Serat Wedhatama: Dur Angkara


Minggu kemudian saya bermalam di Kusuma Sahid Prince Hotel, Solo. Selesai check out sambil menanti jemputan ke Bandara Adisumarmo, saya duduk di pendopo yang menjadi lobi hotel. Tertangkaplah dalam indera pendengaran saya baris terakhir dari sekar Pocung karya Sri Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama: “ ........ Setya budya pangekese dur angkara”. (berkomitmen untuk menaklukkan nafsu angkara). Sekar Pocung yang pernah saya tulis dalam  Serat Wedhatama: Laku ing sasmita amrih lantip lengkapnya selaku berikut:



Mungkin tadi tidak saya amati lantaran fokus saya di tempat lain. Saya senantiasa membayangkan “Angkara” menyerupai citra penjajah yang menghisap habis-habisan hasil dari tempat yang ia kuasai dan menelantarkan rakyatnya. Dalam Bausastra Jawa, Poerwadarminta pemahaman angkara adalah: “kumudu ndheweki” (ingin memiliki sendiri), murka; Murka: selain sama dengan angkara juga diartikan “ora nrima ing pandum” Sedangkan Dur: Jelek. Pada biasanya kata yang berawalan “dur” artinya jelek, kecuali duren, tentusaja.

Angkara dan marah dalam pemahaman ingin memiliki sendiri dan ingin memiliki hak orang lain. Awalan kata “Dur” menyediakan bahwa Angkara itu jelek. Oleh alasannya merupakan itu kita mesti sungguh-sungguh “setya budya” dalam “ngekes” nafsu “dur angkara ini”

Tumbuhnya sifat “angkara” tidak perlu menanti kita menjadi cukup renta untuk bisa merebut kawasan negara lain, mencuri duit rakyat dan hal-hal yang berat-berat lainnya. Anak SD pun telah bisa memiliki sifat “angkara” ini. Misalnya merebut mainan adiknya, punya masakan ringan elok dikonsumsi sendiri namun masakan ringan elok kawan diminta. Semakin sampaumur maka sifat angkara ini kalau tidak dikendalikan bisa kian meningkat mutu dan kuantitasnya.

Yang di atas tadi merupakan bait pertama dari pupuh Pocung, Serat Wedhatama. Bait kedua dalam alunan tembang yang berkumandang di lobi Sahid, lantaran saya telah duduk santai, dapat saya ikuti dengan lengkap, sebagai berikut:


Pengertiannya kurang lebih selaku berikut: Sifat angkara yang besar; Di dalam diri besar dan bergulung; Jangkauannya; Meliputi sampai tiga jagad (tri loka); kalau dibiarkan saja akan melahirkan masalah.

Kaitan antara bait pertama dan ke dua adalah: Bila dalam bait pertama kita diingatkan agar berkomitmen melawan sifat angkara, maka bait kedua menerangkan bahwa sifat angkara tersebut apabila dibiarkan saja akan kian besar dan bisa membuat masalah.

Sebuah kuliah lima menit dari Solo, “Setya budya pangekese dur angkara; Angkara gung yen den umbar ambabar dadi rubeda" (IwMM)

Related : Serat Wedhatama: Dur Angkara

0 Komentar untuk "Serat Wedhatama: Dur Angkara"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)