Alkisah, ada seorang ibu muda yang sudah berhari-hari tidak makan, sampai tubuhnya makin kurus saja. Seorang tabib renta mengusut denyut nadinya, kemudian berkata: “Anda memendam terlalu banyak dilema dalam hati Anda, sehingga tubuh menjadi lemah. Karena bergotong-royong Anda tidak mempunyai penyakit yang parah.”
Setelah mendengar diagnosis sang tabib, ibu muda itu merasa sungguh lega menyerupai terlepas dari beban berat. Kemudian, ibu muda itu pun menceritakan semua masalahnya pada sang tabib. Tabib renta pun bertanya, “Bagaimana perasaan suami Anda kepada Anda?”
Si ibu muda menjawab dengan tersenyum, “Sangat mengasihi saya.” Tabib renta mengajukan pertanyaan lagi, “Apakah punya anak?” Dengan sarat ceria si ibu muda menjawab, “Ada, seorang putri, sungguh pengertian….”
Selagi tadi bertanya, sang tabib pun menuliskan sesuatu. Setelahnya, ia mengobrol tulisannya di dua kertas pada si ibu muda itu. Lembar yang satu bertuliskan dilema si ibu muda, dan lembaran lainnya terdiri dari sukacita si ibu muda.
Kemudian, sang tabib berkata pada si ibu muda, “Kedua kertas ini yakni resep obat untuk penyakit Anda, Anda mencatat semua dilema yang Anda hadapi, dan melewatkan sukacita di sekeliling Anda.”
Sambil berkata begitu, sang tabib renta memerintahkan muridnya membawakan sebaskom air dan tinta. Setelah itu, sang tabib meneteskan tinta hitam ke dalam air yang jernih. Terlihat warna hijau muda dari tetesan tinta yang mulai menyebar ke seluruh permukaan air.
Dan dalam sekejap, tinta itu tak terlihat lagi. Sang tabib berkata lagi, “Ketika tinta hitam masuk ke dalam air, warnanya akan memudar. Bukankah kehidupan kita juga begitu?”
Sering kali beban penderitaan yang begitu berat kita rasakan, lebih dikarenakan diri kita sendiri yang terlalu terpaku pada masalah-masalah yang ada dan melewatkan sukacita yang ada di sekeliling kita. Cobalah menuntut ilmu untuk mencampurkan bertahap penderitaan pada air kehidupan yang jernih, luas, dan berisi sukacita kita. Dengan begitu, beban hidup kita akan terasa lebih ringan.
Semoga Bermanfaat.
Setelah mendengar diagnosis sang tabib, ibu muda itu merasa sungguh lega menyerupai terlepas dari beban berat. Kemudian, ibu muda itu pun menceritakan semua masalahnya pada sang tabib. Tabib renta pun bertanya, “Bagaimana perasaan suami Anda kepada Anda?”
Si ibu muda menjawab dengan tersenyum, “Sangat mengasihi saya.” Tabib renta mengajukan pertanyaan lagi, “Apakah punya anak?” Dengan sarat ceria si ibu muda menjawab, “Ada, seorang putri, sungguh pengertian….”
Selagi tadi bertanya, sang tabib pun menuliskan sesuatu. Setelahnya, ia mengobrol tulisannya di dua kertas pada si ibu muda itu. Lembar yang satu bertuliskan dilema si ibu muda, dan lembaran lainnya terdiri dari sukacita si ibu muda.
Kemudian, sang tabib berkata pada si ibu muda, “Kedua kertas ini yakni resep obat untuk penyakit Anda, Anda mencatat semua dilema yang Anda hadapi, dan melewatkan sukacita di sekeliling Anda.”
Sambil berkata begitu, sang tabib renta memerintahkan muridnya membawakan sebaskom air dan tinta. Setelah itu, sang tabib meneteskan tinta hitam ke dalam air yang jernih. Terlihat warna hijau muda dari tetesan tinta yang mulai menyebar ke seluruh permukaan air.
Dan dalam sekejap, tinta itu tak terlihat lagi. Sang tabib berkata lagi, “Ketika tinta hitam masuk ke dalam air, warnanya akan memudar. Bukankah kehidupan kita juga begitu?”
Sering kali beban penderitaan yang begitu berat kita rasakan, lebih dikarenakan diri kita sendiri yang terlalu terpaku pada masalah-masalah yang ada dan melewatkan sukacita yang ada di sekeliling kita. Cobalah menuntut ilmu untuk mencampurkan bertahap penderitaan pada air kehidupan yang jernih, luas, dan berisi sukacita kita. Dengan begitu, beban hidup kita akan terasa lebih ringan.
Semoga Bermanfaat.
0 Komentar untuk "Obat Penawar Derita"