaraan maka perlu ada peralatan yang menjamin keamanan perjalanan rangkaian kereta tersebut. Perlengkapan tersebut yang pokok merupakan alat tolak-tarik, alat penyambung akses pengereman dan alat penyambung akses listrik.
Alat Tolak Tarik
Dinamakan alat tolak tarik alasannya berfungsi selaku alat tarik pada dikala rangkaian kereta api ditarik lokomotif, dan berfungsi selaku alat tolak pada dikala kereta atau gerbong didorong oleh lokomotif. Dua fungsi ini ada yang dibentuk terpisah dan ada juga yang dibentuk dalam satu alat. Perlu dibedakan juga antara alat tolak tarik dengan celah pada penyambungan dan alat torak tarik tanpa celah.
Alat tolak tarik usang yang dipakai di Indonesia merupakan ganco menyerupai yang diperlihatkan pada foto disamping. Pada alat tolak tarik ini ada celah, dan kekerabatan antara kendaraan tidak tegang. Akan terjadi benturan arah maju atau mundur pada dikala kereta api berjalan. Untuk menghemat hentakan pada arah maju dan mundur, pada bab alat tolak tarik diberi pemegasan, kiprah menolak dijalankan oleh buffer ditengah dan kiprah menawan dijalankan oleh pengait.
Ganco bisa dibentuk di Balai Yasa dari materi baja dengan proses tempa. Kehandalan alat torak tarik ini relatif rendah sehingga banyak insiden rangkaian putus dalam perjalanan. Rangkaian putus utamanya terjadi pada rangkaian kereta api barang dengan beban rangkaian yang relatif tinggi.
Pada waktu jalan rel NIS dengan lebar sepur 1435 masih beroperasi (misalnya dahulu pada lintas Semarang-Solo), dipakai alat tolak tarik terpisah menyerupai pada jalan rel di Eropa yang diperlihatkan pada foto disamping (keaslian bentuk fisiknya cuma terlihat pada buffer disisi kiri dan kanan saja, sementara bab tengahnya sudah diganti dengan versi automatic coupler). Penyambungan kendaraan dengan alat tolak tarik ini lebih susah dan memerlukan ketangkasan. Pada dikala kendaraan terdorong maka buffer dan buffer akan saling berhimpitan, dan pada dikala tersebut alat tarik (bagian tengah antara buffer) mesti dikaitkan dan kemudian dikencangkan. Pada alat tolak tarik ini kekerabatan antar kendaraan dibentuk tegang sehingga tidak akan terjadi hentakan pada arah maju dan mundur antara kendaraan.
Saat ini alat tolak tarik yang banyak dipakai di Indonesia merupakan alat kopler otomatis (Automatic Coupler) menyerupai yang diperlihatkan pada foto disamping. Kenapa dinamakan otomatis, alasannya cara penyambungan dua kendaraan cuma dijalankan dengan mendorong kendaraan tersebut saling mendekat dan membenturkan satu sama lain maka sambungan sudah terjadi. Alat tolak dan tarik ditempatkan menjadi satu kesatuan. Alat penting pada kiprah menawan dan menolak dinamakan “cnucle” dan alat ini akan aus alasannya gesekan. Namun sambungan pengereman dan listrik tetap mesti dijalankan secara manual.
Pada bab belakang dari kopler otomatis dipasang peredam dari karet sehingga benturan antara kendaraan sanggup diredam. Bagian yang mesti diganti pada periode tertentu cuma “cnucle”. Bagian lainnnya memperoleh pemeliharaan pada dikala kereta atau gerbong menjalani perawatan di Balai Yasa.
Pada kereta api yang memuat watu bara di Sumatera Selatan, membongkar muatan dijalankan dengan cara memutar gerbong satu persatu sehingga isinya ditumpahkan. Agar gerbong sanggup diputar satu per satu maka sambungan antar gerbong mesti dilengkapi dengan bab yang dapat diputar. Hal ini pastinya akan lebih membuat lebih gampang dalam proses mengeluarkan isi gerbongnya yakni watu bara, dan siap dipindahkan ke moda transportasi yang lain lagi untuk dibawa ke kawasan tujuan akhir.
