Sundah Mandah: Mengerti Jer Basuki Mawa Beya


Permainan anak jaman "doeloe" lazimnya bernuansa “olah raga”. Tidak jarang kita pulang bermain dengan  lutut berdarah atau kepala benjol. Bukan jawaban tawuran melainkan sebab jatuh atau terantuk kepalanya. Dulu jikalau lima anak berkumpul, ramainya bukan main. Sekarang ini sepuluh anak gotong royong sanggup tanpa bunyi sebab sibuk dengan permainan masing-masing yang berbasis elektronik dan komputer. "Sundah mandah" merupakan salah satu rujukan permainan fisik yang mendidik.



PERMAINAN FISIK, MURAH MERIAH, MENDIDIK

Ada satu rujukan permainan fisik yang tidak terlampau keras. Umumnya dimainkan anak perempuan, walau bukan monopoli perempuan. Namanya “Sundah Mandah”, paling tidak yang aku kenal mirip itu. Ada yang menyebut “Sondah Mandah” ada juga yang menyebut “engklek” (meloncat dengan satu kaki). Tiap tempat niscaya punya istilah sendiri-sendiri.

Asal kata “Sundah Mandah” sudah kelihatan jikalau tidak orisinil Indonesia terlebih Jawa. Jelas jikalau dari bahasa Belanda “Zondag dan Maandag”. Konon permainan ini untuk menghapal nama-nama hari. Memang kotak-kotak permainan engklek yang paling sederhana jumlahnya tujuh kotak sesuai dengan jumlah hari. Tapi apa ya sesederhana itu?

Yang terang permainan ini tanpa biaya. Hanya perlu menggambar kotak-kotak yang mesti kita lompati dengan “engklek” atau jikalau mainnya di lantai plester menggambarnya pakai kapur tulis atau arang. Jaman dahulu tiap rumah niscaya ada arang kayu, sebab alat seterika kita pemanasnya kan arang. Kemudian butuh “gacuk” yang cuma berupa pecahan genting atau beling (tentusaja yang tidak tajam) untuk dilempar ke petak-petak yang sudah kita gambar di tanah.

Lalu “tuladha”nya dimana? Mudah-mudahan pembaca masih memahami permainan ini, sehingga aku tidak perlu bertele-tele menjelaskan. Semua pemain akan “engklek” melompati setiap kotak. Gacuk dilempar dari satu kotak ke kotak berikutnya. Bila sanggup menyelesaikan satu putaran maka memperoleh bonus “sawah” (ada juga yang menyampaikan “rumah”). Di sawah milik kita maka kita tidak perlu engklek, tetapi boleh menaruh dua kaki. Sementara orang lain tidak boleh menginjak “sawah” kita. Walau demikian untuk memperoleh “sawah” juga bukan barang gampang. Setelah “gacuk” sanggup menyelesaikan satu putaran dan tentunya kita “engklek” beberapa kali, maka kita mesti melempar “gacuk” melalui kepala dengan tubuh membelakangi petak-petak “Sundah Mandah”nya. Tidak semudah itu, sanggup meleset, sanggup masuk sawah orang.

BELAJAR MEMAHAMI JER BASUKI MAWA BEYA

Secara tidak eksklusif (atau malah tidak sadar?) dahulu kita dididik bahwa “Jer Basuki Mawa Beya”. Sebuah sawah bagi orang Jawa dahulu nilainya amat tinggi. Sawah tidak akan tiba dengan sendirinya. “Thenguk-thenguk nemu kethuk” merupakan “hil yang mustahal”. Dalam “Sundah Mandah” maka “gacuk” merupakan ilmu kita. Kita mesti sanggup melempar gacuk dengan baik sehingga sempurna sasaran. Artinya insan mesti punya ilmu (sesuai kompetensi masing-masing) dan ilmu mesti digunakan dengan benar mudah-mudahan tidak menjadi “pinter keblinger”.

Punya ilmu saja tetapi tidak bergerak alias “thenguk-thenguk” juga tidak ada hasilnya. Ilmu mesti kita pakai untuk meraih cita-cita, yang diumpamakan sawah atau rumah tadi. Untuk menerimanya kita tidak sanggup jalan berleha-leha, kita mesti berjuang dengan “engklek” (meloncat dengan satu kaki).

Akhirnya kita pun berhak untuk memperoleh sawah. Kita sanggup bertumpu pada dua kaki dan orang lain tidak boleh masuk. Sayangnya, walau patokan untuk memiliki sawah sudah dipenuhi, belum tentu sawah sanggup dimiliki. “Gacuk” mesti dilempar dengan tubuh membelakangi lokasi sawah. Bisa saja meleset. Artinya insan mesti mencar ilmu memperoleh dengan nrimo bahwa kegagalan sanggup saja terjadi di ujung berhasil dan usaha mesti dimulai lagi dari awal.

Menjelang maghrib belum dewasa yang bermain pada pulang. Bergandengan, ketawa-ketawa dan janjian main lagi besok pagi. Tetap guyub rukun. Walau ada yang tidak kebagian sawah, dan ada yang sanggup sawah banyak. Tidak ada asumsi bahwa “kesenangan orang lain merupakan malapetaka saya” (IwMM)

Related : Sundah Mandah: Mengerti Jer Basuki Mawa Beya

0 Komentar untuk "Sundah Mandah: Mengerti Jer Basuki Mawa Beya"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)