Kadang: Teman, saudara.
Konang: Kunang-kunang. Serangga kecil yang melayang diwaktu malam dengan lentera kelap-kelip. Di kota-kota besar mungkin sukar dilihat alasannya yakni cahayanya kalah mempunyai pengaruh dengan cahaya lampu dan memang bukan habitatnya. Di desa-desa yang belum terang-benderang, banyak pepohonan dan kelembaban tinggi, kita akan lebih gampang menemukannya.
Kunang-kunang mempunyai kedudukan khusus di hati manusia. Kita lihat saja dua lirik lagu “Kunang-kunang” Yang pertama ciptaan Ismail Marzuki, kelahiran 1914, untuk orang cukup umur dan satunya ciptaan AT Machmud, kelahiran 1930. Untuk anak-anak. Yang pertama ini yakni gubahan Ismail Marzuki:
Kunang-kunang kelana di rimba malam; Dari mana kah gerangan dikau tuan; Kabar apa kah nan dikau bawa tuan; Hatiku tak sabar menunggu jawaban.
Kunang-kunang singgah dahulu di pangkuanku; Hiburkanlah hatiku nan dendam rindu; Beta rindukan teruna sang perwira; Bawa daku terhadap beliau segera.
Kemudian berikutnya ciptaan AT Machmud:
Kunang-kunang hendak kemana; Kelap-kelip indah sekali; Gemerlap bersinar; Seperti bintang di malam hari;
Kunang-kunang melayang ke sini; Ke tempatku singgah dulu; Kemari-kemari; hinggaplah di telapak tanganku.
Anak dan cukup umur sama saja, keduanya mengagumi keindahan kunang-kunang. Bedanya yang cukup umur mengaitkan dengan sang kekasih nun di sana sedangkan si anak cuma ingin kunang-kunang hinggap di telapak tangannya.
Serangga pemilik zat luciferin yang dengan reaksi kimia tertentu menimbulkan cahaya berpendar ini sejak dahulu erat dengan hati manusia. Mulai dari bangsa Maya di Amerika Selatan dulu, Jepang, Cina dan di wilayah lain. Di Cina konon kunang-kunang dikumpulkan jadi lentera. Hal ini di adopsi maling Jawa dulu, kunang-kunang masuk botol selaku penanda arah lari, demikian kata eyang saya
Kalau cahaya absurd kunang-kunang mati, apakah kunang-kunang masih menarik? Dia tinggal sekadar serangga kecil yang jelek dari spesies Lampyridae saja.
Demikian pula pemahaman “Kadang konang”, ringkasnya orang mau berteman atau bersaudara cuma terhadap yang punya gebyar saja: Bisa berupa kekayaan, jabatan atau apa saja yang membuat daya tarik. Orang yang tak punya gebyar terperinci tidak menarik, OK lah, ini no problem. Tetapi kasihan yang dahulu punya gebyar kini tidak, orang-orang meninggalkannya. Sampai “tidak hingga hati” memberi ulasan (IwMM).
0 Komentar untuk "Kadang Konang"