Terkait dengan posting sebelum ini: Yitna Yuwanan Lena Kena maka salah satu yang kita mesti “prayitna” merupakan menghadapi “satru” atau musuh.
Ada dua pemahaman wacana “Satru mungging cangklakan” ini atau bila kita terjemahan kata-perkata artinya adalah “musuh berada di ketiak kita”.
Ada dua pemahaman wacana “Satru mungging cangklakan” ini atau bila kita terjemahan kata-perkata artinya adalah “musuh berada di ketiak kita”.
PERTAMA: ketiak bila digeser sedikit ke tengah merupakan dada kita. Dengan demikian “Satru mungging cangklakan” diartikan sebagai: Musuh utama kita merupakan diri kita sendiri, hawa napsu kita sendiri. Banyak sekali pitutur Jawa yang menampilkan pituduh “laku” untuk melawan diri-sendiri ini, alasannya merupakan memang amat sulit dan paling sulit dari semua musuh. Ada pitutur yang mengatakan:
Sapa kang dapat nelukake musuh-musuhe, dheweke diarani kuwat. Ananging sapa kang dapat nelukake awake dhewe, dheweke iku kang luwih kuwat maneh
TERJEMAHAN: Siapa yang bisa mengalahkan musuh-musuhnya beliau disebut kuat. Tetapi siapa yang bisa mengalahkan dirinya sendiri dialah yang lebih kuat
KEDUA: Posisi “Cangklakan” atau ketiak bersahabat sekali dengan badan. Kalimat “mungsuh mungging cangklakan” memiliki arti musuh itu merupakan orang yang bersahabat sekali dengan kita. Kalau kita ikuti sejarah, baik sejarah dunia maupun sejarah nasional, bila terjadi perang saudara, pada biasanya yang berperang merupakan orang-orang yang bekerjsama dekat, bahkan kerabat kandung pun dapat bermusuhan. Dalam jabatan “kepala” dan “wakil” ada komentar-komentar yang bila diterjemahkan maka “wakil” seolah-olah dipojokkan menjadi tentangan “kepala” lalu dianggap “satru mungging cangklakan”. Kasihan sang ‘wakil” bila begini.
Dalam masalah yang jauh lebih sederhana dibandingkan perang saudara, bila terjadi pencurian hingga pembunuhan, yang pertama dijalankan polisi merupakan menanyai orang-orang yang dianggap dekat. Biasanya pula sehabis ketemu, ternyata maling atau pembunuhnya pada biasanya bukanlah orang-orang jauh.
Kembali kita diminta untuk “prayitna”. Makara terhadap teman dekat pun mesti prayitna? Jawabnya “Ya” sepanjang “tidak mengartikan” prayitna selaku curiga. Di bawah ini kutipan “quotes” dalam bahasa Inggris selaku pembanding:
- Friends may come and go, but enemies accumulate. Thomas Jones (1892 - 1969). Menunjukkan bahwa teman dekat dapat tiba dan pergi namun musuh terakumulasi.
- Reveal not every secret you have to a friend, for how can you tell but that friend may hereafter become an enemy. And bring not all mischief you are able to upon an enemy, for he may one day become your friend. Saadi (1184 - 1291). Disini diam-diam jangan diberitahukan walau terhadap teman. Suatu dikala ia menjadi musuh, akan menyulitkan kita. Makara yang namanya “curhat” ya mesti hati-hati, walau terhadap teman dekat dekat.
“Satru mungging cangklakan” hanyalah sekedar perayaan bahwa musuh yang menyerupai itu ADA. Tetapi perilaku “prayitna” yang bergeser menjadi curiga terhadap siapa saja, kapan saja dan dimana saja merupakan salah satu tanda-tanda penyakit jiwa yang disebut “Waham Curiga”. Hidup memang susah” (IwMM)
0 Komentar untuk "Satru Mungging Cangklakan"