Wayang

 

Wayang mungkin berasal dari kata wewayangan yang berati bayang-bayang. Memang dahulu orang menyaksikan wayang dari balik layar dengan penerangan blencong, sehingga yang dilihat bayang-bayang black and white nya. Wayang juga bukan monopoli orang “Pulau Jawa”. Di Bali, Lombok, Kalimantan (Banjar) dan Sumatera Selatan dengan babon (induk) sama, yakni ceritera dari Ramayana dan Mahabharata.

Pada biasanya ada dua serpihan besar ceritera wayang. Pertama yang tepat pakem, artinya sungguh-sungguh mengambil dari perpustakaan wayang purwa dan kedua yakni carangan yang mengambil pakem selaku dasar namun menghasilkan lakon lain. Saya kira hal ini lumrah, banyak historical roman goresan pena pengarang beken dari barat yang mengambil setting sejarah. Pemerannya sanggup tokoh sejarah, tokoh fiktif atau keduanya ada.
Tidak sanggup disangkal bahwa Ramayana dan Mahabharata berasal dari India. Konon kisahnya memang ada betul, dengan kata lain kedua dongeng itu yakni sejarah dan kejadiannya kira-kira 5000 tahun sebelum masehi di India. Tetapi orang India jikalau menyaksikan pagelaran wayang purwa di Indonesia, niscaya akan pangling bahwa wayang yang sedang dimainkan itu nenek moyangnya dari negerinya.

Ketika wayang masuk Jawa, dalam perjalanannya para pujangga Jawa tidak serta merta mengadopsi. Dimodifikasi dahulu sehingga harmonis dengan budaya dan norma-norma yang dianut orang Jawa. Demikian pula masuknya agama Islam menenteng wayang terhadap norma-norma agama Islam. Salah satu pola azimat Yudistira yang berjulukan “Kalimasada” yakni “Kalimat Syahadat”.
Wayang ialah simbolisasi kehidupan insan dari lahir hingga ajal, bermakna wayang yakni pengejawantahan kehidupan kita sehari-hari. Lakon wayang Jawa jikalau diinventarisasi, sanggup lebih dari 200. Cukup banyak, walau kita juga sanggup menyampaikan tidak banyak mengingat pagelaran wayang amat sering ditangani dan ada lakon-lakon favorit. Hebatnya meskipun satu lakon sering digelar, namun orang juga tidak jenuh menontonnya hingga selesai.

Wayang tidak pernah ketinggalan jaman. Itulah kelebihan ki Dhalang. Begitu pandainya mengaransir abjad tokoh wayang pada suasana yang ada sesuai dengan jamannya. Tidak cuma pada di saat Gara-gara, yakni hadirnya para panakawan: Semar, Gareng, petruk dan Bagong, atau di saat pemunculan Limbuk dan Cangik sehabis adegan di keputren, melainkan juga dalam performa tokoh-tokoh yang lain menyerupai Antasena, Setyaki, Pendeta Dorna, Patih Sangkuni dan lain-lain, humor-humor segar yang menggelitik, menyentil namun tidak menyelentik senantiasa ada.

.Wayang yakni manifestasi kehidupan insan sehari-hari dengan aktor yang berbeda-beda karakternya. Dari situlah ki Dhalang memainkan tokoh-tokoh wayang sesuai dengan sikap masing-masing yang unik dengan pitutur-pitutur luhurnya hingga ke simpulan ceritera yang pada dasarnya senantiasa “Kebenaran akan menang”.
Saya menulis judul “Wayang” ini selaku entry untuk mengirim “posting” sikap beberapa tokoh wayang dan pitutur yang terkait dengan sikap itu (IwMM).

Related : Wayang

0 Komentar untuk "Wayang"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close