Anak muda kerap kali merasa sebal dengan orang “tua” yang banyak memberi nasihat. Sementara orang “tua” alasannya yakni merasa lebih pengalaman maka sering mencela sekaligus menasihati orang yang lebih muda. Kemudian orang muda merasa pesan tersirat yang disampaikan telah ketinggalan jaman. Memang benar bahwa apa yang diceriterakan yakni pengalaman masa kemudian di kawasan yang berbeda, pada waktu yang berlawanan pula kepada orang yang juga berbeda.
Menjadi orang “tua” terlebih jaman kini memang mesti lebih hati-hati. Anak muda kini lebih kritis, wawasan sanggup jadi memang lebih luas. Satu-satunya yang kalah yakni “pengalaman”. Bila pada jaman dahulu “Kebo Nusu Gudel” seperti “aib” bagi orang tua, pada jaman kini mesti diperhitungkan lagi tingkat keaibannya.
ORANG TUA JANGAN GONYAK GANYUK
Sri Mangkunagara IV, dalam Serat Wedhatama, Pupuh Pangkur, bait ke dua di atas, menyodorkan bahwa hal ini disajikan dalam Wedhatama (jinejer neng Wedhatama), mudah-mudahan tidak kendor (mrih tan kemba) muatan logika kita (kembenging pambudi). Walaupun orang telah amat bau tanah (mangka nadyan tuwa pikun), kalau tidak mengetahui ilmu (yen tan mikani rasa), niscaya sepi dan cuek (yekti sepi asepa) menyerupai ampas kosong (lir sepah samun). Bila berjumpa orang banyak (samangsane pakumpulan), perilakunya memalukan (gonyak-ganyuk nglelingsemi).
Catatan: (Tan: tidak; Kemba: tidak mantap, tidak rajin; Tan kemba: bermakna “rajin”; Kembeng: genangan; Budi: Nalar, pikir, watak; Wikan: tahu; Rasa: sanggup diartikan “ilmu”; Sepa: hambar; Samun: sepi, kosong, kabur; Gonyak-ganyuk: tindak-tanduk yang tidak pas).
Menggaris-bawahi perilaku “gonyak-ganyuk” alasannya yakni “serat” ini menyebutkan dalam “pasamuan” (pertemuan, pergaulan, ketemu orang banyak, pasti terkait dengan “bicara”) Pasamuan jaman kini tidak hanya tatap muka temu wajah saja, tetapi sanggup lebih luas dan cepat bila yang "ditatapkan" yakni wajah dengan laptop, komputer tablet, BB, iPad dan sejenisnya, berkomunikasi lewat jejaring sosial. Risiko salah penglihatan akan lebih besar dan lebih luas. Maka orang bau tanah yang masih ingin berhasil dalam pergaulan mesti tetap tidak "kemba" (kendor) dalam "mikani rasa" (mengetahui ilmu) dan "budi" (nalar) harus terus "ngembeng" (menggenang).
Perilaku gonyak-ganyuk sukar diterjemahkan dengan kata-kata. Poerwadarminta, 1939, menyebutkan selaku "tandang tanduk sing ora urus". Maksudnya menjadi terang kalau kita lihat kaitan bait ke dua "samangsa pakumpulan/pasamuan" dan "gugu karepe priyangga" pada baik ke tiga di bawah.
JANGAN NGGUGU KARSANING PRIYANGGA
Bait ke tiga sanggup dilihat pada gambar di atas Priyangga yakni "diri sendiri". Kaprikornus yang dimaksud "gugu karepe priyangga" yakni orang yang menuruti maunya sendiri, tidak mau dengar orang lain. Apa yang orang ini lakukan? "Nora nganggo peparah" (tidak pakai pertimbangan) kalau ngomong (lamun angling). Bahasa kasarnya ya "waton njeplakke congor". Sudah ngomongnya ngawur tetapi tidak mau dikatakan terbelakang (lumuh ingaran balilu). Justru ia suka dipuji-puji (guru aleman).
Jelasnya “Menuruti kemauan sendiri” berisikan tiga hal:
(1) Bicara tanpa pertimbangan (nora nganggo peparah lamun angling) ,
(2) tidak mau dianggap terbelakang (lumuh ingaran balilu) dan
(3) ingin dipuji-puji (guru aleman).
Saya sendiri telah cukup tua, “Serat” ini juga mengingatkan pada diri saya. Jangan hingga saya “gonyak-ganyuk nglilingsemi samangsa pasamuan”. Siapa tahu ngomong banyak tanpa dipikir, dikatakan salah tidak mau, kalau nggak ada yang muji-muji tidak suka. Di depan mungkin tidak duduk kasus tetapi di belakang dirasani orang banyak.
PENUTUP
Bila kita berhadapan dengan orang yang menyerupai itu, gonyak-ganyuk dan nggugu karsaning priyangga, Sri Mangkunegara IV memberi resep (sepanjang kita telah berhati-hati ing semu, telah mengendap, tahu gelagat, tahu menempatkan diri), yaitu: Sinamun ing samudana (tetap berekspresi "sumeh" atau ramah) dan sesadon ingadu manis (tetap bertutur kata lembut). Mengenai hal ini sanggup dibaca pada Serat Wedhatama: Sinamun ing samudana dan sesadon ingadu manis (IwMM)
0 Komentar untuk "Serat Wedhatama: Orang Bau Tanah Yang Gonyak-Ganyuk Nglelingsemi"