Serat Wedhatama: Sinamun Ing Samudana, Sesadon Ingadu Manis



Pengertian "samudana" yaitu wajah yang "sumeh" atau ramah meskipun mungkin perasaan hatinya tidak senang. "Samun" artinya yaitu "tidak kentara". "Disamun" atau "sinamun" bermakna disamarkan. Dengan demikian pemahaman "sinamun ing samudana" yaitu menyembunyikan perasaan yang bahwasanya dengan tetap menyediakan ekspresi wajah "ramah" atau bersahabat.

"Sadu" yaitu bicara dengan manis. "Adu" artinya berhadapan. Kaprikornus jikalau Samudana yaitu sikap badan atau bahasa badan kita, kita maka dalam hal ini lewat "sesadon ingadu manis" tidak cuma dituntut sikap saja yang "sumeh" tetapi juga bicara kita mesti paralel dengan kesumehan tersebut. Tetap lembut, tetap manis, tetap bersahabat


RESEP MENGHADAPI ORANG YANG "GUGU KAREPE PRIYANGGA"


Seperti apa orang yang nggugu karepe dhewe (gugu karepe priyangga) sanggup dipirsani  pada bait ke 3 pupuh Pangkur, Serat Wedhatama di atas: Ngomong (angling) tanpa pertimbangan (nora nganggo peparah). Tapi tidak mau dibilang kurang pintar (lumuh ingaran balilu). Maunya dipuji-puji (guru aleman). 

Karena tidak ada yang memperingatkan, atau mungkin juga ia tidak mau mendengar hikmah orang lain maka kian kacau-balaulah dia. Dalam hal ini Sri Mangkunegara mengingatkan terhadap "janma ingkang wus waspadeng semu" (manusia yang mengetahui gelagat) mudah-mudahan bertingkah "sinamun ing samudana, sesadon ingadu manis"

Hanya orang yang telah mengendap saja lah kira-kira yang dapat menjalankan "sinamun ing samudana" sekaligus "sesadon ingadu manis". Pertanyaannya adalah: Mengapa mesti samudana, kok  tidak kita labrak saja orang menyerupai ini. Jawabnya ada pada bait ke empat di bawah:


Si dungu (pengung) tidak menyadari (nora nglegewa); Omongannya bertambah banyak (sangsayadra denira cecariwis) dan kian tinggi (ngandhar-andhar angandhukur), tidak masuk nalar (nora kaprah saya elok alongka-longkanganipun). Pokoknya  Bicara makin ngelantur, makin aneh, makin tidak masuk nalar dan tidak ada putusnya.

Itulah celakanya orang yang suka menuruti maunya sendiri. “Saya suwe saya ndadi”, makin usang bukannya menjadi ngati-ati malah makin "ndadi". Yang mendengar bahwasanya amat sebal, tetapi bagaimanapun ingat pesan Sri Mangkunegara IV: Bersikaplah “sinamun ing samudana” plus  "sesadon ingadu manis".

Perlu dicatat bahwa "samudana BUKAN LAMIS. Lamis yaitu "manis di verbal buruk di hati" sedangkan "samudana" yaitu "manis di verbal cantik di hati" bukan mengandung maksud terselubung tergolong mengambil hati. Tujuan kita bersamudana hanyalah untuk mempertahankan suasana dan yang paling penting yaitu menutupi malu orang (ngalingi marang si pingging).


SI WASIS WASKITHA NGALAH

Masih satu lagi pesan Sri Mangkunegara IV: "Si wasis waskitha ngalah". Yang memang cendekia (wasis) ya yang "waskitha", yang mengetahui situasi, maka: ngalah saja lah. Tidak hingga di situ saja, kita tidak perlu mempermalukan orang tolol itu, justru kita alingi mudah-mudahan tidak memperoleh malu dimuka biasa (ngalingi marang si pingging). Yang merasa pintar dan betul-betul pandai, lebih baik mengalah. Kenyataannya  memang cuma buang-buang energi. Menang debat pun tidak ada hasilnya.


PENUTUP

Dalam bahasa yang lebih sederhana: Buat apa meladeni orang tolol menyerupai itu. “Kalah wirang. Menang ora kondang”, kita menang pun tidak akan tenar, sebaliknya jikalau kalah malu-maluin.  Dalam bahasa yang lebih populer: “Yang waras, ngalah”. Kata kunci disini: Sinamun ing samudana; Sesadon ingadu manis; Si wasis waskitha ngalah. (IwMM)

Related : Serat Wedhatama: Sinamun Ing Samudana, Sesadon Ingadu Manis

0 Komentar untuk "Serat Wedhatama: Sinamun Ing Samudana, Sesadon Ingadu Manis"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)