Yitna Yuwana, Lena Kena

Yitna, prayitna: Waspada, awas, hati-hati; Yuwana: Selamat; Lena: Lengah; Kena: Kena, dalam hal ini kena sesuatu yang tidak baik akhir kita lengah. Hal ini terkait dengan posting sebelum ini Gedheg lan Anthuk, Dududan lan Anculan . Bila kita ingin selamat (yuwana) maka kita mesti berhati-hati (yitna, prayitna).

Sikap “prayitna” tentusaja tidak hanya untuk menghambat “si Gedheg lan si Antuk”. Dimanapun dan kapanpun kita mesti waspada. Sebelum meninggalkan rumah, semua listrk dimatikan, cendela dan pintu dikunci, kemudian menitipkan rumah pada orang yang dipercaya, itu semua merupakan perilaku “prayitna”. Demikian pula sebelum berangkat menjalankan checking mobil, buka kap mesin check olie dan air radiator, fungsi rem, lampu sein, ban serep, dll merupakan perilaku waspada. Pendek kata dalam segala hal kita dihentikan “lena” bila ingin “yuwana”, tergolong menghadapi manusia.

Orang yang “prayitna” tidak usah merasa risih bila diketawakan teman-temannya alasannya merupakan dianggap terlalu ruwet dalam segala urusan, meskipun sering kali orang “prayitna” ini menjengkelkan juga. Bayangkan kita sedang antri di counter pembayaran di supermarket, orang di depan kita kok sempat-sempatnya memeriksa item per item pada stroke belanjaannya. Dulu bila aku nyetir kendaraan beroda empat dan ayah aku duduk di samping, perintahnya betul-betul menyebalkan. Kurangi kecepatan, kopling, ganti presneleng, rem, lampu dim dan seterusnya hingga hasilnya aku tidak kuat, kendaraan beroda empat aku pinggirkan dan aku persilakan bapak aku yang menyetir. Almarhum ayah aku menyebut perilaku “prayitna” dalam menyetir kendaraan beroda empat ini selaku “defensive driving”. Anggap saja semua yang di depan, samping dan belakang kita akan menjalankan pelanggaran. Saya adopsi “defensife driving” ini menjadi “defensive living” dalam terjemahan aku sendiri, yaitu: Anggap siapa saja yang belum kita kenal akan mencelakanan kamu.

Sikap tidak simpel yakin pada orang memang berakibat kita di beri label selaku orang tidak ramah. Ya tinggal bagaimana kita bersikap. Orang Jawa kan mengetahui makna “sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis”. Walaupun kita curiga atau tidak percaya, kan mesti tetap bertutur-kata elok dengan tampang tetap ramah. Hanya jangan lupa satu kata ini “Prayitna”


Peringatan untuk “prayitna” banyak kita temui dimana-mana. Tulisan “awas copet” ada dimana-mana, tetapi tetap ada saja yang kecopetan. Ada lagi di perumahan “hati-hati banyak anak-anak”, padahal tidak terlihat banyak anak di jalan. Bila kita memasuki pesawat, perayaan “matikan handphone” senantiasa kita dengar, tetapi banyak juga yang tetap menggunakan telepon genggamnya. Bahkan larangan dokter untuk kesehatannya sendiri dilanggar juga. “Hindari masakan berlemak”, kita tetap tenang-tenang makan sate dan gule. Ketika ditanya: “Katanya kholesterolmu tinggi”. Jawaban dari Sabang hingga Merauke semua sama: “Kholesterol adanya di laboratorium. Yang disini namanya sate dan gule”.

Pernah naik bis kota? Ada perayaan dari kernet waktu kita akan turun. “Kaki kiri dulu”. Peringatan biar “prayitna” dari awak bis kota ini bila tidak diindahkan, dan kita turun dengan kaki kanan dulu, padahal bis pribadi tancap gas sebelum kedua kaki kita menapak bumi, kita niscaya terjatuh. Tidak yakin boleh coba. Dimanapun, ingat pesan leluhur yang satu ini: “Yitna yuwana, lena kena” (IwMM)

Related : Yitna Yuwana, Lena Kena

0 Komentar untuk "Yitna Yuwana, Lena Kena"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)