Untuk membuat lebih gampang penyambungan sehingga tidak dikehendaki lagi tenaga insan pada proses penyambungan dikembangkan alat tolak tarik otomatis tunggal. Pada alat tolak tarik ini disamping terjadi sambungan mekanis juga ada sambungan antara akses udara dan listrik (untuk versi yang ini belum ada fotonya). Pada alat tolak tarik ini pada sambungan juga tidak ada celah sehingga tidak terjadi hentakan pada arah maju dan mundur. Beberapa rangkaian kereta api di Indonesia juga sudah menggunakan alat tolak tarik tanpa celah.
Rantai Pengaman
Pada waktu masih dipakai alat tolak tarik ganco, perlu ada alat penyelamat pemanis untuk menghemat dampak buruk jikalau rangkaian putus. Alat penyelamat tersebut merupakan rantai pengaman yang dipasang pada kedua segi di bawah ganco. Rantai pengaman dibentuk di Balai Yasa dari materi baja. Kehandalan rantai pengaman juga tidak terlampau baik sehingga sehingga pada dikala rangkaian kereta api putus, bisa terjadi rantai pengaman juga ikut putus.
Dengan digunakannya alat tolak tarik otomatis, insiden rangkaian putus sudah sungguh berkurang. Disamping itu dengan digunakannya rem udara tekan maka dampak buruk dari rangkaian putus sudah diselamatkan dengan pengereman yang otomatis terjadi sehabis rangkaian putus.
Kecuali, jikalau rangkaian tersebut menyerupai pada pola foto disamping kanan dimana pada kedua gerbong tidak mempunyai selang penghubung untuk tata cara rem udara tekan. Disini pengereman dijalankan secara manual yakni oleh petugas rem atau yang lazim juga disebut dengan PLKA. Jika rangkaian ini ada yang terputus, maka bersiaplah gerbong yang tertinggal akan berlangsung sendiri tanpa kendali. Hanya PLKA yang sanggup menghentikannya, itupun jikalau ada petugas pada gerbong yang tertinggal. Namun untuk dikala ini fungsi dari rantai pengaman bekerjsama sudah berkurang, dan pada transportasi watu bara di Sumatera Selatan alasannya gerbong mesti diputar maka rantai pengaman ditiadakan.
Sambungan Pengereman
Pipa utama pengereman pada tata cara pengereman udara tekan mesti tersambung dari lokomotif sampai kereta atau gerbong terakhir. Sambungan akses pengereman antara kendaraan dijalankan dengan alat penyambung yang berisikan selang karet dan penyambung dari logam menyerupai pada foto disamping. Pada bab hulu dari selang karet dilengkapi dengan kran yang dipakai untuk menutup akses udara pada ujung rangkaian. Perlu diperhatian bahwa posisi kran selain pada ujung rangkaian mesti terbuka. Kran pada bab rangkaian yang bukan ujung yang tidak terbuka akan membuat akses udara dalam rangkaian tersumbat dan rem tidak melakukan pekerjaan dengan sempurna.
Sambungan ini mesti kedap udara, alasannya tekanan udara 5 atm pada akses utama dihentikan bocor. Jika terjadi kebocoran dan buatan udara tekan dari lokomotif tidak dapat mengimbangi jumlah kebocoran, maka secara otomatis kereta api akan berhenti. Untuk mengenali apakah sambungan pada pipa utama pada seluruh rangkaian sudah berfungsi dengan sempurna, sebelum rangkaian kereta api dioperasikan mesti dijalankan uji pengereman.
Uji pengereman dijalankan dengan mengukur tekanan udara di ujung akses pengereman pada ujung rangkaian dengan menggunakan manometer. Jika ada kran yang tidak tertutup, tekanan udara pada ujung rangkaian akan sama dengan udara luar. Informasi ini penting untuk menentukan bahwa rangkaian pengereman sudah berfungsi dengan sempurna. Jika tekanan udara pada ujung pipa utama di kereta / gerbong terakhir sudah meraih 5 atam atau minimal 3,5 atm maka sambungan pengereman pada seluruh rangkaian sudah berfungsi dengan baik.
Sambungan Listrik
Kebutuhan listrik pada kereta tergantung jenis kereta. Yang banyak memerlukan listrik merupakan kereta berpenyejuk udara. Untuk keperluan penerangan dan memutar kipas angin, kereta kelas ekonomi juga memerlukan listrik. Kereta bagasi juga memerlukan listrik meskipun lebih kecil. Lampu semboyan selesai rangkaian kereta api juga menggunakan listrik.
Pembangkit listrik yang ditempatkan di kereta bagasi, besarnya tergantung kebutuhan. Untuk sanggup melayani rangkaian yang segalanya berisikan kereta direktur berpenyejuk udara, diperlukan pembangkit listrik berkekuatan 300KVA. Penyaluran daya sampai 300KVA ke seluruh kereta dalam rangkaian, dipakai sambungan listrik menyerupai diperlihatkan pada foto disamping. Sambungan listrik dipasang pada ujung kereta dan disambungkan oleh petugas pada dikala kereta disambungkan pada rangkaian.
Panjang Rangkaian
Keunggulan kereta api merupakan sanggup memuat barang dan / atau orang dalam jumlah banyak. Kemungkinan memuat muatan dalam jumlah besar dalam sekali jalan alasannya kereta dan / atau gerbong sanggup disambung-sambung menjadi rangkaian kereta api yang panjang. Pada transportasi watu bara di Sumatera Selatan, panjang rangkaian kereta api meraih lebih dari 600 m, dan di beberapa Negara bisa meraih 1,5 km.
Panjang rangkaian kereta api yang dapat dioperasikan tergantung pada :
1. Jumlah muatan dan sifat angkutan
2. Panjang spur di stasiun
3. Kekuatan tarik lokomotif
4. kekuatan alat tolak tarik
Pada transportasi penumpang ada keperluan pelayanan yang lebih banyak sehingga nyaris setiap dikala bagi penumpang yang ingin bepergian tersedia jasa transportasi kereta api. Namun prinsip tersebut sulit dipercayai dipenuhi kereta api menyerupai jasa transportasi taxi. Disamping itu jumlah penumpang tidak merata setiap waktu. Jam-jam tertentu penumpang lebih banyak dibanding jam lainnya. Pada transportasi disekitar dan dalam kota ada jam sibuk di saat banyak penumpang pergi ke kawasan kerja dan pada dikala penumpang pulang kerja. Panjang rangkaian yang mesti ditawarkan diadaptasi dengan keperluan ini. Artinya rangkaian dibentuk sepanjang mungkin sehingga pada jam sibuk semua penumpang sanggup terangkut dan sesering mungkin sehingga waktu menanti kereta api berikut tidak terlampau lama. Biasanya ada kompromi untuk menyanggupi permintaan ini. Pada jam sibuk dibentuk rangkaian kereta api yang terpanjang sesuai dengan panjang spur di stasiun. Pada KRL Jabotabek rangkaian terpanjang berisikan 16 kereta (4 set) dalam satu rangkaian pada jam tidak sibuk panjang rangkaian dikurangi sampai 4 kereta (1 set) dalam satu rangkaian.
Pada transportasi barang, frekuensi perjalanan tidak penting. Jika antara dua kota sanggup dilayani satu kali perjalanan kereta api barang saban hari sudah memadai. Beberapa kota yang sanggup dilayani dalam satu perjalanan maka gerbong yang melayani kota-kota tersebut sanggup dirangkai menjadi satu rangkaian kereta api. Misalnya transportasi barang dari Jakarta dengan tujuan Yogyakarta, Solo, Madiun, Surabaya dan Banyuwangi sanggup dilayani oleh satu rangkaian kereta api barang.
Pengaturan gerbong mesti diadaptasi dengan urutan kota tujuan. Gerbong untuk kota tujuan terjauh ditaruh di belakang lokomotif dan dibarengi gerbong untuk kota tujuan terjauh yang lebih bersahabat demikian seterusnya. Gerbong yang ditaruh pada selesai rangkaian merupakan gerbong untuk kota tujuan terdekat yang dilayani.
Mengatasi kelemahan pesona lokomotif bisa dipakai lebih dari satu lokomotif yang penempatannya tergantung keperluan dan daya dukung jembatan. Yang paling gampang merupakan dua lokomotif ditaruh di depan secara berurutan. Cara lain merupakan menempatkan satu lokomotif di tengah atau di belakang rangkaian, cara kedua sanggup dijalankan jikalau alat kontrol jarak jauh bisa dioperasikan pada kabin lokomotif terdepan.
Batas kekuatan alat tolak tarik tidak dapat ditawar pada penempatan lokomotif menurut cara pertama. Pada penyusunan lokomotif cara kedua batas kekuatan alat perangkai tidak terlampau mutlak alasannya gaya tarik pada rangkaian menyusut dengan dengan adanya lokomotif di tengah atau di belakang. Namun cara ini mengandung resiko gerbong anjlok alasannya didorong dari belakang.
Kemampuan emplasemen memperoleh rangkaian kereta api barang dengan rangkaian panjang tetap mesti diamati alasannya kereta api tetap mesti berhenti di stasiun dan seluruh panjang rangkaian mesti berada di dalam batas yang kondusif pada salah satu spur.
Rangkaian Satu Kesatuan
Rangkaian kereta api mesti menjadi satu kesatuan yang dihentikan terputus selama rangkaian tersebut melaksanakan tugasnya. Konsep dihentikan terputus sejalan dengan cara pengoperasian kereta api menurut jarak ruang. Petak jalan yang ditempati satu rangkaian kereta api mesti secepatnya ditinggalkan untuk menampilkan peluang kereta api selanjutnya menggunakan petak jalan tersebut. Pengertian sanggup dipakai untuk kereta api selanjutnya merupakan semua bab dari kereta api sebelumnya sudah meninggalkan petak jalan.
Untuk menyingkir dari bahwa stasiun dan masinis tidak mengenali bahwa ada bab dari rangkaian yang tertinggal, diisyaratkan pada bab paling belakang rangkaian kereta api untuk dipasang semboyan “Tanda Akhiran Kereta Api” atau lebih dipahami dengan istilah “Semboyan 21”. PPKA mesti menyaksikan bahwa kereta api yang tiba atau berlalu pada stasiunnya mempunyai Semboyan 21 pada bab belakang. Jika tidak tidak nampak semboyan tersebut bermakna ada bab rangkaian yang tertinggal pada petak jalan dan PPKA dihentikan menyatakan bahwa petak jalan yang sudah dilalui kereta api yang gres tiba atau gres berlalu, sudah aman.
Berikut ini merupakan pola dari semboyan 21 :
*) Jika pada siang hari semboyan 21 berupa eblek berwarna merah yang ditaruh pada dinding kereta atau gerbong bab belakang.
*) Sedangkan pada malam hari semboyan 21 merupakan lampu menyala berwarna merah yang terdapat pada kereta bab belakang. Walaupun kebanyakan eblek berwarna merah tetap terpasang. Sementara untuk gerbong lazimnya tidak mempunyai lampu, jadi tetap menggunakan eblek merahnya.
Semboyan selesai rangkaian pasti sengaja ditempatkan menyerupai ini biar membuat lebih gampang masinis untuk mengenali dan mencicipi ada kereta atau gerbong yang lepas, apalagi jikalau gerbong atau kereta yang putus cuma beberapa dari kereta atau gerbong paling belakang.
Dengan menggunakan rem udara tekan keperluan akan semboyan selesai rangkaian bekerjsama tidak lagi dikehendaki alasannya masinis akan mengenali jikalau rangkaian putus. Jika prosedur rem udara tekan berfungsi dengan baik, pada dikala rangkaian putus maka kedua bab yang putus akan terhenti.
Darmawan “Teknologi Jalan Rel”
0 Komentar untuk "Perlengkapan Rangkaian Kereta Api"